Part 22

35.6K 2.2K 165
                                    

Aku hanya mengangguk-angguk mendengar penuturan Mirna sambil sesekali menyuapkan potongan apel kedalam mulutku.

"Sebenarnya Mirna kasihan juga liat bang Nanda dipukul gitu sama bang Rey. Tapi waktu ingat kakak kayaknya aku juga mau ikutan pukulin dia." Celoteh Mirna kesal. Tangannya gesit mengupas apel untukku sambil terus menceritakan bagaimana situasi setelah aku kehilangan kesadaranku.

"Kakak kok gak ceritain ke kita?"

Mendengar pertanyaan Mirna aku menghela napas. "Kakak cuma gak mau kalian ikut terbebani." Jawabku singkat.

"Kamu nggak sekolah?" Mendengar pertanyaanku Mirna hanya mengernyit heran. Lalu menghela napas kasar.

"Ini hari minggu. Kakak sudah menanyakannya tadi, kalau kakak lupa. Aku gak akan ngomong masalah ini lagi kalau kakak tidak nyaman." Mirna menatap malas kearahku. Aku gelagapan karena ketahuan mengalihkan pembicaraan.

"Menurut kakak ini cantik gak?" Tanya Mirna kemudian sambil menunjukkan gambar sebuah gelang cantik di hpnya. Selanjutnya kami hanya membicarakan hal-hal ringan. Aksesoris, teman-teman Mirna yang menyebalkan, artis-artis K.Pop, dan beberapa hal tak penting lainnya. Setidaknya ini mampu membuat kepalaku sedikit lebih ringan.

Bukan bermaksud mencoba lari dari masalah, tapi setidaknya aku butuh sedikit jeda untuk membuat diriku tenang tanpa harus terus-menerus terbebani dan mengingat semuanya. Aku butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri. Mempersiapkan mental untuk menghadapi hari-hari yang akan datang yang aku yakini tidak akan mudah.

"Binar..."

Namun sepertinya semua tidak pernah berjalan sesuai keinginanku. Lagi-lagi aku tertampar dengan kenyataan. Tante Alma tiba-tiba muncul di kamarku. Wanita yang sudah kuanggap ibuku sendiri itu langsung menerjang kakiku menciumnya berkali-kali sambil meminta maaf.

"Maafin Tante, Binar."

Aku kembali merasakan sesak didadaku. Melihat mereka hancur seperti ini membuat sakitnya berkali-kali lipat. Aku tidak akan pernah siap menghadapi mereka.

"Tante, jangan begini." Aku berusaha bangkit, memeluk Tante Alma erat. Kuelus pundaknya yang terus bergetar.

"Maafin Tante, Bi. Maaf karena tidak bisa mendidik anak Tante dengan baik. "

"Bukan. Bukan salah Tante." Aku tidak tahu harus berkata apa. Kepalaku terasa kosong. Sama sekali tidak punya ide untuk menghibur wanita itu.

"Tante...."

Aku terkesiap ketika Tante Alma tiba-tiba terduduk dilantai. Dia menangis pilu sambil memukuli dadanya terlihat sangat terpukul.

"Ma...."

Aku kembali terkejut ketika menemukan bang Nanda berada di kamar rawatku. Terlalu kalut dengan kehadiran Tante Alma membuatku tidak menyadari keberadaan sosok itu.

"Kamu jahat. Kamu brengsek Nanda." Tante Alma terus menghujami bang Nanda dengan pukulan. Pria itu hanya memeluk tubuh ibunya erat.

"Maafin Nanda, ma."

"Mama kecewa sama kamu."

Aku hanya dapat menatap sepasang ibu dan anak itu. Tidak tahu harus bertindak bagaimana. Mataku hanya fokus menatap kearah wajah bang Nanda yang terlihat menyesal. Beberapa lebam kebiruan terlihat jelas disana. Ada sedikit rasa senang yang menderaku ketika melihat dia juga ikut hancur begini.

"Tante pastikan Nanda akan bertanggung jawab, Binar." Aku menoleh kearah tante Alma yang kini menggenggam tanganku erat. Aku menariknya pelan.

"Tidak apa-apa Tante. Aku tidak butuh tanggung jawab."

"Tapi...."

"Aku bisa sendiri, aku bisa merawat bayi ini sendiri." Kerasku.

"Tidak, Bi. Nanda tetap harus bertanggung jawab." Tante Alma kembali menangis. Air mata turun membasahi pipinya yang sedikit berkerut.

"Nanda kamu akan nikahin..."

"Tan please!" Aku terengah setelah berteriak keras. Tante Alma terlihat tergagap mendengar bentakan ku.

"Maafin aku, Tan. Aku...aku. Please tinggalin aku." Aku menatap memohon pada Tante Alma. Wanita itu hanya menunduk sedih meninggalkan ruangan setelah memberi kecupan pada kepalaku. Aku hanya menatapnya penuh sesal.

"Kakak udah keterlaluan deh sama Tante Alma." Aku melirik kearah Mirna.

"Aku gak bisa nahan diri."

"Tapi kasihan, kak."

Aku tidak memperdulikan celotehan Mirna lagi. Menarik diri dan bergeming dibawah selimut. Diam-diam menggigit kepalan tanganku untuk menahan Isak tangis yang akan segera keluar. Entah kenapa seberapa keras pun aku berpikir, semuanya tetap terlihat buntu.

Nih 1 lagi hadiah buat kalian💞
Untuk update selanjutnya silahkan ditagih lagi tahun depan🤣

Salam
Tuanmochi

Broken Touch (Tamat)Where stories live. Discover now