27. Bocil

53 1 0
                                    

"Iya, serius Bocil."

Zarko keluar dari ruang kemudinya. Berjalan menuju sisi lain mobil untuk membukakan pintu bagi Pony. Sebelum Pony melangkah keluar, pria itu membungkuk dan langsung memberi kecupan di pipi Pony.

"Sampai jumpa lagi," ucap pria itu yang sebenarnya merasa berat harus berpisah dengan Pony.

"Eh? Cuma gitu doang?" 

Pony sama sekali tidak puas dengan semua yang telah dia dapatkan. Pertanyaan itu adalah bentuk protes dari dirinya.

"Apanya?"

"Ciumnya, masa cuma di pipi?"

"Terus?"

"Lagi, dong," ucap Pony sambil mengetukkan jari pelan di bibir.

Zarko segera mendekatkan wajahnya. Memangkas jarak di antara mereka. Semakin dekat, semakin berdebar yang Pony rasakan. Gadis itu memejamkan mata, dan merasakan embusan napas yang hangat di telinganya.

"Nanti, pada waktunya," bisik Zarko. Sebelum kemudian dia kembali ke posisi semula.

"Eh? Hehehe. Sebenarnya, aku cuma becanda, kok," kata Pony sambil mengusap punggung tangannya.

"Emh. Iya, nggak pa-pa, kok. Aku minta maaf kalau kita seperti ini. Mungkin kamu pikir, kita ini seperti pasangan yang aneh."

"Loh? Enggak."

Meskipun itu bohong, Pony malah merasa ucapan Zarko sangat benar. Bahkan dirinya sering mengira kalau pria itu tidak benar-benar mencintainya.

"Mungkin kamu pernah merasa begitu, Pony. Tapi, jangan khawatir jika sudah waktunya nanti--"

"Memangnya kapan waktu itu, Sayang? Akankah waktu itu datang? Kenapa kita nggak memanfaatkan kesempatan yang ada? Selama ini aku dekat denganmu, aku sempat mengira kalau kamu tidak benar-benar menyukaiku?"

"Hanya karena kita tidak sering bersentuhan secara fisik, bukan berarti aku tidak menyukaimu. Justru … justru karena aku sangat menyukaimu, sangat mencintaimu, maka dari itu, aku berusaha untuk menghindari itu. Aku berusaha menjagamu. Tolong diingat bahwa aku berasal dari generasi terdahulu. Dan beginilah caraku hidup, Pony. Kamu tidak harus ragu, atas semua yang sudah kita lewati."

"Kamu benar."

"Lagipula aku seorang ayah, ingat? Aku juga punya anak perempuan."

"Iya, aku minta maaf."

"Tidak perlu merasa bersalah, Pony. Mungkin aku juga salah karena kurang bisa berkomunikasi denganmu. Terkadang, aku merasa sulit mengungkapkan banyak hal, tapi ternyata hal-hal yang penting pun luput dari perhatian."

"Iya, aku mengerti sekarang. Terima kasih, Zarko."

"Tolong, jangan pernah ragu lagi, Pony. Karena di hatiku hanya ada satu nama, yaitu kamu."

"Iya."

"Baiklah, sekarang masuk dan istirahatlah. Semoga kita bisa segera bertemu lagi."

"Iya, kamu hati-hati. Aku akan merindukanmu."

"Tentu."

Pony melambaikan tangan dengan canggung sebelum dia masuk ke halaman. Berbalik sekali lagi untuk perpisahan kali ini. Dengan harapan besar, bahwa mereka akan berjumpa secepat yang Pony inginkan. Semoga.

"Apa sih, yang dipikirkan anak muda sekarang?" 

Zarko dalam perjalanan pulang sendirian. Dia sebenarnya kesal dengan sikap Pony barusan. Gadis itu ternyata mengharapkan kontak fisik yang banyak. Meskipun sejujurnya itu manusiawi sekali. Bahkan, Zarko sendiri juga sangat menginginkannya.

Dinikahi Duda Tampan (Tamat)Where stories live. Discover now