Part 17

35.1K 2K 29
                                    

"Kak, nasinya kok cuma diaduk-aduk? Bikin enek tahu." Mirna menatap jengah ke arah Binar yang menatap kosong ke arah nasi goreng di piringnya. Binar hanya mengaduk-aduk nasi itu tanpa berminat menyuapnya ke mulut.

"Sekarang kamu kalau pagi itu makannya dikit. Gak seperti biasa, makannya banyak. Kamu lagi diet, kak ya? Bunda liat kamu agak gemukan."

Semenjak pulang ke rumah setelah aksi kaburnya 2 Minggu yang lalu sikap Binar memang kelihatan lebih aneh. Binar jadi lebih sering mengurung diri di kamar. Makan hanya sedikit, itupun Irna harus memaksanya.

Binar menunduk lalu memeriksa kedua lengannya. Perempuan itu sama sekali tidak menemukan perubahan di sana. Dia bahkanq merasa lebih kurus sekarang ini lalu kenapa bunda mengatakan dia gemukan? Binar menurunkan pandangannya, perutnya memang sedikit buncit sekarang. Binar jadi khawatir jika pernyataan bundanya itu ditujukan pada perutnya yang sudah tidak lagi rata.

"Atau masakan bunda yang gak enak?"

Binar terkejut mendengar pertanyaan bundanya. "Bukan begitu, bunda. Aku hanya belum lapar saja." Binar mengambil sesendok nasi lalu memasukkan ke dalam mulut. Entah kenapa setelah keluar dari rumah sakit perutnya selalu menolak jika diisi dengan nasi. Begitu pula sekarang. Setelah menelan sesuap nasi goreng buatan bundanya, Binar langsung dapat merasakan perutnya berputar seperti diaduk-aduk. Rasa mual semakin tak tertahankan.

"Bi, gimana persiapan kuliahnya?" Suwardi bertanya setelah menghabiskan makanannya.

"Eum, ya gitu yah. Lancar-lancar aja."

Perut Binar semakin teraduk-aduk mendengar pertanyaan dari ayahnya. Kuliah adalah pembahasan yang selalu ingin dia hindari. Sepertinya tahun ini Binar tidak akan bisa memasuki perguruan tinggi.

"Semuanya sudah diurus oleh pihak kampus. Aku hanya perlu melengkapi beberapa berkas dan persyaratan." Binar menambahkan penjelasannya. karena belum mendapat tatapan puas dari sang ayah terhadap jawabannya.

Baik Irna maupun Suwardi memang  tidak banyak tahu tentang persiapan Binar untuk masuk perguruan tinggi. Perempuan itu ngotot ingin mengurusnya sendiri. Binar berhasil mendapatkan beasiswa jalur prestasi. Jadi, orangtuanya tidak banyak andil dalam pengurusan perguruan tinggi yang akan dijalani Binar. Perempuan itu telah menyakinkan orangtuanya bahwa dia dapat mengurus semuanya sendiri.

"Kamu yakin bisa tinggal jauh dari rumah?" Kini Irna yang bertanya. Binar hanya menganggukkan kepala. Tidak berani membuka mulut. Rasa mualnya semakin parah. Dia benar-benar sudah tak sanggup menahannya lagi. Tidak ingin menumpahkan muntahannya di meja makan, Binar memilih untuk segera bangkit dari tempat duduknya.

"Eum, aku duluan ya." Kata Binar sambil bergerak cepat menuju kamar. Samar-samar masih bisa didengar suara bundanya yang bertanya heran. Namun perempuan itu mengabaikannya. Setelah masuk kamar mandi Binar segera memuntahkan semua makanan yang terasa mengganjal di perutnya. Kakinya bergetar menahan berat tubuhnya yang semakin melemah. Perempuan itu segera keluar dari kamar mandi dan langsung berbaring di tempat tidur.

Binar menjangkau minyak kayu putih dia atas nakas. Pelan-pelan digosokkannya minyak itu pada keningnya. Cara itu cukup efektif meredakan mual yang mendera dirinya. Akhir-akhir ini dia memang cukup sensitif terhadap beberapa makanan dan bau parfum. Jika ada makanan atau bau yang kurang disukai maka perutnya akan langsung bergejolak ingin mengeluarkan isinya. Ini cukup merepotkan, namun Binar bersyukur karena tidak terlalu sering mengalami morning sickness. Terbangun pagi dengan rasa mual benar-benar mengganggu hari-harinya.

Broken Touch (Tamat)Where stories live. Discover now