Penyesalan mantan

11 5 0
                                    

Sesakit ini berada dalam rengkuhan lelaki yang menyatakan cinta namun diam-diam mengkhianati di belakang punggung. Ayra melerai pelukan dengan kasar sehingga mengejutkan empunya.

"Ay ...?"

"Jangan sentuh aku," peringat Ayra sembari memeluk diri menghindari gapaian tangan Revan yang hendak menyentuh.

Dilarang seperti itu, Revan memejamkan kedua mata mengatur emosi yang sudah meletup-letup di dalam dada.

"Demi apa pun, diantara aku dan Ale enggak ada hubungan special apa-apa. Kejadian semalam hanya kesalahpahaman semata. Aku yakin apa yang Ale katakan tadi malam yang menuduh kamu memberinya petunjuk salah, tidaklah benar. Aku percaya sama kamu, mustahil seorang istri mengizinkan wanita lain masuk ke dalam kamar dan membiarkan suaminya berduaan begitu saja. Itu mengapa sekarang kamu enggan aku sentuh?" tutur Revan dengan suara berat.

"Sekarang, aku ingin mendengar pendapat kamu mengenai kesalahpahaman ini. Apakah kamu percaya pada semua ucapan'ku?" tanya Revan dengan kedua mata terbuka.

Ayra mengusap bulir hangat di pipi kirinya.

"Mas menanyakan tentang sebuah kepercayaan. Dulu aku memang sangat percaya pada Mas, namun setelah melihat kegilaan Mas dengan kepala mataku sendiri, rasa percaya itu menipis," kata Ayra disertai isakan.

"Jadi kamu tidak percaya padaku?" tanya Revan, lirih.

Ayra tidak menjawab tapi Revan sudah mengerti. Kemudian Revan berbalik dari hadapan Ayra membawa perasaan kecewa.

"Aku percaya Mas!" seruan kencang Ayra menghentikan langkah lelaki berperawakan tinggi itu.

"Aku percaya Mas hanya mengakui perempuan itu sebatas teman biasa. Dan tuduhan perempuan itu terhadapku enggak berdasar dengan kebenaran, aku mencintai Mas Revan sebesar rasa percaya dan setiaku pada Mas Revan. Maafkan aku, semalam lebih mementingkan ego dan menuruti permainan perasaanku karena terbakar amarah, aku benar-benar minta maaf sudah menolak Mas Revan ketika ingin menjelaskan semuanya. Aku sadar, saat berjauhan dengan Mas Revan, aku enggak akan pernah mampu dan sanggup." Ungkap Ayra.

***

Di tempatnya kerja, Revan sedang sibuk berkutat dengan setumpuk kertas penting yang harus di tandatangani. Masalah rumah tangganya sudah berhasil diselesaikan dengan cara baik-baik penuh tanggung jawab dan kejujuran membuat hubungan dirinya dan Ayra kembali normal.

"Permisi Tuan, ada seorang perempuan yang ingin bertemu dengan Anda. Apakah perlu saya bawa ke sini atau menyuruh perempuan itu untuk menunggu saja?" lapor Mitha----yang bertugas di meja terdepan di bagian hotel--- sebagai resepsionis.

Wanita itu kini menghadap bos mudanya yang merupakan keturunan dari bos besarnya, Atmaja. Yang berarti Revan adalah generasi pertama yang akan menggantikan posisi papanya kelak jika telah sampai pada waktunya dan akan menjadi pemimpin baru di perusahaan Star Garden.

"Siapa?" tanya Revan ditengah kesibukan tanpa mengalihkan fokus dari lembar kertas di hadapannya.

"Perempuan itu tidak mengatakan siapa namanya, tapi mengaku sebagai istri Tuan," jawab Mitha.

Lembaran di atas meja segera di tinggalkan. Lelaki berjas hitam itu melewati karyawannya begitu saja membuat Mitha bergegas mengikuti ke luar ruangan.

"Mbak salah lokasi, tidakkah lihat ini sebuah hotel penginapan, bukan lokasi pendaftaran mengajukan diri menjadi kandidat calon istri dari atasan kami!"

"Sebelum mengusir wanita itu, kau yang akan lebih dulu saya usir dari sini." Balas suara dingin familier dari belakang lelaki berprofesi OB, itu.

Sontak lelaki itu membalikkan badan, tercengang mendapati atasan mudanya menyahut pedas.

"Tuan, saya ... mencoba mengusir orang tidak tahu malu ini yang berani mengaku sebagai istri Anda. Maafkan saya," ucap lelaki menundukkan kepala sambil mencengkeram gagang pel.

"Dia istri saya," bohong Revan mengejutkan siapa pun yang mendengar.

"J-jadi wanita ini adalah ...? Maafkan saya! Maafkan atas kelancangan saya sudah mengusir istri, Tuan. S-saya minta maaf!"

"Kembali pada pekerjaanmu. Lain kali sebelum mengusir orang lain pastikan dulu kebenarannya," pungkas Revan.

Ozien mengangguk penuh malu lalu cepat-cepat menarik ember untuk dibawanya ke sudut lain yang belum dibersihkan.

"Apa yang kau tonton? Kembali ke bagian tugas!" ketus Revan mengetahui Mitha berdiri tidak jauh di belakangnya.

Mitha buru-buru manggut berjalan  menuju meja berukuran besar memanjang di seberang sana. Kini menyisakan Revan bersama perempuan yang mencarinya di depan teras hotel.

"Perlu apa ke sini?" tanya Revan melayangkan tatapan sinis.

Perempuan bergelar Caffe populer itu mendengus kesal setelah mendapat perlakuan buruk dari office boy, dan sekarang ditambah lagi dengan sikap sombong lelaki yang dicintainya ini.

"Memangnya enggak boleh mengunjungi kamu ke sini?" sahut Alesya tidak santai.

"Dengan alasan?"

"Aku kangen. Puas?" ungkap Alesya tidak bertele-tele.

"Omong kosong macam apalagi yang kamu katakan hari ini, Ale? kamu kira dengan memberitahukan perasaanmu itu, aku akan luluh dan iba? Benar-benar miris," ejek Revan sedekap dada.

Alesya menelengkan kepala menatap penuh harap pada mantan cintanya yang sudah berubah drastis.

"Perasaanku tetap sama seperti dulu waktu kita pacaran. Sampai detik ini rasa itu tidak pernah berubah, aku mohon Revan, kita ulang kembali hubungan indah dari awal. Perpisahan ini seharusnya tidak pernah terjadi, aku tidak sanggup hidup tanpa kamu, aku mau balikan sama kamu lagi, aku mohon mengerti perasaanku," urai Alesya melangkah maju ingin mengambil kedua tangan Revan.

Tetapi lelaki itu melangkah mundur sehingga Alesya mematung dengan mata menanar.

"Mengemis cinta pada orang yang pernah disia-siakan, bukannya ini sosok lain dirimu? Jangan harap setelah pengkhianatan yang kamu lakukan di masa lalu dapat dilupakan dengan mudah dari ingatanku. Tidak semudah itu. Semua kenangan di masa lalu tetaplah sejarah, sekeras apa pun usahamu untuk mengembalikan rasaku yang telah lama mati, sekarang tidak bisa kamu hidupkan dan dapatkan kembali. Kamu tahu Ale, betapa terlukanya hatiku ketika mengetahui kamu memasukkan laki-laki sialan itu ke dalam kisah cinta kita. Tentu saja saat itu kamu tidak perduli dengan sakit yang kuterima akibat perbuatanmu. Cukup mengenang masa lalu," ada jeda sesaat. "aku sudah menikah, ada hati istriku yang harus selaluku jaga, jika kamu pernah merasakan apa itu patah hati, lupakan diriku, rawat hatimu dari kesedihan. Tanggung jawabku adalah Ayra, masa depanku hanyalah dia, bukan dirimu lagi." Papar Revan panjang lebar, kemudian melenggang masuk meninggalkan Alesya yang dilanda penyesalan.

Di ruang kerja, Revan memijit pangkal hidung dengan rasa pening yang melanda kepala. Kedatangan Alesya secara tiba-tiba hanya untuk mengungkit masa lalu yang pernah ada.

"Ale ingin merusak hubunganku dengan Ayra. Dia sengaja menciptakan kehebohan di kala malam dengan tujuan berusaha membuatku jatuh cinta lagi padanya, argh! Setengah kewarasanku hampir hilang!" Revan mengacak rambut.

Karenamu (End) tahap revisiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora