13

8.9K 1.6K 36
                                    

Perayaan ulang tahun Clare diselenggarakan secara meriah. Acara sengaja diadakan pada sore hari agar anak-anak bisa menghadiri acara tersebut. Bukan hanya sekadar perayaan bertambahnya usia saja, melainkan kegiatan mempererat hubungan antar-keluarga. Anak-anak sengaja diikutsertakan agar bisa saling mengenal. Hal semacam ini biasa dilakukan guna menjaga hubungan baik beberapa keluarga besar.

Pearl mengenakan gaun ungu berhias opal, sementara Alex mengenakan setelan bernuansa biru tua. Clare memakai gaun satin berhias mutiara. Lalu, Armand memilih setelan hitam yang dipasangkan dengan cravat ungu dan jubah merah. Di antara Aveza yang tampak anggun dan menawan, Ruby berada dalam gendongan Clare. Dia mengenakan gaun kuning berhias pita putih. Rambutnya dikepang dan dihiasi bunga-bunga mungil.

“Sebelum kita menyapa undangan yang ada di taman,” kata Armand. “Aku ingin Ruby mengenakan kalung peninggalan Nicholas.”

Armand menarik ke luar seuntai kalung berhias liontin berbentuk hati dari saku. Dia memasangkan perhiasan tersebut kepada Ruby. Sama seperti nama Ruby, liontin tersebut dibuat dari batu mulia serupa. “Nah, sekarang biarkan Paman menggendongmu.”

Clare menyerahkan Ruby kepada Armand. Setelahnya mereka langsung bergegas menyambut hadirin. Beberapa tamu menghampiri dan mengucapkan selamat kepada Clare. Alex dan Pearl pun menerima pujian mengenai betapa rupawan mereka. Beberapa kali Armand memamerkan Ruby seolah tidak ada anak kecil seimut dirinya di sepenjuru Damanus. Dalam hati Ruby ingin menggali lubang dan menyembunyikan diri.

Pesta yang diselenggarakan Aveza amat mewah. Bermacam makanan berjejer di sepanjang meja yang ditutupi taplak berenda. Simfoni musik mengalun merdu sepanjang jamuan. Bunga-bunga aneka jenis menghiasi taman. Para pelayan sibuk mengedarkan minuman dan makanan ringan. Undangan pun mengenakan busana mewah. Semua orang tampak senang dan saling bertukar kabar terbaru mengenai ibu kota yang ada di Damanus.

“Armand, biarkan anak-anak berkumpul dengan teman-temannya,” Clare menyarankan.

“Ayo, Ruby,” Pearl mengajak.

Sejenak Armand menatap Ruby yang kini mendongak, balas memandang. “Biarkan Ruby bersamaku.”

“Dia butuh teman baru,” Clare mencoba memberi pengertian kepada suaminya. “Kau tidak bisa menghalangi Ruby bersosialisasi.”

“Ayah, ide bagus,” Alex membenarkan tindakan Armand. “Bagaimana kalau biaarkan Ruby bersamaku saja? Aku tidak keberatan menggendongnya.”

Sontak Ruby bergetar. “Hiiik.”

Pearl menepuk lengan Alex, mencoba memperingatkan kakaknya agar tidak menggoda Ruby.

“Armand....”

Dengan enggan Armand menuruti permintaan Clare. Dia menurunkan Ruby, membiarkan Alex dan Pearl menggandengnya serta mengajaknya menyingkir ke tempat yang dipersiapkan khusu bagi anak-anak.

Beberapa undangan tersenyum begitu melihat anak-anak dari Aveza berjalan sembari bergandeng tangan.

*

Rayla adalah orang pertama yang langsung menghampiri Ruby. Sekalipun Alex sengaja menghalangi Rayla mendekat, ia tetap bersikeras mencoba bercakap dengan Ruby. “Halo, perkenalkan aku....” Ucapan Rayla terhenti lantara Pearl mengajak Ruby ke tempat anak-anak perempuan. “Nona Pearl!” Seruan Rayla diabaikan adik Alex. Menyedihkan.

Rayla melirik Alex yang dengan terang-terangan menampilkan senyum cemooh. Di mata Alex Rayla bisa melihat binar kesenangan yang sama sekali tidak ditutup-tutupi.

“Apa?”

“Setidaknya kau bisa berpura-pura simpati,” kata Rayla.

Kini mereka berdua berdiri di samping meja. Beberapa anak yang usianya lebih muda mulai bermain bersama, sementara anak-anak yang sepantaran dengan Pearl memilih duduk dan menunggu acara hingga selesai. Rayla hanya mengenali beberapa nama, tetapi dia tidak berniat menyapa. Sebagian dikarenakan anak-anak tersebut tidak tertarik mendekat, seolah orangtua mereka memaksa mereka dengan cara menyeret dan mendudukkan mereka di kursi.

Bukan rahasia umum bila orangtua memanfaatkan anak mereka membina kedekatan dengan keturunan Aveza. Pearl, walau masih hijau, telah memperlihatkan tanda-tanda mewarisi kecantikan Lady Clara. Pastilah menguntungkan bila bisa mendekati Pearl di masa depan. Itu terlihat dari cara anak lelaki memandangi Pearl. Sebagian anak-anak tersebut merupakan putra kedua atau anak yang tidak akan mewarisi pangkat ayah mereka. Dengan kata lain, mereka harus mencari cara agar bisa mendapatkan gelar dan nama baik. Bahkan di usia yang terbilang muda pun anak-anak tersebut telah memikirkan masa depan sebaik orang tua pada umumnya.

Lain Pearl, maka beda cerita lagi dengan Alex. Meskipun Rayla tahu bahwa tidak sedikit lady yang menaruh hati kepada Alex, tetapi mereka kebanyakan tidak berani memulai pendekatan dikarenakan karakter Alex. Bila Rayla masih bersedia meladeni basa-basi, maka Alex cenderung frontal mengungkapkan opini kepada lawan bicara. Bila bukan karena nama besar Aveza, maka sudah pasti Alex mendapat cap buruk dalam masyarakat.

“Kau pasti ingin menggendongnya, bukan?” Alex menggoda, mulai menyentuh luka dalam diri Rayla. “Kau pasti bertanya-tanya rasanya memeluk Anak Ayam-ku, bukan?”

Rayla tidak keberatan berduel melawan Alex. Akhir-akhir ini Alex makin tidak tahu diri. “Apa Putra Mahkota sudah tiba?” tanyanya mencoba mengalihkan pembicaraan. “Tidak mungkin kalian mengabaikan keluarga kerajaan, bukan?”

Sekarang pandangan Rayla menyapu sekitar. Dia bisa melihat Pearl tengah bercakap dengan anak perempuan bergaun merah. Ruby tampak mungil dan sepertinya setiap anak perempuan mulai menawari Ruby dengan manisan. Melihat itu membuaat Rayla menyunggingkan senyum.

“Pasti kau ingin menyuapi adikku, bukan?” Sekali lagi Alex menguji kesabaran Rayla.

Sembari mendengus Rayla menyisir rambutnya menggunakan jemari. Dia tidak habis pikir dengan kegemaran Alex memamerkan Ruby. Dari Count Veremon akhirnya Rayla mengetahui bahwa Duke Aveza tengah mengajukan permohonan kepada kerajaan terkait surat kelahiran Ruby, yang ternyata merupakan putri dari Sir Nicholas. Di masa depan bisa saja Aveza menggunakan Ruby sebagai alat tukar; menjodohkannya dengan keluarga tertentu. Namun, kemungkinan itu amat tipis, nyaris nihil.

Sejauh ini Rayla mengenal Aveza sebagai keluarga dengan reputasi bersih. Belum pernah dia mendengar kabar perselingkuhan maupun korupsi. Kecuali, tentunya, sedikit kabar minor dari Sir Nicholas.

“Aku berharap Putra Mahkota tidak datang,” kata Alex sembari meraih gelas berisi jus anggur. “Dia menyebalkan.”

‘Kalian berdua setipe,’ kata Rayla dalam hati. ‘Mengesalkan sampai ke tulang sumsum.’

Ruby mulai berlari, mencoba menghindari gadis bergaun merah. Tampaknya mereka tengah bermain. Anak-anak gadis itu tertawa, riang, dan mulai menyemangati satu sama lain agar jangan sampai tertangkap. Pearl langsung bersembunyi di balik rumpun mawar.

“Lady Ruby, tertangkap!”

Si anak gadis bergaun merah berhasil menangkap Ruby. Sekarang Ruby bertugas sebagai pencari.

“Jangan,” Alex melarang, “mencoba ikut bermain.”

“Aku tidak memikirkan ingin ikut bermain.”

“Tapi,” Alex mengoreksi, “kau berniat ingin ditangkap Ruby!”

Rayla tidak habis pikir. Dia murni mengagumi anak kecil, tanpa ada maksud apa pun.

“Lima tahun,” kata Alex. “Kau terlalu tua bagi Ruby.”

Entah mengapa Rayla merasa Alex tengah berperan sebagai orangtua yang berusaha menghalangi pernikahan putrinya. Sejenak terbit ide meninggalkan Alex dan mengejar Ruby, tetapi ide itu langsung pudar begitu Rayla teringat peringatan Count. “Jangan mengusik macan tidur.” Begitulah bunyi peringatan tersebut.

***
Selesai ditulis pada 12 Mei 2022.

***
Selamat membaca.

Salam hangat,

G.C

Only for Villainess (Tamat)Where stories live. Discover now