Part 12

38.5K 2.3K 72
                                    

Nanda menghela napas sambil menatap kearah rumah berlantai dua di depannya. Hatinya mengatakan kalau ini salah. Tapi semuanya sudah terlanjur terjadi. Seandainya saja dia tahu tentang kehamilan Binar sebelum dia menjumpai Ajeng untuk membujuk perempuan itu agar kembali melanjutkan hubungan dengannya. Tapi malangnya dia baru tahu itu dua hari yang lalu. Dia sudah berjalan terlalu jauh untuk mundur ke belakang.

Harusnya dia langsung menjumpai Suwardi di hari dimana dia terbangun di kamar Binar. Tapi nyatanya dia memilih menutup mulutnya hingga hari ini. Yakin bahwa Binar akan baik-baik saja seiring berjalannya waktu. Dirinya hanya perlu menjauh lebih lama agar Binar bisa menenangkan diri. Nanda selalu berpikir Binar baik-baik saja. Perempuan itu sekolah seperti biasa, baik Suwardi maupun Irna juga tidak pernah menceritakan kalau Binar bersikap aneh. Inilah yang membuat Nanda yakin untuk menuruti perintah Alma membujuk Ajeng melanjutkan acara lamaran itu. Tapi nyatanya Binar menutup banyak hal termasuk kehamilannya.

Nanda bingung harus melakukan apa. Haruskah dia mengatakan yang sejujurnya dan mengacaukan acara hari ini. Tapi bukankah Binar tidak ingin hidup dengannya. Dia akan menyakiti lebih banyak orang jika dia membatalkan lamarannya. Terutama mamanya. Wanita itu akan sedih dan kecewa. Tapi Nanda juga tidak bisa mengabaikan Binar dan anaknya. Pandangannya diarahkan menatap orang-orang yang mendampinginya. Seserahan sudah dipersiapkan. Semua sudah siap. Mana mungkin dia berani mengacaukan hari yang telah dipersiapkan dengan matang oleh orangtuanya dan orangtua Ajeng. Itu hanya akan membuat kedua keluarga besar itu malu.

Semua wajah terlihat cerah penuh senyuman. Terutama Alma. Wanita itu tidak pernah menghilangkan senyum di bibirnya. Putra satu-satunya akan melakukan lamaran. Hal yang sudah lama dia tunggu. Tak terasa anak tunggalnya sudah sedewasa ini. Air matanya jatuh berlubang. Andai saja suaminya dapat melihat bagaimana gagahnya putra mereka sekarang. Pasti akan lengkaplah kebahagiaan mereka.

"Ma kenapa nangis?" Tanya Nanda yang berdiri di samping Alma.

"Mama bahagia." Jawab Alma.

"Jangan nangis, makeup mama luntur. Nanti kalah cantik sama mama Ajeng." Kelakar Nanda. Mamanya tertawa kecil. Sementara Nanda sendiri, sesungguhnya pria itu ingin menangis walaupun senyum terpasang di wajahnya.

Sekarang mereka sedang berada di Jakarta. Di rumah Ajeng tepatnya. Setelah melalui perjalanan berjam-jam akhirnya mereka sampai juga di tempat yang dituju. Yaitu rumah mempelai wanita. Semua orang yang ikut rombongan mempelai laki-laki berdiri membentuk formasi yang rapi. Keluarga inti, kerabat dekat, teman dan para tetangga banyak yang hadir. Tapi Nanda sama sekali tidak menemukan sosok Binar di antara mereka. Jelas perempuan itu tidak ikut. Irna memberitahunya tadi bahwa Binar sedang tidak enak badan. Ketidak hadiran Binar membuat pria itu khawatir dari mulai meninggalkan rumah sampai saat ini pun dia masih cemas mungkin rasa itu akan berlangsung hingga nanti. Nanda benar-benar ingin acara ini cepat selesai agar mereka bisa segera kembali ke Bandung. Binar sendirian di rumah dalam keadaan frustasi dan terpukul. Nanda menaruh banyak harapan semoga ketika dia pulang nanti perempuan itu masih baik-baik saja begitu juga dengan anak mereka.

Rombongan mempelai pria dipersilahkan untuk masuk. Nanda ketar ketir. Harusnya ini adalah acara yang dia tunggu-tunggu namun ketika hari ini sampai Nanda merasa ada ribuan ton benda berat diatas punggungnya. Beban itu adalah Binar dan kehamilannya. Itulah yang membuat langkahnya sedikit gontai saat dia memasuki rumah Ajeng.

"Saya Eca selaku pembawa acara mewakili keluarga bapak Surya dan Ibu Retno mengucapkan selamat datang kepada keluarga almarhum bapak Pradipta dan ibu Alma. Tamu undangan yang berbahagia Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan kasih sayangnya sehingga pada hari ini Minggu, 30 April 2017 kita dapat berkumpul dalam acara lamaran ananda Nanda dan adinda Ajeng." Saat pembawa acara memulai acara lamaran itu Nanda memejamkan matanya. Melihat ruangan yang telah didekorasi sedemikian rupa itu membuat dadanya sesak. Bahkan saat pembawa acara mempersilahkan para tamu undangan untuk berdoa menurut keyakinan masing-masing agar acara itu diberkati Nanda hanya mengucapkan satu keinginan dalam hatinya. Dia ingin melihat Binar baik-baik saja saat ia sampai di rumah nanti.

Broken Touch (Tamat)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt