Part 1

131K 3.9K 43
                                    

🌃Rabu, 1 Maret 2017

Rumah-rumah berlantai 2 dengan arsitektur serupa berjajar rapi saling berhadapan diselingi jalan selebar 2,5 meter sebagai pemisah. Suasana komplek terlihat sangat sepi kecuali di salah satu rumah. Keheningan malam itu terpecahkan dengan suara nyanyian lagu 'Selamat Ulang Tahun' yang meriah. Orang dewasa, anak-anak dan remaja saling berbaur di sebuah halaman yang sama. Semua mata tertuju ke tengah halaman menatap sang bintang yang akan segera bertambah usia malam ini.

Kue ulang tahun dengan lilin angka 18 yang masih menyala terletak anggun di atas meja. Di dekat meja berdiri seorang gadis cantik bergaun putih senada dengan warna kuenya, tak kalah anggun. Rambut panjang sebatas pinggang ditata tergerai dengan hiasan mahkota kecil yang membuatnya bak putri yang sebenarnya. Di samping kanan kiri berdiri orang tua dan adik perempuannya. Menemani detik-detik gadis itu berusia 18 tahun.

"Tiup lilinnya, tiup lilinnya. Tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga."

Dia menutup mata, lalu dengan lirih merapal untaian doa. Nyanyian masih berlanjut sementara yang ulang tahun dengan semangat meniup lilinnya. Binara Arrayni, gadis ceria itu genap berusia 18 tahun. Ciuman selamat langsung menyapa pipi kanan dan kirinya. Masing-masing satu kecupan dari bunda dan ayahnya.

"Selamat ulang tahun, sayang." Irna, sang bunda memeluk erat tubuh Binar.

"Semoga semua cita-cita kamu tercapai, ya Bi." Kali ini giliran sang ayah yang memeluknya.

"Makasih, Bunda. Makasih, Ayah." Kata Binar sambil memeluk kedua orangtuanya sekaligus.

"Kadonya mana?" Bisik gadis itu pelan yang membuat bunda dan ayahnya tergelak keras.

"Kadonya aman. Ada di dalam." Ucap Suwardi.

"Selamat menua kakakku sayang. Ingat ya udah tua. Tua. Tua." Mirna sang adik terus menekankan kata tua yang membuat Binar kesal. Gadis itu menyentil dahi adiknya kuat hingga terdengar ringisan dari mulut Mirna.

"Lihatlah Mirna, apa aku kelihatan tua?" Binar memutar tubuhnya. Dengan tinggi tubuh hanya 150 sentimeter, pipi sedikit chubby, rambut panjang berponi, dilihat dari sisi manapun gadis itu masih terlihat seperti anak SMP saja. Apalagi jika melihat sikapnya, anak TK saja pasti akan merasa lebih dewasa.

"Bodoh amat, Kak. Intinya jangan lagi bersikap seperti balita. Umur segini orang-orang udah menikah tau." Mirna menyodorkan kado kearah Binar.

"Itu orang-orang. Bukan kakak. Kalau masih bisa happy happy ngapain jadi babu orang di usia segini." Ucap Binar. Tangannya gesit mencolek kue di depannya lalu memasukkan jemarinya kemulut dan sedikit bergumam ketika merasakan lumeran krim di lidahnya. "Kue ini gak akan aku bagi ke siapa-siapa." Lirihnya sambil menatap kue ulangtahunnya.

"Yang ada orang lain yang kamu jadiin babu, Dek."

"Hei!" Pekik Binar saat sebuah tangan terjulur dari belakang bahunya lalu mencolek kue ulang tahun miliknya itu. Binar berbalik menghadap kearah sosok yang baru saja berbicara. Sosok pria tinggi menjulang di depannya. Nanda, tetangga yang sudah dianggap saudara laki-laki oleh Binar. "Babuku akhirnya muncul juga." Ucap Binar sambil bergelayutan di pundak Nanda.

"Kuenya enak." Nanda kembali mencolek kue itu dengan telunjuknya. Namun belum sempat Nanda memasukkan jari ke mulut, Binar lebih dulu melakukannya. "Heh lepas!" Nanda berusaha menarik telunjuknya yang digigit Binar. Pria itu mendorong kepala Binar hingga mahkota diatas kepala gadis itu terjatuh. Binar berteriak kesal. Nanda hanya acuh sambil memotong kue di depannya tak peduli dengan teriakan Binar. Tamu yang lain hanya bisa memaklumi. Dua orang berbeda usia itu memang selalu bertingkah layaknya kucing dan anjing. Tapi tak bisa terpisahkan. Kalau tidak mengenal Nanda dan Binar dengan baik pasti orang-orang tidak akan menyangka kalau mereka tidak punya hubungan darah sama sekali.

Broken Touch (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang