14

8.9K 1.6K 20
                                    

Matahari menebarkan cahaya berwarna keemasan, membuat segala sesuatu yang tertimpa kehangatannya diselimuti oleh nuansa lembut. Sebuah kereta kencana berhenti tepat di gerbang Aveza. Ada lambang Kerajaan Damanus yang terpeta di bagian pintu kereta yakni, ular hitam tengah membelit pedang. Penjaga gerbang mempersilakan kereta melaju ke dalam. 

Kusir menghentikan laju kereta. Salah satu kesatria Aveza membuka pintu wagon. “Selamat datang, Yang Mulia,” kata Kepala Pelayan keluarga Aveza.

Sesosok pemuda berusia tiga belas tahun pun ke luar dari dalam wagon. Dia memiliki rambut berpotongan pendek. Sinar matahari sore membuat warna rambut pemuda itu terlihat ungu pekat. Ada tahi lalat di bawah mata kiri dan pada telinga kanan ia mengenakan anting berbentuk bulan sabit hitam. Pakaian yang ia kenakan pun amat mewah. Setelan bernuansa gelap dihias permata dan pada cravat-nya yang berwarna ungu gelap—sama seperti warna rambutnya—terpasang bros berbentuk ular hitam.

Sislin Delacroix. Putra mahkota Kerajaan Damanus.

Kepala Pelayan mengantar Sislin menemui tuan rumah. Di belakang Sislin pengawal istana membawa hadiah yang akan diberikan kepada Madam Clare, istri Duke Aveza. Suasana begitu ramai. Musik dan percakapan membaur. Aroma anggur pun menguar bersama wangi bunga.

Begitu melihat Sislin, undangan pun diam—mengabaikan santapan maupun percakapan. Mata mereka terfokus kepada sosok Sislin yang kini berdiri di hadapan pasangan Aveza.

“Selamat datang, Yang Mulia,” Armand menyapa. “Terima kasih Anda bersedia datang mewakili Baginda.”

Ujung bibir Sislin naik, membentuk seulas senyum yang membuat parasnya tampak anggun dan memikat. “Saya mengantarkan hadiah dari Baginda untuk Madam Clare. Beliau juga menyampaikan ucapan terima kasih atas kerja keras Madam Clare menyelesaikan permasalahan di perbatasan.”

“Sudah sepantasnya saya membantu kerajaan,” Clare menimpali.

Pengawal istana menyerahkan hadiah kepada Clare. Di hadapan umum dia langsung membuka kotak mungil yang ternyata menyimpan sebutir permata hijau bertuliskan rune.

“Amulet pelindung,” Sislin menjelaskan, “Baginda sangat mencemaskan keselamatan Madam. Beliau berharap hadiah mungil tersebut bisa menjaga Madam dari ancaman apa pun.”

Bukan sembarang amulet, hadiah yang diberikan kerajaan merupakan salah satu benda yang sulit dibuat. Dikarenakan batu yang diambil merupakan jantung naga yang amat langka. Keterpanaan tampak jelas di wajah pasangan Aveza. Bahkan hadirin pun tidak bisa menyembunyikan kekaguman mereka terhadap hadiah yang diterima Clare.

“Terima kasih,” kata Clare. “Saya tidak mungkin sanggup membayangkan Baginda bersedia memberikan hadiah yang begitu berharga.”

Setelah bertukar salam, Sislin memutuskan untuk beristirahat sejenak. Dia memilih taman yang digunakan anak-anak. Bila dia berada di antara orang dewasa, maka besar kemungkinan ia akan berakhir melakukan percakapan membosankan yang ujung-ujungnya mengenai politik dan peluang bisnis bersama pihak kerajaan.

Anak-anak langsung menyingkir begitu Sislin muncul, membiarkannya duduk sendirian ditemani pengawal.

Sebenarnya Sislin tidak keberatan, dia justru berterima kasih. Namun, tentu saja ada beberapa anak perempuan yang mencoba mendekat, terutama anak perempuan seusia dirinya. Posisi putri mahkota masih kosong, tidak menutup kemungkinan salah satu dari anak-anak bangsawan yang tengah berkumpul di sini merupakan jodoh masa depan Sislin.

Beberapa kali Sislin menyambut percakapan yang datang kepadanya, tetapi dia memilih segera menutup percakapan bila dirasa arah pembicaraan mulai tidak nyaman. Pengawal akan menyelesaikan urusan Sislin mengusir tamu tidak diundang.

Sislin mengedarkan pandangan, memperhatikan beberapa anak gadis yang tengah bermain. Sebenarnya bukan hanya anak gadis, melainkan anak laki-laki pun turut bermain. Tampaknya salah satu kesatria Aveza yang bertanggung jawab sebagai pengawas anak-anak ikut terseret dalam permainan. Buktinya lelaki itu tengah mencari anak-anak yang bersembunyi sembari terkikik. Namun, tatapan Sislin terfokus kepada pewaris Aveza dan Veremon yang kini tengah adu mulut. Keduanya sepertinya tidak menyadari kehadiran Sislin, atau terlalu larut dalam pertikaian yang hendak didamaikan oleh beberapa anak lelaki. Bahkan dalam acara demikian pun perkelahian antar-anak-anak bisa saja terjadi.

“Nona Ruby?”

Alih-alih mencari anak-anak yang jelas persembunyiannya bisa ditebak, kesatria itu terfokus mencari satu nama saja. Bahkan Pearl pun ikut serta mencari anak yang dipanggil dengan nama Ruby. Mendengar nama Ruby disebut, pertikaian antara Alex dan Rayla pun terhenti. Mendadak semua anak fokus mencari Ruby.

“Siapa Ruby?” Sislin bertanya kepada pelayan Aveza yang berada di dekatnya.

Sislin tahu beberapa nama anak petinggi di Damanus. Namun, baru pertama kali ini dia mendengar anak bangsawan bernama Ruby.

Pelayan itu pun menjawab: “Nona Ruby merupakan keponakan Duke Aveza.”

Ah.... Akhirnya Sislin mengerti. Beberapa hari ini Duke Aveza meminta tolong kepada Raja agar membantu memudahkan Aveza mengurus nama keluarga. Ada desas-desus yang beredar terkait anak tersebut. Bahwa Sir Nicholas memiliki anak di luar hubungan nikah dan Duke Aveza berusaha menyelamatkan anak tersebut.

Sislin membuat gestur menggunakan tangan agar pelayan tersebut pergi meninggalkannya. Dia memperhatikan anak-anak Aveza yang berusaha menemukan sepupunya.

Jemari Sislin mengetuk-ngetuk meja, tanpa sengaja menjatuhkan salah satu peralatan makan. Dia menunduk, melihat benda apakah yang jatuh, dan matanya menangkap kehadiran gadis cilik bergaun kuning tengah bersembunyi di bawah meja, tepat di dekat kakinya.

“Shhhh,” kata gadis itu sembari menempelkan telunjuk di bibir.

Bagi Sislin gadis cilik itu terlihat seperti berusia lima tahun. Sepasang mata yang membulat sempurna ketika berpandangan dengan Sislin. Gadis ini benar-benar berbeda dengan Aveza.

Pada dasarnya Aveza terkenal sebagai seorang petarung. Bukan rahasia lagi bila mereka memiliki tubuh tegap dan aura mengancam. Namun, bocah ini berbeda. Dia lebih mirip kelinci di antara hewan buas. Lembut. Tidak mengancam. Sama sekali bukan Aveza, pikir Sislin.

“Ruby!” Alex memanggil.

Ruby memberi kode kepada Sislin agar lekas mengabaikan dirinya. “Jangan lihat ke bawah,” katanya, lirih. Pengawal yang berdiri di belakang Sislin pun berusaha menahan tawa, otot di wajahnya mulai berkedut.

“Kenapa?” Tentu saja Sislin tidak serta-merta menuruti permintaan Ruby. “Siapa kau?”

Wajah Ruby makin merah seperti tomat. “Tolonglah....”

“Kau keponakan orang sekelas Duke Aveza?”

Ruby menelengkan kepala. Kerutan di dahinya makin bertambah.

“Aku tidak menyangka ada Aveza yang tidak menggigit,” Sislin menambahkan. “Biasanya mereka garang dan berbahaya. Namun, kau lebih mirip kelinci.”

Alih-alih menanggapi komentar Sislin, Ruby memilih mundur, menjauh.

‘Kau ingin melarikan diri?’ Sislin menertawakan sikap Ruby. Biasanya anak gadis akan mencoba mencari perhatian ketika melihatnya, tetapi yang satu ini justru memilih kabur.

Merasa tertantang, Sislin pun menunduk, ikut masuk ke bawah meja. Sekarang mereka berdua berada di tempat yang sama.

“Pergi,” Ruby mendesis sembari menggerakkan tangan, mencoba mengusir Sislin.

“Jadi, kau Ruby? Mengapa kau bersembunyi di bawah sini?”

Ruby memutar bola mata. Tidak menjawab.

Setiap kali Sislin mendekat, maka Ruby akan menjauh hingga akhirnya dia memilih ke luar dari meja, yang tentunya diikuti oleh Sislin.

Belum sempat Sislin melontarkan pertanyaan, suara lantang milik Alex menggema: “Ruby!” ... dan dia pun meraih Ruby, memisahkannya dari Sislin.

***
Selesai ditulis pada 13 Mei 2022.

***
Selamat membaca.

Salam hangat,

G.C

Only for Villainess (Tamat)Where stories live. Discover now