XXV

2.7K 200 12
                                    

Disclaimer
Boboiboy © Animonsta Studio
Tantangan kreasi cerita pendek
dari SanPaDonesulo

"Emotional Raindrops"
Brothership | Family | Minor-Angst
Chara : Halilintar, Gempa
a story written by Zevuar
© April 2022

Gempa ingin menangis saja walaupun tangan mungilnya masih tetap bergerak memandu pena itu untuk menari di atas kertas. Dia sudah lelah, bahkan untuk sekedar mengumpulkan kertas-kertas yang berserakan itu saja sudah terasa sukar untuk dilaksanakan.

Sesekali dia melepas kacamata yang bertengger apik di hidungnya; memijat keningnya pelan akibat nyeri yang dirasakan. Sel-sel otaknya bahkan sudah hampir tidak bisa diajak untuk bekerja sama lagi. Otaknya yang sejak tadi sudah memberinya sinyal untuk berhenti namun tidak dihiraukan oleh Gempa.

Laptop di depannya itu pun masih setia menampilkan banyaknya deretan angka yang seakan tidak ada habisnya. Buku-buku catatan miliknya juga terbuka di berbagai halaman sebagai referensi tugasnya kali ini. Hanya saja, semuanya tidak berguna untuk Gempa. Buku-buku miliknya tidak ada yang membantu.

Lagi dan lagi bunyi khas kalkulator kembali terdengar. Gempa bergumam, kembali mengecek tugas itu entah untuk kesekian kalinya. Dia masih berusaha mencari dimana letak kesalahan yang dilakukannya sehingga jumlah akhir tugasnya tidak seimbang.

Neraca miliknya tidak balance, dan itu adalah masalah serius untuk seorang siswa jurusan akuntansi.

Dia menandai satu per satu angka itu, melakukan cross check jawaban dengan soal yang diujikan.

"Kenapa hasilnya nggak balance, sih? Selisih di mana coba?" gerutunya.

Ingin sekali dia merobek kertas itu menjadi serpihan kecil tak berbentuk. Biarkan saja kertas itu berakhir mengenaskan. Kesehatan mentalnya lebih diprioritaskan daripada menjadi beberapa digit angka yang menghilang.

Namun apa daya, dirinya terlalu penasaran dengan hasil akhir tugasnya itu. Dia rela mengikis tingkat kewarasannya demi mendapatkan hasil angka yang seimbang diantara nilai aktiva dan pasiva di laporan neraca miliknya.

"Belum selesai juga?"

Halilintar duduk di pinggir kasur milik Gempa. Menatap sang adik yang masih setia dengan deretan angka yang bahkan jika dilihat sekilas sudah penuh dengan coretan di sana sini.

"Hm," gumam Gempa. Dia terlalu sibuk bahkan untuk sekedar menjawab saudaranya itu. Fokus Gempa hanya tertuju kepada tugasnya.

Halilintar tersenyum tipis. Dia menaikkan kakinya ke atas kasur itu, dia duduk dengan menjadikan headboard itu bantalan punggungnya. Tangannya kembali berkutat dengan benda persegi itu.

"Abang temenin, ya?"

Gempa mengangguk, "iya."

Halilintar kembali tersenyum tipis, "sedikit saran, berhenti sejenak itu nggak salah," ucap Halilintar sebelum mereka benar-benar diam dan melanjutkan kegiatan mereka masing-masing.

"Abang?"

"Hm?"

Gempa terdiam. Apa dia harus bertanya?

"Ada apa?" tanya Halilintar tanpa menoleh.

Gempa masih diam. Pena yang digemgamnya sejak tadi sudah terbaring di atas kertas penuh coretan itu. Pikirannya sudah melayang jauh; membawa dirinya berkelana dengan jutaan hal-hal diluar nalar yang terus-menerus mengusiknya. Hatinya seolah penuh dengan rintik hujan pertanyaan yang entah kenapa membuat dirinya lebih emosional dari biasanya.

Chaos - Oneshot Story | ✔Where stories live. Discover now