21. Hargai Pilihan Aku

56 2 0
                                    


Pony memulai harinya dengan bersemangat. Membaiknya hubungan dengan Zarko, seolah dapat memberi cahaya baru yang menerangi jalan hidupnya kini.

Setelah membereskan dapur usai sarapan dia bergegas berangkat ke sekolah. Lalu, kembali lagi, dirinya mendapati Zarko yang telah menunggu.

"Apa aku merepotkanmu?" tanya Pony, berusaha menyembunyikan rasa senangnya.

"Selamat pagi juga, Pony."

Zarko membalas dengan sopan dan ramah. Serta dengan gayanya yang formal sebagai sindiran bagi sikap Pony barusan.

"Iya, maaf. Selamat pagi, Tuan."

"Terima kasih atas keramahan Nona Pony. Mari silakan masuk, karena saya akan mengantarkan Nona ke sekolah."

Tangan Pony mengepal dan sudah berada dekat dengan kepala Zarko. Dia hendak memukulnya karena jengkel dengan sikap Zarko yang kelewat formal.

Menyebalkan! Maki Pony dalam hati.

"Ada yang ingin aku bicarakan," ucap Zarko dengan suara yang lebih rendah. Memaksa Pony membatalkan rencana memukulnya.

"Ada apa?" tanya Pony penasaran. Akhirnya tangan itu dia buka. Pony ingin sekali mengusap wajah Zarko, tidak, mungkin rambutnya, atau … pundaknya? Apakah itu sopan?

Pada akhirnya Pony menurunkan tangannya dengan tetap terbuka. Menaruhnya di antara mereka. Zarko menggenggamnya dengan segera. Lalu secepat kilat melepaskan, bahkan sebelum keduanya merasa hangat.

"Masuklah dulu."

"Oke."

Pony semakin berdebar. Dia penasaran akan apa yang akan dikatakan oleh Zarko. Pasti itu adalah hal yang penting, jika melihat ekspresinya seperti saat ini.

"Aku mau minta maaf kalau mungkin besok, aku tidak menjemputmu."

"Iya, nggak apa-apa, kok," jawab Pony santai. Tidak mengapa tidak ada yang mengantarnya ke mana-mana, toh selama ini dia juga lebih sering sendiri.

"Maksudku, besok aku akan pergi ke Singapore. Mungkin dua hari. Aku ingin berpamitan denganmu."

"Oiya?"

"Untuk urusan pekerjaan saja, Pony. Dan, aku ingin mengetahui pendapatmu tentang ini."

Pony memandang jalanan yang mulai ramai. Sebenarnya ke mana arah pembicaraan Zarko? Dia mencoba menerkanya, tetapi sulit. Kalau memang dia ada perlu ke luar negeri, tidak masalah sebenarnya bagi Pony.

"Aku … aku sebenarnya bingung harus mengatakan apa. Tapi, aku akan mendukungmu."

"Terima kasih, Pony. Aku tidak tahu apakah suatu saat nanti kamu akan tetap bertahan. Kamu mungkin akan tahu hidupku yang sebenarnya, dan tidak mengapa kalau kamu memilih untuk pergi."

"Heh! Maksudnya gimana, sih?" tanya Pony ketus, dia tidak suka dengan kata-kata yang baru saja Zarko ucapkan.

"Ya, gimana? Apakah kamu mau terus berhubungan denganku, yang sering pergi? Mungkin kita jarang bertemu, mungkin suatu saat … atau memang ada, orang yang bisa lebih sering ada waktu denganmu."

"Nggak! Aku pasti terbiasa."

"Aku juga merasa bersalah tiap kali harus jauh darimu."

"Tidak masalah, Zarko. Aku tidak keberatan dengan itu. Aku yakin kita akan baik-baik saja. Tolong … jangan tinggalkan aku lagi."

Pony hampir saja menangis mengatakan kejujuran itu. Dia bahkan tak ingin mengenang apapun yang terjadi saat mereka berpisah.

"Pony, aku janji, aku akan tidak akan pernah meninggalkanmu lagi."

Dinikahi Duda Tampan (Tamat)Where stories live. Discover now