Ratu Ayra Angela

8 5 0
                                    

"Kita tinggal di hotel Star Garden. Aku malas mencari rumah baru, sudah ada yang jadi kenapa susah-susah mencari yang lain. Di sini supaya kamu lebih dekat denganku, jadi memudahkan untukku memantau aktifitas yang kamu lakukan sehari-hari di saat aku sedang sibuk," terang Revan sembari merangkul Ayra memasuki ruangan.

"Ini terlalu mewah, Mas," takjub Ayra, matanya menyapu isi ruangan.

"Kemewahan ini enggak sebanding sama mahalnya diri kamu, Ay. Aku cuma berusaha melakukan dan memberikan yang terbaik buat kamu agar selalu bahagia," kata Revan lemah lembut.

Seorang pelayan pria berseragam hitam---putih ikut masuk untuk menaruh koper yang baru diserahkan Skala kepadanya.

"Tuan, semua yang dipinta sudah kami lakukan. Jika ada kekurangan sampaikan saja pada kami," ucap pria itu kembali menghadap pada atasan.

"Baik, terima kasih atas bantuannya. Kau boleh meninggalkan kami sekarang juga," balas Revan.

Pria itu mengangguk sopan, sebelum akhirnya berlalu pergi menyisakan Tuan muda bersama istrinya. Revan mengunci pintu, berjalan santai mendekati salah satu sofa empuk di ruang tengah, menghempas bobot tubuh di atasnya sembari melepas kemeja cokelat yang melapisi kaus hitam polos melekat di tubuhnya.

"Aku buatin minum, ya, Mas?" tawar Ayra kasihan dengan suaminya yang sangat kelelahan hari ini.

Revan menggeleng pelan, melambai tangan meminta istrinya menghampiri. Ayra mendekat, lengannya di tarik Revan sehingga jatuh ke pelukannya.

"Tenangkan aku, Ay  ..." bisik Revan, kedua matanya terpejam membayangkan wajah-wajah jelek hama nyaris melukai Ratu--nya.

Deru nafas hangatnya terasa cepat menerpa ceruk leher Ayra karena Revan menenggelamkan wajah lelahnya di situ.

Pelukan di pinggang Ayra perlahan mengerat sampai-sampai Ayra harus menahan nafas beberapa saat sebelum pelukan tangan Revan mengendur normal kembali.

"M-mas, kenapa?" hati-hati Ayra bertanya.

Tapi hanya direspon gelengan kepala Revan. Ayra menghela nafas, bingung entah apa yang harus dilakukan.

"Istirahatnya jangan di sini, Mas, di tempat tidur saja yuk? Sekalian aku bawain minum hangat buat Mas, gimanapun, kondisi Mas nomor satu, kalau Mas ngebiarin kayak gini bisa-bisa imun tubuh Mas jadi menurun, jatuhnya sakit," Ayra coba mengertikan Revan.

"Aku cuma butuh kamu, Ay. Enggak mau minum, enggak mau makan, enggak selera. Kamu enggak keberatan kalau kita langsung tidur?" ucap Revan bernada rendah.

"Ya sudah kalau mau Mas gitu. Ayok tidur," setuju Ayra menarik diri lalu membantu Revan bangun dari sandarannya.

Di bukanya pintu kamar bernuansa serba putih yang dindingnya terdapat satu tempelan poster bergambar dua orang pemuda berkaus hitam sedang berpose di atas motor sport warna merah masing-masing, dengan gaya biasa tersenyum manis ke arah depan. Wajah mereka begitu muda lagi tampan.

Hati-hati Ayra membaringkan Revan di tempat tidur, sementara pandangannya terpaku pada poster tersebut.

"Mas, dua pemuda di poster itu, siapa?" tanya Ayra.

"Aku dan Skala. Waktu masih sekolah," jawab Revan tak bersemangat.

"Kalian berteman lama?" tambah Ayra terlanjur kepo.

"Iya."

Atensi Ayra teralihkan, menatap cemas kondisi Revan yang tiba-tiba lemas.

"Mas, makan dulu ya?" bujuk Ayra mengusap lembut ubun-ubun kepala Revan.

"Enggak selera," tolak Revan, lagi-lagi menarik Ayra jatuh ke dekapannya.

Ayra hanya bisa pasrah memenuhi keinginan Revan. Lama-lama nafas Revan teratur kembali, suhu tubuh pun ternyata tidak panas atau menurun. Lantas Revan kenapa.

Karenamu (End) tahap revisiWhere stories live. Discover now