28

6.9K 1.3K 53
                                    

Carlos bisa bernapas lega ketika esok paginya Ruby telah sehat. Padahal dia berencana memanggil penyembuh yang bekerja di kerajaan dan memohon pertolongan. Namun, itu sudah tidak penting. Ruby sehat dan kembali seperti sedia kala. Termasuk hobinya mengamati kesatria Aveza yang berparas menarik.

Sekarang Ruby tengah bermain susun balok. Natalie dengan sabar menunggui Ruby yang duduk di karpet. Gadis cilik itu mengenakan gaun merah dengan hiasan bunga-bunga ungu tua dan sepasang sepatu merah. Rambut Ruby dikepang menyamping. Sangat menggemaskan.

Adapun yang aneh hanya keberadaan gagak mungil yang kini sibuk mematuki anggur dari cawan buah. Sama sekali tidak tertarik dengan kehadiran manusia di sekitarnya. Carlos hendak mengusir gagak tersebut, tapi dihalangi Ruby. “Jangan, dia teman,” katanya.

Alex dan Pearl wajib berlatih pedang karena ibu mereka menghendaki latihan dasar diterapkan untuk Pearl. Alex hanya sedang tidak beruntung karena ikut terseret kewajiban menemani adiknya. Armand mendapat panggilan dari kerajaan dan harus mengikuti rapat, sementara istrinya mendapat undangan minum teh dari salah satu rumah besar. Hanya Carlos yang bebas.

“Kakek,” Ruby memanggil. Dia menunjuk balok. “Sini. Sini!”

Carlos duduk bersila di depan Ruby. Pada dasarnya Ruby seharusnya berlatih ilmu tata negara dan politik, sayang perkembangan tubuh dan jiwa Ruby sepertinya tidak mengikuti laju manusia pada umumnya apalagi Aveza. Jarga berkata bahwa itu bukan masalah besar, tapi Carlos tetap saja merasa tersengat.

Andai Ruby tumbuh besar langsung di tangan Aveza, maka dia takkan mengalami penderitaan....

“Kakek.”

Panggilan Ruby mengenyahkan lamunan Carlos. “Ya,” jawabnya.

“Ayah masih hidup.”

Carlos tersenyum. Bukan jenis senyum bahagia, melainkan senyum miris. Dia berpikir anak kecil memang selalu membayangkan orangtua mereka lengkap dan sempurna—ada bersama mereka. Namun, dia tentu tidak sanggup melunturkan imajinasi cucunya.

“Ya, Ruby.”

Ruby menggeleng, menunjuk pergelangan tangannya yang berhias tato jalinan melati hitam. “Cerkho bilang Ayah masih hidup.”

Cerkho, dewa kegelapan. Sebagian manusia mengasosiasikan Cerkho dengan monster dan makhluk pengisap darah. Adapula yang meyakini Cerkho sebagai kunci kebenaran yang membimbing sebagian orang suci menuju keselamatan dan pengetahuan tanpa batas.

Saint Magda telah memperingatkan mereka bahwa Ruby memiliki potensi sebagai penerus saint. Namun, menjadi bagian dari kuil merupakan kehidupan paling merana yang bisa dialami anak bangsawan mana pun. Bergabung sebagai pelayan dewa dan dewi berarti kehilangan hak menikmati pelayanan dan kekayaan. Carlos jelas tidak menyukai wacana Ruby duduk dan membiarkan Kepala Pendeta mengatur masa depannya.

Akan tetapi, bila Cerkho benar-benar memperlihatkan diri.... Oh Carlos teringat bahwa semalam dia tidur nyenyak. Amat pulas. Bukan dia saja, melainkan semua penghuni Aveza mengalami hal serupa termasuk Armand. Ini bisa berarti satu hal.

“Nah, Ruby. Tolong jelaskan kepada Kakek.”

Maka Ruby pun mulai bercerita mengenai kunjungan Cerkho, Ghuya, dan sejumlah informasi yang dituturkan sang dewa. Ruby bicara terpatah-patah, kadang tidak lancar sehingga Carlos perlu bersabar dan menduga keseluruhan informasinya.

“Cerkho sendiri yang mengatakan kepadamu?”

“Uuuung,” jawab Ruby yang disambut koakan gagak. Burung itu sekarang tergeletak di meja, perut membuncit, dan tampak bulat. Semua anggur telah habis dilibas olehnya, menyisakan biji yang entah bagaimana berhasil dimuntahkan.

Only for Villainess (Tamat)On viuen les histories. Descobreix ara