Perlakuan Manis Evan

178 4 0
                                    


Halo! Terima kasih sudah mengikuti cerita ini, Sobat.

Jangan bosen-bosen kasih vote dan komen ya.🙏 Akan sangat berarti buat Mimin

Siap untuk part 04?

Here weeeee goooooooo!!!!!

---*---***---

Zarko memutuskan untuk tidak menunggu lagi balasan dari Pony. Baginya sepatah dua patah kata sudah dicukupkan. Nyatanya itu tidak akan pernah cukup.

Dia kembali menekuni kesendiriannya. Mengingat kembali tentang apa yang terjadi hari ini. Rumit.

Dalam kehidupan pribadinya, dia harus mulai berjuang untuk mendamaikan suasana. Memperbaiki hubungannya dengan Violet, sekaligus menjaga agar Pony tetap ada bersamanya.

"Aduh, ada-ada aja masalah," keluhnya merasa cukup frustrasi.

Di kantor, dia harus menghadapi berbagai macam masalah yang muncul akibat pandemi. Meski sekarang peraturan pemerintah telah dilonggarkan, perusahaan yang sempat 'mati suri' selama masa pembatasan harus dihidupkan kembali.

Menata kembali database, menghubungi banyak investor dan customer, dan yang paling menekan pikirannya sekarang adalah tuntutan karyawan yang meminta gaji normal. Padahal pendapatan perusahaan belum kembali seperti semula.

Di tempat lain, Pony melanjutkan pekerjaannya. Dia masih menggantung pakaian ketika waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam.

"Sebentar lagi selesai," ucapnya menyemangati diri sendiri.

Pony mengambil mengusap sisa air matanya. Dan tanpa dia sadari seseorang sedang bersandar di dinding, mengamatinya.

"Kamu nangis?"

"Hah? Sejak kapan Kakak ada di situ?"

Cowok itu menggeleng kecewa. Miris melihat keadaan Pony yang dianggap kacung selama ini.

"Kan, aku udah pernah bilang. Jangan mau, kalau disuruhnya nggak wajar."

"Pony nggak apa-apa, kok, Kak."

Gadis itu mengangkat wajahnya, lalu tersenyum. Menunjukkan bahwa dia baik-baik saja.

"Permisi, Kak."

Ketika akan berlalu meninggalkan tempat menggantung baju, tiba-tiba Evan mencegahnya. Cowok itu menarik pergelangan tangan Pony, lalu memeluknya.

"Jangan, pergi, Pony."

"Kak, Pony nggak mau nanti Tante salah paham," ucapnya mencoba melepaskan diri.

"Please, diem sebentar aja."

Tangan kanan Evan mengusap lembut rambut Pony. Membuat cewek itu terpaksa, menaruh wajahnya di dada Evan.

"Aku lihat kok, kalau kamu nangis."

Pony terdiam. Sejujurnya, ada semacam rasa tenang saat berada di dekat Evan. Suaranya, mampu memberikan rasa aman bagi Pony. Serta postur tubuhnya yang lumayan, seolah menyiratkan perlindungan dan rasa aman untuk cewek yang tidak biasa membela dirinya sendiri itu.

"Di mana Mama?"

"Mungkin lagi di kamarnya," jawab Pony ketika pada akhirnya Evan melepaskan pelukannya.

"Ya udah, aku mau ke Mama dulu."

"Iyah."

"Kamu udah makan?"

Pony mengangguk yakin. Tidak ketinggalan menunjukkan senyum di wajahnya. Terakhir kali, saat Evan pulang, dia dan Tante Yana bertengkar. Pony sangat tidak ingin itu terjadi. Dia takut, akan suara tinggi yang saling tuduh dan salinh menyalahkan.

Dinikahi Duda Tampan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang