59

3.5K 771 35
                                    

Kediaman Aveza digegerkan oleh Nicholas. Penyebab utama dari pemicu perdebatan di antara ketiga pria Aveza ialah, keputusan Nicholas pindah. Andai Nicholas saja yang pindah maka baik Armand maupun Carlos pun takkan ambil pusing. Mereka berdua akan dengan senang hati mempersilakan Nicholas menjalani kehidupan jenis apa pun sesuai kehendak hati. Namun, beda cerita ketika Ruby turut serta menjadi bagian orang yang ikut pindah bersama Nicholas.

“Apa maksudmu membawa Ruby pindah bersamamu?”

“Tentu saja karena aku ini ayahnya, Ruby jelas harus ikut denganku,” Nicholas menjawab pertanyaan Carlos. “Aku sudah memiliki gelar dan tanah. Bukan orang miskin!”

“Otakmu masih kuanggap tidak canggih,” Armand menyindir, gemas ingin membanting adiknya yang kini duduk congkak seperti monyet rimba tengah memamerkan kedaulatan. “Kau pikir membesarkan anak itu hanya perlu gelar dan tanah?”

“Aku bisa menyewa pengajar dan pengasuh,” Nicholas tidak mau kalah, “sekalian saja aku ingin dia lepas dari pengaruh buruk di keluarga kita.”

“Apa kau sedang mengutuk ayah dan mendiang ibumu, Nak?” Carlos merasa putranya tengah melakukan tindakan tidak terpuji. “Siapa yang kaumaksud dengan pengaruh buruk? Aku ini kakek kesayangan Ruby!”

Ketiga pria Aveza saling adu argumen. Tidak ada yang ingin mengalah.

“Kondisi Ruby tidak sama seperti Alex maupun Pearl,” Armand mencoba memberi penjelasan untuk mengurungkan niat Nicholas membawa Ruby. “Dia bahkan tidak bisa berbicara selancar bocah seusianya, delapan tahun. Jangan lupakan peringatan Jarga maupun Saint Magda: Ruby tidak boleh jatuh ke tangan orang buruk. Apa kau lupa dengan August Sika atau aku perlu membandingkanmu dengan Ilya Zeni, ketua paladin?”

“Jangan sebut nama bedebah itu!” Nicholas naik pitam, kentara tidak suka Armand menyinggung keberadaan Ilya Zeni. “Dia hanya seorang paladin.”

“Ketua,” koreksi Carlos sembari memijat tengkuk leher, tanda-tanda akan mengalami tekanan darah.

“Aku tetap akan membawa Ruby pindah,” Nicholas memutuskan, telak. “Lagi pula, bukankah seharusnya Ayah juga pulang ke Provinsi Zubar? Lantas mengapa Ayah masih di sini?”

Seorang pelayan menuangkan teh baru ke cangkir Carlos. Ini merupakan teh yang kedua.

“Apa kau paham mengenai pajak dan tata cara mengelola bisnis?” tanya Armand seraya memamerkan senyum licik. “Memangnya kau benar-benar paham posisi count dalam jenjang pemerintahan?”

“Laknat! Aku tidak sebodoh dugaanmu,” Nicholas membela diri. “Kaupikir pendidikan yang selama ini aku tempuh tidak ada artinya sama sekalikah?”

“Aku hanya melihat kebodohanmu saja, Nak.”

“Aku berhasil melindungi peziarah selama melakukan perjalanan suci.” Nicholas mengabaikan sindiran Carlos.

“Pendeta Sofia pasti terkena kutukan sampai bersedia mengabaikan posisi saint,” Armand mengeluh. “Ayah, mari kita ajukan keberatan kepada Raja Rudolph agar adikku yang bodoh lagi tengil ini tidak bisa membawa Ruby keluar dari Provinsi Maythem.”

“Ide bagus, Armand,” Carlos menyetujui.

“Hei! Dia anakku! Putriku!”

“Dan kau merupakan putraku yang paling bodoh, dasar tidak tahu diri,” Carlos menyerang. “Kau kira aku tetap ada di sini karena tidak ada pekerjaan? Salah. Justru aku terpaksa menerima pekerjaan tambahan. Raja Rudolph menginginkan jaminan keamanan demi keluarganya.”

“Apa kauingat dengan Duke Vincent Khosrow?”

“Kerabat jauh Raja Rudolph,” Nicholas menjawab pertanyaan Armand. “Apa gunanya kita ikut dalam permainan takhta?”

Only for Villainess (Tamat)Where stories live. Discover now