31. Anak Kelinci

32 3 0
                                    


Pony mengirimkan pesan untuk Violet, menanyakan mau dibawakan makanan apa untuk makan siang? Namun, tidak ada balasan sama sekali. Mungkin Violet tidur, atau terlalu pusing untuk mengecek cellphone.

Karena itulah, sepulang sekolah Pony menyewa jasa ojek daring untuk mengantarnya ke rumah Violet. Kepalanya, dipenuhi dengan kecemasan akan kondisi anak itu. Bagaimana jika, keadaannya memburuk?

Sesampainya di rumah Violet, ternyata dia disambut oleh Zarko yang sudah ada di rumah. 

"Pony," sapanya.

"I-iya, maaf. Aku cuma mau tahu keadaan Vio. Kukira dia sendirian."

"Terima kasih, Pony. Sudah menemani Violet. Masuklah, dia sedang tidur."

"Kalau gitu, aku pulang aja."

"Tunggu!" cegah Zarko dengan segera dengan meraih pergelangan tangan Pony.

"Kamu datang untuk Vio, maka temuilah dia. Vio akan senang kalau kamu datang."

"Baik."

Zarko mengantarkan Pony ke kamar Violet. Mereka kembali menjadi canggung, karena pertemuan yang tidak terduga. Padahal, seharusnya, mereka sedang saling menjauh untuk sementara.

"Dia sudah diperiksa dokter tadi, sudah diresepkan obat juga. Vio pasti cepat membaik."

"Iya, sebenarnya mau aku bawakan makanan tapi bingung juga mau beli apa."

"Nggak usah repot-repot, kamu di sini saja, sudah lebih dari cukup."

"Jadi, kapan sampai dari Surabaya?"

"Tadi pagi, pukul 8 lebih."

"Owh, iya."

"Masuklah, Pony. Aku akan ada di bawah kalau perlu sesuatu."

"Terima kasih."

Setelah mempersilakan Pony masuk ke kamar putrinya, Zarko pergi meninggalkan mereka berdua. Pony mendapati Vio sedang tidur di bawah selimutnya yang terlihat berkilau terkena pantulan cahaya dari luar.

Dengan langkah pelan dan sangat hati-hati, Pony menaruh tasnya di karpet. Lalu, berusaha tanpa suara untuk duduk di sofa. Namun, baru saja bokongnya sampai di permukaan sofa, Vio memanggilnya.

"Gue bangun, kok, Pony."

"Eh?" kirain tidur.

"Sini, deh," pinta Vio yang membuat temannya itu segera mendekat ke tempat tidur. Di samping Vio, ada beberapa bungkus obat baru, beserta air minum dan sepiring buah yang sudah dipotong-potong seukuran sekali suap.

"Lo belum makan, kan?" tanya Vio.

"Iya gampang, itu."

"Makan deh, buahnya, Pony."

"Lah, itukan buat lo, Vio."

"Iya, tapi gue nggak pengen makan."

"Apa kata dokter tadi?"

"Gue cuma capek aja, jadi gini, deh."

"Ya udah gue suapin, ya?" Pony menawarkan supaya Vio mau makan.

"Iya, kita makan bareng. Lo juga makan. Oke? Kalau nggak, gue nggak mau."

"Iya, deh."

Dengan kesepakatan itu, Pony menyuapi Violet buah sambil sesekali makan untuk dirinya sendiri. Sampai piring berisi pir, apel, kiwi, anggur, dan berries itu pun kosong. 

"Tadi gimana di sekolah?"

"Biasa aja, Vio."

"Sayang banget gue ketinggalan pelajaran."

Dinikahi Duda Tampan (Tamat)Where stories live. Discover now