11. Saling Berjanji

89 5 0
                                    

Seperti biasa seusai makan, Pony bersiap-siap untuk mencuci piring sebelum Tante Yana merepet. Gadis itu sudah berdiri menghadapi kitchen sink yang penuh dengan perabot kotor.

Evan ragu-ragu mendekatinya. Cowok itu masih merasa bersalah terhadap Pony. Dia ingin sekali meminta maaf. Namun sikap dingin poni seolah menghalanginya.

"Siniin piringnya." Poni meraih piring kotor di tangan Evan tanpa memandang wajah cowok itu.

"Eemh, makasih," gumam Evan.

Pony melanjutkan cuci piring tanpa menghiraukan lagi Evan. Setelah tugasnya selesai, Pony kembali ke kamarnya. Saat itulah dia baru sadar, bahwa Zarko mengirimkan pesan kepadanya.

Zarko: Kamu sakit?

Hanya sebuah pesan itu. Namun mampu membuat Pony seketika menangis. Gadis itu menekan dadanya kuat-kuat, menahan suaranya agar tidak terdengar oleh siapapun.

Ternyata dia masih peduli padaku, teriaknya di dalam hati. Malam ini, dia sadar bahwa Zarko telah meng unblock kontaknya. Pony sangat berharap jika pria itu menghubunginya lagi.

Pony: Udah sembuh sekarang.

Setelah menekan tanda kirim, dadanya berdebar-debar menunggu balasan. Pesan yang dikirimkan oleh Zarko sudah dia lewatkan bermenit-menit selama makan malam. Mungkin, dia sudah tidak lagi menunggu balasan dari Pony.

Saat menunggu balasan itulah, seseorang mengetuk pintu kamar Pony.

"Siapa?" tanyanya dengan suara yang sengau.

"Ini aku," jawab Evan dari balik pintu.

"Bentar."

Pony segera mengelap mukanya dengan handuk. Berharap semua sisa tangisnya dapat terhapus. Dia tidak ingin kalau Evan tahu bahwa dirinya sudah menangis.

"Ada apa?" tanya Pony saat membuka pintu.

"Keluar, yuk," ajak Evan.

"Nggak, deh, makasih."

Pony mencoba menolak ajakan Evan. Dia sudah malas untuk berbicara dengan cowok itu. Terlebih Dia sedang menunggu-nunggu balasan dari sang kekasih hati.

"Please, mau ngomong penting. Kalau nggak, kita jalan-jalan di dekat sini aja, oke?"
Evan mencoba membujuk Pony. Berharap dia mau menuruti permintaan Evan.

"Tapi--"

"Ayoook!"

Entah karena kurang tenaga, atau malas berdebat, akhirnya Pony menuruti permintaan Evan. Mereka berdua keluar dari rumah, dan memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman dekat tempat tinggal mereka.

"Kalau cuma mau ngomong, kan, bisa di rumah," ucap Pony.

"Nggak bisa," jawab Evan santai. Cowok itu mendongak memandang langit malam yang bertabur bintang.

"Karena aku mau ngomongin bintang," ucapnya, sambil terus berjalan. Pony mengernyit karena tidak paham apa pentingnya.

Mereka sampai di taman dekat rumah. Keduanya memilih memandangi langit dari atas jembatan. Di mana, air danau juga memantulkan pemandangan langit malam.

"Indah ya?" tanya Evan yang dijawab anggukan oleh Pony.

"Emang kenapa mereka jadi penting? Karena cantik doang, kan?" tanya Pony sambil memandang langit.

"Enggak, Pony. Bukan cuma karena cantik, tapi juga luar biasa. Entahlah, pokoknya, bintang ini ... terlalu indah."

Evan mengungkapkan kekagumannya. Membuat Pony membentuk tanda tanya besar di kepalanya. Bintang mana yang dimaksud Evan? Karena ada begitu banyak bintang di langit.

Dinikahi Duda Tampan (Tamat)Where stories live. Discover now