#20 - gold card?

6K 679 131
                                    









"D-daddy..." Hobin mengerang frustasi. Jinho menaruh kakinya dipundak, mengangkat pinggangnya dengan kedua tangan dan menghantamkan penisnya berkali-kali ke lubang kecil milik Hobin.

Lubangnya sudah memerah sejak tadi dan Jinho masih belum puas juga. Matahari sudah hampir tenggelam, yanh artinya sudah belasan jam dirinya melakukan itu dengan Jinho.

Dia lapar dan lelah, kakinya juga sudah tidak berasa lagi,

Tapi Jinho masih bersemangat melakukan seks dengannya.

Saat Jinho cum lagi entah untuk yang keberapa kalinya, cairan itu tidak masuk ke lubangnya Hobin dan langsung keluar bersama sisa-sisa cairan yang lain membasahi sofa apartemen itu.

Jinho memperhatikan itu dengan ekspresi yang menyebalkan, sepertinya dia suka melihat pemandangan mesum itu, dan alih alih selesai, dia malah menginginkannya lagi.

Hobin dengan susah payah menaruh kakinya di dada Jinho saat pria itu berusaha mendekatinya lagi. Ekspresinya menunjukkan bahwa dia tidak kuat lagi, tapi sepatah katapun tidak keluar dari bibirnya,

"Kenapa?" Tanya Jinho, tanpa dosa.

"Ayo... sudahi..." ucapnya, susah payah.

"Apa?" Jinho tertawa kecil sembari mengacak rambutnya dengan sedikit cepat. "Maaf, satu ronde lagi bagaimana?"

"Capek..."

"Maaf..." Jinho membelai kaki Hobin dan menggenggamnya dengan lembut. Dia mencium kakinya yang kecil dan mulus itu, kemudian menjilatinya pelan, membuat Hobin mau tak mau kembali terangsang.

Apalagi saat Jinho mencium kakinya dari ujung, semakin mendekat kedalam kakinya.

Jinho melebarkan kaki Hobin, lalu mengelus pahanya dengan sayang. Hobin hanya bisa pasrah saat kakinya dibuka lebar dan kemaluannya yang sudah layu sedikit demi sedikit kembali meninggi saat Jinho mencium paha dalamnya.

Ciuman itu berubah jadi gigitan, hingga Hobin mau tak mau mendesah lagi saat Jinho melahap habis pahanya. Lidah biadab itu terus naik sampai keatas paha Hobin,

Dan Jinho menggenggan penis kecilnya tanpa ragu.

"Ah...." Hobin memegang bahu Jinho, dengan frustasi.

Sementara pria itu, seperti menemukan harta karun kemudian mengangkat pinggang Hobin mendekat ke wajahnya. Meski Hobin sudah menebak apa yang ingin dilakukan Jinho, dia tetap saja kaget ketika pria itu menyentuh lubangnya dengan lidah biadab itu.

"Umph!! Angh..." Hobin menggenggam rambut Jinho saat merasakan lidah brengsek itu menelusup masuk kedalam lubangnya. Bunyi hisapan terdengar jelas dari sana, tanda bahwa Jinho menghisap analnya dengan kuat tanpa ragu sama sekali.

Dia memerhatikan wajah Jinho yang tenggelam di bokongnya, kemudian muncul kembali dengan benang cairan putih dilidahnya.

Jinho tersenyum saat melihat Hobin memerah malu. Jinho mengeluarkan sisa-sisa pelepasannya sendiri didalam tubuh Hobin dengan cara menghisapnya keluar.

Jari jarinya masuk dan membuka lubang itu lebih besar lagi, hingga lidah Jinho bisa masuk lebih dalam dan menghisap sisa-sisa pelepasannya lagi,

Membuat Hobin berteriak dengan rasa nikmat dan geli yang bercampur aduk, ah,

Rasanya mendengarnya berapa kalipun Jinho tidak bosan. Entah kenapa desahan dan teriakan Hobin malah merangsangnya habis-habisan. Padahal biasanya dia akan langsung menendang keluar partner seksnya jika mengeluarkan suara yang berisik.

"D-daddy... cukup. Itu jorok."

"Bagian dalammu berbau bunga. Sepertinya kau sudah mempersiapkan dirimu untuk di jamah, lalu kenapa sekarang malu malu?" Tanya Jinho, iseng.

"Sudah cukup..."

"Saya ngin, menghisapnya lagi... setiap inci tubuhmu, saya ingin menghisap dan mengigitinya. Lubangmu yang memerah terlihat menggemaskan. Saya ingin menghujamnya lagi sampai kamu pingsan, dadamu juga... terlihat mengugah selera dari atas sini.. saya ingin menghisapnya habis... dan mengigiti ujungnya..."

Jinho menggumam dengan lembut sembari menciumi perutnya Hobin,

Dan Hobin hanya bisa memegang wajah Jinho dengan ekspresi lelah lalu berkata, "Ayo... selesaikan apa yang kau mau... daddy..."

"Hm?" Jinho mencium tangan Hobin yang menyentuh wajahnya lalu tersenyum, "Kenapa kamu manis sekali?"

"Ayo selesaikan... aku lapar."

Jinho mengangguk dengan wajah tampannya, "Baiklah. Ini yang terakahir, baby."

Itu kalimat terakhir Jinho sebelum akhirnya dia menghantamkan penisnya ke lubang Hobin kembali tanpa ampun.

***



"Fuuh..." Jinho menghembuskan asap rokoknya keatas dengan santai. Dirinya menjepit ujung rokoknya dibibir sembari kemudian memijat punggung Hobin yang katanya tidak berasa sama sekali. Ini bentuk rasa bersalah Jinho ngomong-ngomong.

"Pijat keatas dikit lagi," perintah Hobin, kesal. Jika mengingat dimana dia terus dihajar oleh penis besar milik Jinho itu seharian, rasanya pantas jika dia ngambek sejaman penuh karena itu. Pinggangnya mati rasa dan kakinya lemas seperti baru saja dihantam orang.

"Disini?" Tanya Jinho, bingung.

"Buang rokoknya. Aku ga suka asap rokok."

Jinho, dengan patuh segera saja memadamkan api rokoknya yang baru saja dia hidupkan itu. Lalu kembali memijat pinggang Hobin dengan tekun. Lain hal nya dengan Hobin yang sakit disana sini, dia tampak lebih segar dan bugar dari sebelumnya.

Wajahnya bahkan tampak lebih cerah dan itu membuat Hobin kesal.

"Ahjussi..."

"Apa?"

"Mari kita buat kesepakatan. Aku tidak bisa begini setiap minggu." Putus Hobin.

"Kau mengatakan akan memanggil saya daddy, lalu kenapa sekarang ahjussi?"

"Mari kita gunakan itu disaat kita having sex..."

Jinho mengangguk setuju dengan itu, "Baiklah kalau itu maumu."

"Kalau begitu, kita hanya akan have sex tiga bulan sekali saja..."

"Apa?" Jinho membeku.

"Kenapa?"

"Tidak bisa," tegasnya. "Saya tidak bisa menunggu selama itu."

"Lalu bagaimana denganku? Lubangku bisa hancur!!" Pekik Hobin,

"Tetap saja.... tiga bulan sekali itu..." Jinho memasang wajah lemah, tidak bertenaga begitu mendengarnya. Padahal dia rela jadi tukang pijit begini, tapi Hobin malah mengeluarkan ultimatum seperti itu.

"Ck..." Hobin mendecak kesal. "Baiklah. Sebulan sekali. Tidak ada bantahan."

"Tiga kali..."

"Itu sama saja seminggu sekali, kan?" Seru Hobin.

"Baiklah. Dua kali. Dua kali."

Hobin akhirnya menghela nafas menyetujui itu meski tidak rela, sementara Jinho hanya bersorak dalam hati, "Baiklah, karena kita sudah sepakat..."

Hobin tersentak saat Jinho mengeluarkan sesuatu dari dompetnya dan menaruhnya di meja disamping sofa besar itu.

"Itu... apa?" Tanya Hobin, terkejut.

"Itu gold card. Isinya akan diisi 1 juta dollar setiap bulannya. Mulai sekarang... saya akan membayarmu bahkan jika yang kamu lakukan hanya bernafas, Hobin... saya akan membayar semua yang kamu mau," ucap Jinho, seraya mencium punggung Hobin dengan lembut.

Hobin terperangah. Sepertinya dia terjebak lebih dalam lagi dengan Jinho...

Hobin Wants A BadboyWhere stories live. Discover now