Part 13

36.5K 2.2K 46
                                    

Kaki Binar terpaku di lantai. Perempuan itu sulit menggerakkan otot-otot tubuhnya walau hanya sekedar untuk mengedipkan matanya yang sudah tergenang itu. Dia benar-benar ingin menumpahkan tangisannya namun air matanya bahkan seakan menolak keluar.

"Bi?" Bibir Irna bergetar. Wanita itu menatap anaknya dengan tatapan tidak menentu. "Sayang,"

Irna sama sekali belum mempersiapkan diri untuk hari ini. Dia tidak pernah menyangka akan memberitahu Binar kenyataannya secepat ini. Irna telah menyimpan rahasia itu bertahun-tahun. Dia bahkan mengharamkan siapapun untuk memberitahukan Binar tentang kebenarannya. Tapi naasnya semua rahasia itu malah tanpa sengaja dibeberkan oleh dirinya sendiri. Irna memang tidak bermaksud menutupi untuk selamanya, tapi setidaknya dia ingin menunggu waktu yang tepat dan dia yakin ini masih belum saatnya. Namun Binar sudah kepalang tahu. Irna tidak punya pilihan lain selain menjelaskannya.

"Tidak perlu menjelaskan apapun. Aku tidak dengar apa-apa." Binar mengangkat tangannya. Menginstruksi agar ayah dan bundanya diam saja. Dia benar-benar tidak ingin mendengar penjelasan apapun dari kedua orang di depannya itu. Dia akan berpura-pura tidak tahu dan melupakan apapun yang didengarnya tadi.

"Kamu perlu tahu semuanya." Irna dengan ucapan patah-patah menatap Binar penuh sesal.

"Aku tidak mau tahu!" Suara Binar meninggi.

Suwardi mendekat sebelum memeluk tubuh Binar. Pria itu mengelus kepala Binar yang terisak dalam dekapannya, "dengarkan apa yang akan dibicarakan bunda kamu."

"Ayah, aku gak mau dengar apa-apa." Binar memeluk tubuh Suwardi erat seakan takut pria itu akan meninggalkan dirinya.

"Karena kamu sudah dengar maka kamu harus dengar semuanya." Suwardi menuntun Binar duduk di kursi namun remaja itu tetap bersikeras memeluk tubuhnya. "Duduk dulu. Beri kesempatan bagi bunda untuk menjelaskan semuanya." Suwardi melepaskan pelukannya, kali ini Binar menurut.

"Kamu sudah dengar sejauh mana tadi?" Irna membuka suara setelah menjeda Isak tangisnya.

"Aku gak tahu. Aku hanya dengar bunda mengatakan kalau aku bukan anak ayah. Itu tidak benar kan?" Binar mendengar lebih banyak dari itu. Tapi perempuan itu tetap berharap kalau bundanya mengatakan sebuah kebohongan untuk dirinya. Dia berharap bundanya menjelaskan kalau perempuan itu hanya salah ucap dan tidak bermaksud seperti itu. Walaupun itu bohong Binar akan tetap mempercayainya.

Irna menatap lekat putri sulungnya. Perempuan itu mengangguk, "itu benar, Bi. Itu benar." Irna menangis lagi. Dia ingin menjelaskan lebih banyak namun dia tidak sanggup lagi berbicara. Suara tercekat di tenggorokannya.

"Aku tidak peduli." Binar membuang muka. Tidak ingin menatap wajah penuh penyesalan milik bundanya itu.

Kenapa bundanya tidak berbohong saja dan menyembunyikan semua darinya seumur hidup. Dia sedang menanggung beban besar di kepalanya saat ini. Binar tidak ingin menambah pikiran lagi karena tahu bahwa dirinya bukanlah anak Suwardi. Dia sedang tidak ingin berpikir keras menerka-nerka siapa ayahnya. Dia tidak ingin menyalahkan bundanya karena telah menyembunyikan semuanya dari dirinya.

"Ini bukan sesuatu yang bisa kamu abaikan begitu saja. Kamu harus peduli."

Binar memandang ke arah bundanya, "kalau ini begitu penting kenapa bunda menutupinya dariku? Kalau bunda merasa ini penting untukku harusnya bunda bilang dari awal dong."

"Bunda malu. Bunda malu kalau kamu tahu apa yang telah bunda perbuat di masa lalu. Bunda tidak ingin kamu mengetahuinya. Tapi kamu sudah terlanjur tahu. Bunda tidak bisa menutupinya lagi."

"Aku anak siapa?" Tanya Binar. Dia ingin percakapan ini segera usai. Kalau bisa dia bahkan tidak ingin mendengar apapun dari bundanya. Dia sudah cukup pusing dengan kehamilannya. Dia tidak akan sanggup kalau harus menambah beban pikiran lain ke tubuh rapuhnya itu. Dia tahu Tuhan pasti memberikan takdir paling baik untuk dirinya, tapi kalau bisa dia tidak ingin yang seperti ini.

Broken Touch (Tamat)Where stories live. Discover now