Dijadikan Babu Oleh Tante

457 8 4
                                    

Eh, selama baca tolong tandain/komenin yang typo, oke?

Siaaaap untuk part 02???
Eh
Herreeeee we goooooo

Part 02

"Jadi kalian berantem di sekolah?" tanya Zarko saat sedang minum kopi dengan Pony.

"Bukan, Ayang. Ya, Vio marah."

"Sama aja, Pony."

Zarko mengusap kepala Pony lembut sambil tersenyum. Gemas. Pony dan Violet sama keras kepalanya. Mereka berdua cukup merepotkan. Namun, mereka berdua juga orang yang paling Zarko sayangi.

Satu sebagai anak. Satunya lagi, sebagai ... mau dibilang calon istri tapi masih bocil. Zarko merasa kesal pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia selalu kepikiran tentang Pony.

"Aku minta maaf kalau Vio jadi marah sama Ayang."

Pony menatap Zarko dengan tatapan puppy eyes yang mampu meluluhkan ego seorang pria dewasa.

"Iya, nggak apa-apa. Semoga aku bisa menangani masalah ini, Pony."

"Apa ... untuk sementara kita nggak usah ketemuan dulu?"

Pony menawarkan sesuatu, yang dia sendiri tidak yakin bisa memberikannya. Mana bisa? Mana bisa dia tidak bertemu dengan Om Zarko yang memiliki hatinya?

"Ya udah pokoknya nanti, aku bujukin Violet. Kalian jangan sampai berantem lagi di sekolah, ya, please."

Zarko mencoba untuk menenangkan Pony, meskipun dirinya sendiri mulai merasa tidak tenang.

"Habis ini kita pulang, ya, kamu harus belajar, Pony."

"Baik, Ayang. Makasih udah ngajakin keluar malam ini."

Sekali lagi, senyum terukir di wajah Zarko. Dia tidak ingat kapan tepatnya perasaan itu datang. Perasaan yang sekarang mengikatnya, pada hati seorang gadis. Seorang murid SMA.

Setelah selesai minum dan makan, keduanya segera berlalu. Pertemuan malam ini, terasa begitu datar dan gambar. Tidak seperti biasanya, ketika mereka masih bisa menjaga rahasianya.

Yang jelas, serapat apapun rahasia itu disimpan, pasti akan ketahuan juga. Apalagi, Pony dan Zarko suka pergi ke tempat-tempat umum di mana, banyak kemungkinan orang melihat mereka.

Zarko menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah besar. Tidak lain adalah tempat tinggal kekasihnya.

"Sampai sini aja, ya."

Pony mengangguk lemah. Padahal, dia masih ingin bersama-sama dengan Zarko. Seseorang yang bisa memberikan ketenangan, serta rasa aman dan nyaman.

"Habis ini, jangan lupa belajar ya, Ayang," pesannya pada Pony.

"Siap!"

Pony sigap membalas sang kekasih dengan posisi hormat. Segera saja dia melepas seat belt, dan turun dari mobil.

"Pony masuk dulu. Sampai jumpa, Ayang!"

"Daaah."

Zarko melambaikan tangan. Rasanya berat untuk berpisah dengan Pony. Meski untuk sementara saja. Sejak mengetahui bahwa gadis itu juga memiliki perasaan yang sama, Zarko jadi ingin selalu bisa dekat dengan Pony. Ingin menghabiskan waktu bersama. Selamanya!

Mengingat-ingat tentang Pony saja bisa membuat hatinya berdebar-debar. Setelah Pony masuk ke balik pagar, Zarko segera pergi dari tempat itu. Ada hal yang harus dilakukannya di rumah.

Sementara itu, Pony berjalan dengan perlahan. Membahayakan hidupnya kelak, bersama orang yang dia cinta.

"Waah, sungguh indahnya," desis Pony.

Di depan pintu seseorang berdiri, seperti sedang menunggunya. Seketika itu darah di wajah Pony surut.

"Malam, Tante," sapanya sopan.

"Dari mana saja kamu? Pulang sekolah langsung keluyuran!"

"Kan, saya udah kabarin Tante akan pulang terlambat."

Perempuan itu segera menarik tangan Pony dengan kasar. Menyeretnya masuk ke dalam rumah.

"Kamu kan, tahu, Pony! Di rumah ini nggak ada pembantu. Memangnya siapa yang akan cuci piring, ngepel, cuci baju?!"

Orang yang dipanggil Tante menghempaskan tubuh Pony kasar saat sampai di dapur.

"Lihat itu! Perabot kotor, dan piring gelas banyak yang kotor. Cuci itu semua. Nanti jangan lupa bersihkan lantai juga. Dan, Tante sudah taruh di dekat mesin cuci semua pakaian kotor. Urus semuanya."

"Tapi, Tante--"

"Tapi apa? Ha? Kamu pikir tinggal di sini gratis?"

Wanita itu memelototi Pony, seolah biji matanya hampir keluar.

"Pony kan, harus belajar."

"Perduli amat! Nanti malam juga bisa. Pokoknya besok pagi, semua harus beres!"

Tante Ria meninggalkan Pony sendirian di dapur. Wanita itu adalah istri dari Om Rusdi, kakak laki-laki dari ayah kandung Pony yang sudah meninggal karena penyakit aneh.

Om Rusdi, mengambil tanggung jawab mengurus Pony karena sebab hubungan kerabat. Kasihan jika dia harus putus sekolah. Sementara sang ibu, sejak suaminya meninggal pergi entah ke mana. Menghilang, meninggalkan Pony sendirian di rumah yang tak layak. Padahal waktu itu Pony masih berusia delapan tahun.

Sebelumnya, Pony ditemukan oleh warga sekitar dan tinggal di panti asuhan. Namun, ketika memasuki usia SMA Om Rusdi menjemputnya, untuk tinggal bersama.

Begitulah yang sering terjadi, jika seorang suami ingin berbuat kebaikan, belum tentu istri setuju. Meskipun itu menyangkut kerabat sendiri.

Terpaksa, Pony mencuci semua piring dan gelas, juga panci-panci. Tante Yana suka masak, dan suka makan, tetapi tidak suka bersih-bersih dapur. Menyedihkan.

Seharusnya, Pony tidak perlu menangis. Dia sudah menjalani hidup yang seperti ini, hampir tiga tahun lamanya. Mengapa harus tidak terbiasa? Mengapa dia harus menangis?

Kalau Om Rusdi sedang ada di rumah, Tante akan bersikap baik padanya. Bermanis-manis, dan selalu memanjakan Pony. Namun, itu sangat jarang terjadi. Sebagai seorang yang memiliki posisi penting di pemerintahan, Om Rusdi jarang ada di rumah.

Selesai membersihkan dapur, Pony bergegas menuju tempat cuci pakaian yang ada di bagian belakang rumah. Dia melihat ada dua keranjang pakaian kotor. Padahal, Tante Yana tinggal seorang diri di rumah. Namun, begitu banyak yang harus dicuci.

Perlahan Pony memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin cuci. Meski rasanya nelangsa, beruntung Tante Yana tidak memaksanya mencuci dengan tangan secara manual. Kalau benar begitu, alamat dia pasti kelelahan tanpa sempat belajar.

Setelah memasukkan pakaian kotor, Pony menunggu sambil menyapu lantai. Lalu dia mulai mengepel di bawah. Sementara itu, Tante Yana tidak terdengar lagi. Mungkin dia sudah tidur.

Saat sedang membersihkan alat pel, tiba-tiba Tante memanggilnya.

"Pony."

"Iya, Tante."

"Tolong pel kamar Tante, ya. AC di kamar sepertinya rusak, airnya netes terus. Tolong taruh sesuatu untuk nampung airnya juga."

"Baik, Tante."

Pony segera menuju ke kamar Tante Yana di lantai dua. Dia membersihkan lantai di kamar itu. Lalu, menaruh ember dan kain lap di bawah air yang menetes dari unit AC.

"Pony, kenapa pakai kain lap? Kalau mau pake ember ya ember aja, atau lap aja, salah satu kan, bisa," protes Tante Yana.

"Bisa Tante, tapi khawatir jadi berisik kalau pakai ember. Tetesannya kan bunyi, tik, tik," terang Pony tenang.

"Kalau gitu pakai lap aja, kan, bisa!"

"Khawatir airnya makin banyak, nanti lantainya ikut basah. Bahaya Tante."

"Oh, iya juga. Ya sudah sana, lanjut kerja!"

Pony keluar dari kamar Tante, menyeka keringat yang ada di wajahnya. Atau, bukan keringat, melainkan air mata?

--Bersambung ....



Dinikahi Duda Tampan (Tamat)Where stories live. Discover now