Coba menjebak

9 4 0
                                    

Rere mengambil satu kotak beludru merah berisi tiga set perhiasan dari lemari pakaian, mengantonginya ke dalam saku bajunya dan beranjak pergi dari kamarnya tatkala ada Ayra hendak beres-beres mematung di ambang pintu.

"Sekalian rapikan pakaian di dalam lemari juga," pesan Rere.

"Iya Nyonya," angguk Ayra dengan pandangan tenggelam ke bawah.

Semasuknya ke dalam kamar majikan, di tengah-tengah kacaunya daya pikir terlalu serius memikirkan jejak bibir di kemeja Revan. Kepala Ayra berdenyut nyeri.

"Aku enggak boleh lemah, aku bisa melalui ini semua," gumam Ayra menyemangati diri sambil memijit samping kepala yang makin memberat.

Kemudian memaksakan diri mengerjakan pekerjaannya di ruang tersebut.

Menyapu sekeliling kamar milik putranya, senyum licik terpatri samar di bibir Rere setelah menyimpan perhiasan miliknya ke dalam lipatan baju Ayra yang tersusun paling belakang di dalam lemari pakaian.

"Tante memang hebat," sanjung Alesya dengan mata berbinar.

"Setelah ini takkan ada pembelaan yang dapat diterima semua orang. Pencuri tetaplah pencuri, demikian yang harus kamu katakan ketika drama itu di mulai, Alesya," ucap Rere menepuk-nepuk kedua telapak tangan.

"Aku tidak sabar menantikan drama itu terjadi," balas Alesya.

Rere mengangguk lalu mengajak Alesya untuk meninggalkan kamar. Jika sampai Ayra melihat gerak-gerik mencurigakan antara Rere dan Alesya maka rencana menjebak pembantu itu akan gagal.

***
Sekitar jam 13:00. Siang. Suasana di depan sekolah begitu ramai oleh para pelajar SMA Trivia, karena jam belajar telah usai.

Andai bukan permintaan adik perempuannya itu, mana mau Revan meluangkan waktu secara cuma-cuma menjemput pulang seseorang di sekolah ini.

"Sya, kamu di mana? Ini Abang sudah nunggu di depan gerbang sekolah, cepetan ke luar," kata Revan melalui sambungan telpon.

"Bentar bang, aku lagi pakai sepatu," jawab Tasya di seberang sana.

"Ya sudah cepat," tandas Revan mengakhiri percakapan dengan adiknya itu.

Revan membuka kecamata hitamnya tatkala belasan siswi dari kejauhan sana tampak sedang saling berbisik dengan tatapan terpesona ke arahnya.

"Dasar adik merepotkan," gerutu Revan menyambut adiknya yang berjalan menghampiri dengan seringai menyebalkan.

"Ternyata aku enggak sia-sia minta Abang jemput aku, lihat deh, Bang, untuk pertamanya Abang ke sini justru menarik perhatian sebagian siswi bermata cogan. Mereka terkagum-kagum sama ketampanan Abang," goda Tasya sambil menyalimi punggung tangan Revan.

"Lain kali akan Abang tolak permintaanmu kalau cuma untuk memamerkan Abang di muka umum," sahut Revan.

"Apaan sih, biasa kali. Lagian Abang, kan, terlahir tampan jadi ngapain enggak suka dipamerin? Dan asal Abang tahu, kayaknya buat dapatin hati sepuluh cewek, gampang deh buat Abang taklukkin," gumam Tasya memberi masukan.

"Kamu pikir Abang ini cowok apa? Dengar Sya, Ayra adalah ipar kamu jadi Abang minta hormati dia selayaknya kamu menghargai keluarga kita," ucap Revan memperingati.

Gadis itu mengerucutkan bibir tidak setuju dengan satu permintaan abangnya yang jelas mustahil untuk diterima.

***

"Mbak Alesya!" pekik Tasya turun dari mobil.

Melihat kepulangan putrinya diantar sang Abang membuat perasaan Rere menghangat tenang.

Karenamu (End) tahap revisiWhere stories live. Discover now