Suasana berselimut air mata

15 4 0
                                    

"Assalamualaikum, permisi," ucap Revan seraya membelah barisan punggung orang-orang sedang duduk melingkar dalam rumah almarhum.

Ayra turut membungkukkan badan mengikuti jejak suaminya dan berhenti di dalam dapur.

"Bu Asna mana Cha?" tanya Revan kepada gadis berkerudung putih yang tidak total menutup kepalanya.

Icha Anggala. Adiknya almarhum Skala Anggala menitikkan air mata kala ditanya begitu.

"Cha, ada apa? Ibu Asna baik-baik saja?" cemas Revan.

Gadis itu menutup mulut meredam suara tangisan agar tidak ke luar kencang. Revan kebingungan, demikian Ayra yang pertama melihat gadis ini.

"Ibu ... Ibu kena serangan jantung setelah mendapat kabar kak Skala meninggal di rumah sakit, Mas, setelah kepergian almarhum kakak, aku harus kehilangan ibu juga sedangkan bapak jatuh sakit ditinggal ibu," tangis Icha pecah.

"Astagfirullah! Jangan bilang kalau keramaian ini tanda pengiring kepergian almarhumah Bu Asna?" tebak Revan memasang wajah pucat.

"Iya, Mas, keramaian ini hari keduanya ibu pergi sesudah kak Skala," jawab Icha tersedu-sedu.

Merasa takut Ayra memeluk lengan Revan dengan tangan menutup mulut.

"Sayang, tolong peluk Icha, tenangkan dia kalau kamu enggak mau saya yang turun tangan memeluknya untuk menenangkan," kata Revan.

"Tapi aku ..."

"Tinggal peluk. Seperti kamu memeluk saya," sela Revan.

Ragu-ragu Ayra mendekati Icha, memeluknya dengan perasaan canggung dan gadis dalam dekapan membalas hangat pelukan itu.

"Bapak di kamar?" lanjut Revan bertanya.

"Iya, di kamar," angguk Ayra ketika gadis di pelukan cuma mengangguk.

Bergegas mengambil langkah seribu menuju kamar milik orang tua Icha.

Klek.

Revan memasuki kamar berukuran cukup luas, berjalan mendekati bapaknya almarhum Skala dan Icha yang terbaring di tempat tidur.

"Pak .. maafkan saya, tidak mampu menjaga dan menjadi sahabat baik bagi Skala Anggala, akibat musibah yang istri, saya alami, Skala merenggang nyawa dan membuat Bapak sesedih ini," sesal Revan mengambil sebelah tangan Ihsan, mengusapnya pelan.

Pria beranak dua sekaligus ditinggal istri itu, tergerak tangannya mengusap pundak Revan yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri.

"Bukan salahmu, Van, kepergian Skala sudah menjadi takdir dalam hidupnya. Bapak mengikhlaskan Skala, ini bukan salah istrimu, segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini terjadi atas kehendak Allah. Bapak memaafkan mu jauh sebelum kamu meminta maaf karena ini bukan salahmu," ucap Ihsan diiringi lelehan air mata.

"Bapak memaafkan saya?" tanya Revan terisak.

"Tentu."

Revan tersentuh mengagumi hati baik Ihsan yang memiliki dada lapang menerima semua ketentuan--Nya. Revan mendekap Ihsan penuh sesal, andai saja Skala masih di sini, lain lagi ceritanya. Revan tidak menduga, perpisahannya dengan Skala secepat ini.

"Bapak cepat sembuh, saya rindu berbincang banyak hal dengan Bapak seperti waktu lalu. Saya ingin mendengarkan banyak nasehat lagi dari Bapak," tandas Revan menegakkan badan menghapus pelan air mata di pipi Ihsan.

"Inshaa Allah, Bapak berjuang untuk sembuh."

Kembalinya Revan ke dapur sambil menyeka air mata menarik perhatian Ayra dan Icha.

Karenamu (End) tahap revisiWhere stories live. Discover now