38

5.6K 1.1K 30
                                    

Begitu pagi menjelang, Armand dan Nicholas meminta audiensi dengan Raja Rudolph. Berhubung ini Duke Aveza, maka meminta pertemuan dengan Raja Rudolph bisa disegerakan. Hanya tinggal sehari saja sebelum keberangkatan Nicholas. Sedetak pun tidak boleh sampai sia-sia. Mereka mungkin tidak bisa mengumpulkan penyihir dalam jumlah besar, setidaknya bisa mencapai kuota yang dibutuhkan untuk menumbuhkan ash dan mawar hitam, tapi ada alternatif lain yang Jarga bisa usahakan.

Raja Rudolph, lantaran dini hari menerima permintaan temu dengan Aveza, hanya mengenakan jubah tidur dan mempersilakan Nicholas serta Armand menemuinya di ruang baca. Pelayan pun mempersiapkan sarapan untuk tiga orang. Menu terdiri dari telur mata sapi, bacon, kacang polong rebus, kentang tumbuk, dan beberapa makanan pelengkap.

“Sir Nicholas, aku harap kedatanganmu di depan pintu rumahku ini tidak ada kaitannya dengan penolakanmu memenuhi permintaanku,” kata Raja Rudolph sembari memotong bacon. “Aku pasti sangat kecewa dan jangan tanya perihal pembalasan Ratu.”

Mereka bertiga duduk, tidak ada satu pun yang terlihat riang. Mungkin Raja Rudolph saja yang sedikit lebih riang (kecuali bila dihadapkan dengan permintaan sejumlah bangsawan dan pajak serta urusan kerajaan yang tiada habisnya. Menjadi raja dalam hal semacam ini, urusan pajak, tidak ada nikmatnya).

“Baginda,” Armand memulai. “Saya ingin menyarankan alternatif baru agar Anda tidak perlu pening memikirkan perihal serangan monster ke depannya.”

“Monster membuat panen gandum dan kentang menurun,” ujar Raja Rudolph. Sejenak dia mempertimbangkan tidak menghabiskan makanan karena perutnya terasa membatu dan sulit mencerna apa pun. “Sebagian monster memiliki keberanian merangsek masuk ke hunian manusia. Bila itu terjadi, andai monster memutuskan lepas dari hutan dan menganggap menyantap manusia adalah pilihan bagus, maka kita pasti harus memaksa sejumlah kesatria mengamankan kota raja.”

Skenario terburuk: Menumbalkan rakyat yang tinggal di pinggiran Damanus.

Nicholas menelan potongan telur mata sapi. Usai minum dan menyegarkan tenggorokkan, ia berkata dengan keyakinan yang mengagumkan, “Baginda, Anda tidak perlu risau. Saya berpengalaman dalam hal menebas monster kelas apa pun. Yang hidup di Hutan Bencana tidak ada apa-apanya dibandingkan penghuni Ghuya.”

“Kau memang berbakat,” Raja Rudolph menyetujui. “Ingatlah, Sir. Aku bukan hanya memercayakan kekuasaan kepadamu, melainkan nyawa sejumlah orang yang akan berarak menuju maut di tanganmu. Tidak ada kegagalan. Hanya kemenangan. Itulah yang perlu kau ingat baik-baik.”

“Tentu,” Nicholas menyanggupi. Sekarang dia meletakkan pisau dan garpu di samping piring. “Saya ingin mengajukan permintaan terkait keberangkatan saya.”

“Katakan,” Raja Rudolph mempersilakan.

“Pertama, saya ingin meminta sejumlah kesatria dipersenjatai dengan bubuk dan saripati ash maupun mawar hitam.”

“Kedua tanaman tersebut tidak disukai monster mana pun,” Armand menjelaskan. “Penyihir Jarga bersedia memberikan kesaksian.”

Raja Rudolph mengangguk-angguk. “Jadi, kalian ingin aku memperlengkapi mereka dengan perlindungan tambahan?”

“Bukan hanya itu,” kata Nicholas. “Saya berharap Anda bersedia menanam sejumlah ash dan mawar hitam di pinggiran serta daerah di Damanus yang berisiko diserang monster.”

“Sebaiknya Anda meneliti ulang daerah-daerah yang masih aman dan membandingkannya dengan area yang diincar monster,” Armand menyarankan. “Daerah yang ditumbuhi oleh ash maupun mawar hitam sama sekali tidak disentuh monster. Lalu, apa Anda ingat tanaman apa yang tumbuh mengelilingi Hutan Bencana?”

“Ash,” jawab Raja Rudolph, tergugu. Sekarang dia mengabaikan sarapan dan fokus kepada kedua Aveza. “Menumbuhkan ash dan mawar hitam dalam sekejap bukan pekerjaan mudah. Hanya saint dan Penyihir Agung saja yang sanggup melakukan hal yang sedemikan.”

“Ya,” Armand membenarkan. “Ash merupakan pohon keramat, begitupula mawar hitam. Penyihir bisa memanipulasi tanaman mana pun, kecuali ash dan mawar hitam. Sedari dulu dewa dan dewi menyukai barang yang dianyam dan dibuat dari ash maupun mawar hitam.”

“Akan tetapi,” Nicholas menyahut. “Tanaman tersebut mulai punah. Terutama mawar hitam. Kepala Pendeta, setahu saya, meminta menebang ash dalam jumlah banyak dengan alasan persembahan. Namun, tidak satu pun saya pernah melihat benda-benda tersebut disalurkan ke orang-orang yang membutuhkan. Sepuluh tahun lalu, Baginda. Anda pasti ingat. Kepala Pendeta, August Sika, memerintahkan persembahan atas nama Semoa’, dewa kekayaan dan kemakmuran, dengan alasan agar memberkati Damanus.”

Kerutan mulai terbentuk di kening Raja Rudolph. Dia berusaha memeras setiap keping ingatan yang tertancap di benak. ‘Benar,’ katanya dalam hati. ‘Tidak ada laporan lanjutan mengenai keberadaan sejumlah ash yang ditebang.’

“Ada kemungkinan pohon-pohon tersebut dikirim di luar Damanus,” Armand menguatkan kecurigaan Raja Rudolph terhadap August Sika. “Anda pasti paham bahwa kerajaan lain sangat menghargai ash yang tumbuh di Damanus. Itu tidak menutup sejumlah bukti transaksi Kepala Pendeta dengan salah satu count. Saya bisa membantu Anda mengusut dan membereskan tikus yang bersarang di ladang, sementara adik saya membereskan monster yang mencoba mencaplok Damanus. Semua pihak sama-sama diuntungkan, Baginda.”

“Kau ingin aku memenjarakan Kepala Pendeta?” tebak Raja Rudolph. “Kau tahu posisinya bukan karena aku yang memberi wewenang. Saint dan posisi pemimpin umat adalah hal yang tidak boleh dicampuri petinggi mana pun.”

“Tidak boleh dicampuri,” Nicholas mengoreksi, “bukan berarti tidak bisa diakali.”

“Agar ular bersedia keluar dari sarang,” Armand menjelaskan dengan nada suara yang terdengar amat beracun hingga membuat Raja Rudolph menggigil. “Kita bisa mengasapi lubang tempat ular bersarang. Dia akan terpaksa keluar dan saat itu saya bisa memenggal kepala dan memastika Anda bersih, Baginda.”

“Duke Armand, bagaimana bila yang kita hadapi bukan ular melainkan hama pengerat yang selalu membangun sarang mereka dengan dua jalan keluar?” Raja Rudolph memperingatkan. “Seseorang harus menemukan akses dan cara hama itu menyelamatkan diri, barulah kau bisa sesumbar.”

“Kalau begitu biarkan aku menyingkirkan mereka semua secara perlahan,” Armand menawarkan diri. “Ibuku tewas karena kelicikan salah satu petinggi Anda. Apa Anda ingat? Dia bahkan hampir menyingkirkan Anda dan menawarkan posisi tertinggi kepada sepupu jauh Anda? Saya hanya ingin membalas perbuatan musuh. Itu saja.”

Baik Armand maupun Nicholas, keduanya memiliki bara api dalam kedua mata mereka.

Raja Rudolph tahu bahwa setiap Aveza mewakilkan Zeptus, dewa perang, ataupun Arkhas, dewa kekuatan. Membuat Aveza sebagai musuh tidak ada bedanya dengan membangunkan macan yang tengah tidur. Seseorang telah berani mengusik Aveza. Seseorang yang sama ... dia yang juga ingin menurunkan Raja Rudolph dari singgasana. Sekarang dia, musuh itu, tengah bersembunyi. Kemungkinan besar ingin mengusung putra guna menggeser posisi Sislin, Putra Mahkota.

‘Tidak boleh dibiarkan,’ Raja Rudolph menggeram dalam hati.

Dia hampir kehilangan nyawa ketika melindungi Sislin dari percobaan penculikan. Akibat ‘orang itu’ pula Melinda menjadi mandul. Racun jahanam telah dituang ke dalam minuman. Melinda meneguk racun dan kehilangan anak kedua. Memang benar Melinda tidak memperlihatkan kehilangannya di hadapan Raja Rudolph, tetapi ia pun tahu bahwa istrinya benar-benar merasa kehilangan.

“Aku akan mencoba memberi bantuan,” Raja Rudolph menyanggupi. “Kau pun harus membalaskan sakit hatiku.”

Kesepakatan terbentuk.

***
Selesai ditulis pada 10 Agustus 2022.

Ruby babnya panjang. :”) Hiks. Ini karena saya pengin nggak perlu nulis bab rahasia. Hiks. Sekalian saja saya buat dari telur ampe jadi induk ayam. Hohohohoho.

Ayo, tolong temani saya nulis sampai tamat! Hiks. I love you, teman-teman.

Salam hangat,

G.C

Only for Villainess (Tamat)Where stories live. Discover now