Part 28

23.5K 1.6K 68
                                    

Binar tersentak kaget dari tidurnya. Kedua matanya memerah seperti baru saja menangis. Bulir-bulir keringat masih tersebar di dahinya. Kedua lengkungan hitam di bawah matanya menunjukkan kalau perempuan itu tidak cukup tidur. Karena pada kenyataannya mimpi buruk terus menghantuinya semalaman. Bisikan Nanda kemaren sore menjadi teror yang membawanya Kemabli pada malam ketika pria itu memperlakukannya layaknya bukan seorang manusia. Dan kini mimpi buruk itu datang lagi padanya. Terus berputar bagai kaset rusak di alam bawah sadarnya.

Binar merasa lega ketika hanya menemukan dirinya sendirian di kamar. Namun kelegaan itu tak berlangsung lama. Gedoran pelan di pintu Serta suara yang memanggilnya membuat napasnya kembali naik turun. Dia kenal betul suara itu. Suara yang menghantui mimpinya semalam penuh.

"Bi...Binar...," Namanya berkali-kali dipanggil dari luar.

Binar terengah, matanya bergerak liar. Ketakutan merambat cepat dalam dirinya. Suara gedoran pintu yang pelan terdengar bagai guntur di telinganya. Sulit membedakan antara mimpi dan kenyataan Binar kalang kabut di kamar sambil memanggil ayah dan bundanya. Namun orang tuanya tak kunjung datang. Suara gagang pintu yang diputar membuatnya panik. Binar meringkuk di samping meja belajarnya.

Pintu tidak terkunci, bunda yang melarangnya. Takut jika Binar kenapa-kenapa mengingat emosi perempuan itu yang tidak stabil. Suara deritan ketika pintu dibuka bagai musik film horor yang membuatnya histeris. Kemunculan Nanda dengan wajah panik berkali-kali lipat menambah ketakutan dalam dirinya.

"Dek, kamu ga papa?" Tanya Nanda dengan raut wajah panik. Binar menatapnya terbelalak berharap dia bisa segera bangun dari mimpinya. Namun pria itu tak kunjung hilang dari hadapannya. Nanda bergerak pelan melangkah menghampiri istrinya itu. Langkahnya terhenti ketika Binar bangkit.

"Pergi! Jangan mendekat!!!" Binar berteriak. Matanya menatap Nanda. Melihat Nanda yang masih mematung, Binar melempar bantal kearah pria itu. Bukannya pergi Nanda malah semakin mendekat kearah Binar.

"Dek, tenang dulu." Bujuknya, namun yang dibujuk malah semakin menjadi. Merasa terancam Binar melempar segala benda yang bisa di jangkaunya. Mulai dari buku, kotak pensil, hingga jam weker yang terletak di atas meja. Nanda sempat melindungi kepalanya ketika benda berat dari kaca itu terlempar tepat ke arahnya. Suara kaca pecah memenuhi pendengaran Binar diikuti ringisan kesakitan dari Nanda.

Melihat Nanda yang masih mengusap bagian kening yang terkena lemparannya Binar segera beranjak. Berlari menuju pintu yang terbuka. Mengabaikan teriakan Nanda saat ia hampir saja menginjak beling pecahan jam yang tersebar. Binar berlari cepat, mulutnya tak berhenti berteriak memanggil orang tuanya.

"Hati hati dek." Teriak Nanda ketika perempuan itu hampir saja menabrak daun pintu. Nanda mengejar di belakang sambil menekan bagian kening dengan tisu.

Mengetahui Nanda tepat di belakangnya Binar mempercepat langkah. Ingin segera menjumpai orang tuanya di lantai bawah. Namun langkahnya terhenti di ujung tangga. Seseorang menahannya. Nanda mendekap Binar dari belakang, takut kalau perempuan itu nekat menuruni tangga sambil berlari.

Binar gemetar ketika merasakan punggungnya terbentur dengan tubuh Nanda. Panik menyerang, Binar berkali-kali membenturkan kepalanya ke dada Nanda sebagai bentuk perlindungan diri. Sementara tangannya berusaha melepaskan tangan Nanda yang melingkar di atas perutnya.

"Dek, please tenang dulu." Ucap Nanda sambil menarik Binar menjauhi ujung tangga. Binar tak ingin mendengar, membuka mulut dan menggigit tangan Nanda sekuat-kuatnya.

"Hei!" Teriak Nanda ketika merasa tangannya hampir terkoyak oleh gigitan Binar. Nanda berusaha melepaskan tangannya dari Binar sementara Binar sibuk melepaskan dirinya dari dekapan Nanda. Setelah melepaskan tangannya dari cengkeraman gigi Binar, pria itu merogoh ponsel dari saku celananya. Menelepon sang mama.

Broken Touch (Tamat)Where stories live. Discover now