24. Di Luar Budget

40 1 0
                                    

Pukul tujuh malam tepatnya, ketika Pony berpamitan kepada Tante Yana untuk keluar. Gadis itu sudah mengenakan jins dan cardigan yang entah mengapa membuat Tante bosan.

"Pony pamit dulu, Tante."

"Kamu apa, nggak ada baju lain, Pony? Kayaknya setiap keluar pakai baju itu terus."

Pony melirik Tante Yana heran. Sejak kapan wanita itu peduli pada penampilannya?

"Ada sih, Tante. Gaun gitu. Tapi nggak nyaman."

"Belilah baju sekali-kali! Kamu masih muda, sayang waktu dibuang-buang dengan baju yang sama terus. Nyesel beli itu nggak seberapa daripada nyesel nggak beli."

"Eh? Baik, Tante. Terima kasih atas perhatian Tante."

"Ya udah sana! Nanti Tante isikan e-wallet buat bayar transport."

"Eeh ... makasih Tante sayang!" seru Pony sambil merangkul wanita itu. Meskipun merasa jijik, tak ayal Tante Yana membalas perlakuan Pony dengan menepuk punggung gadis itu.

Kasian juga kalau dipikir-pikir, batin Tante Yana. Sesaat kemudian, wanita itu bergidik ngeri.

"Hih, amit-amit!" ucapnya ketika Pony sudah melesat di balik pintu. Wanita itu lalu mengunci pintu, dan segera berdiam diri di kamarnya.

Sementara itu Pony dalam perjalanan ke tempat janjian. Dia akan bertemu dengan Violet, untuk melihat langsung tempat kost yang sudah direkomendasikan oleh anak itu.

"Sudah sampai, Kak," kata sopir taksi online ketika mereka sampai di pintu gerbang perumahan tempat tinggal Violet.

"Tunggu bentar ya, Pak. Temen saya belum datang."

Tak lama berselang, sebuah mobil terlihat keluar dari gerbang utama. Pony segera menghampiri Violet, yang mengendarai Toyota Supra A-91 kesayangannya. Mobil itu bahkan punya nama.

"Hai, Vio," sapa Pony.

"Masuk," jawab Vio santai.

"Oke."

Pony segera masuk dan merasakan kerinduan yang tumpah ruah. Hampir saja dia menangis kalau saja Vio tidak menginterupsi momen berharganya.

"Yah, malah mewek," ledek Violet.

"Enggak!"

"Apa peraturan pertama saat sama Milky?"

"Sapa Milky," jawab Pony, sembari menyusut hidungnya, "Hai, Milky. Dengan Pony lagi, nih, lama ya kita nggak jumpa."

Tangan Pony refleks mengusap dashboard, lalu memasang seat beltnya dengan teliti dan perlahan sebelum sesaat kemudian, Vio membawa mereka mengaspal bersama.

Nama unit Toyota itu memang Milky, sesuai dengan warna dan tampilannya. Di waktu yang lalu, Pony sempat begitu akrab dengan Milky, bahkan lebih akrab lagi dengan pemiliknya. Sungguh, Pony sangat merindukan masa-masa di mana Violet menjadi seseorang yang selalu ada bersamanya. Menjadi sahabat yang memandangnya dengan tulus, dengan kacamata jernih bernama kemanusiaan. Diiringi sikap kesetiakawanan.

Kapan lagi, dia bisa menemukan seorang anak manusia sebaik itu?

Vio selalu menganggap Pony teman. Bahkan ketika teman-temannya memperingatkan, agar menjaga jarak dengan gadis miskin itu. Mereka beranggapan bahwa Pony hanya ingin memanfaatkan Violet.

"Kalau pun benar," kata Violet pada orang-orang yang menghasutnya, "Gue juga ngelakuin hal yang sama. Gue juga manfaatin Pony. Jadi impas dong, kami emang saling manfaatin satu sama lain."

Sejak saat itulah, hubungan antara Violet dan Pony menjadi lebih baik. Namun, semuanya hancur ketika Pony menjalin hubungan dengan Zarko.

Pony sendiri sadar, kalau cintanya pada pria itu tidak mudah dipatahkan. Dia juga merasa bahwa dicintai oleh Zarko adalah sebuah keberuntungan yang mungkin hanya akan terjadi satu kali dalam hidupnya. Dia adalah anugerah bagi hidupnya yang kurang beruntung.

Akan tetapi, di sisi lain, perasaan murni yang lahir dari persahabatan dengan Violet tidak bisa dihilangkan begitu saja. Dia sangat sedih jika harus kehilangan orang sebaik dan setulus Violet.

Cinta bisa menunggu, bisik Violet meyakinkan dirinya sendiri.

"Nah, di sini tempatnya."

Violet memarkirkan mobilnya di bawah pohon mangga pada halaman sebuah bangunan. Tempat itu sangat bersih dan terawat.

"Ayo kita masuk," ajak Violet. Mereka berdua berjalan bersama ke dalam bangunan itu. Lalu, seorang wanita di awal 30an, menyambut kedatangan Violet.

"Halo, selamat datang, Violetta."

"Terima kasih, Kak Nat. Kenalin ini teman Vio, namanya Pony."

"Salam kenal, Pony," sapa Nat sambil mengulurkan tangan.

"Salam kenal, Kak."

"Ayo saya tunjukkan kamarnya," ajak Natasya pada dua cewek di hadapannya.

Tempat kost itu sendiri memiliki resepsionis dan lobi, juga penjagaan yang ketat. Di setiap lantai terdapat communal space yang cukup luas dan nyaman. Juga tempat mencuci yang bebas digunakan para penghuni.

Harga sewa kamar pun berbeda-beda. Ada tiga jenis kamar yang disewakan. Natasya mengajak Violet dan Pony memeriksa kamar di setiap tipe. Sambil menjelaskan Natasya dengan sigap, memperagakan bagaimana cara menggunakan satu per satu fasilitas yang tersedia.

"Nah, silakan dipertimbangkan ya, mau pilih yang mana."

"Baik, Kak Nat," jawab Violet, "Kami akan kabari secepatnya."

Mereka berdua pun pamit pada Kak Nat. Violet yakin kalau Pony akan betah tinggal di tempat itu nanti. Dia sengaja memilihkan tempat yang nyaman untuk seseorang yang sebenarnya masih dia sayang.

"Minum dulu, yuk," ajak Violet yang segera disambut dengan antusias oleh Pony.

"Ayo! Sambil bahas tempat yang tadi."

Mereka segera melipir ke kafe untuk makan dan minum. Sambil mengobrol.

"Udah pilih aja yang paling bagus, ya?"

Suara Violet tiba-tiba terdengar begitu ringan dan ceria.

"Emang harganya berapa?"

"Itu kan, tadi Kak Nat bilang range harga 3,6 sampai 5,4."

"5,4 juta, ya?" tanga Violet ragu.

"Iyalah. Udah langsung pindah aja besok."

"Eh, mana bisa? Gila aja buat kost sampai 5 jutaan! Itusih kost buat budak korporat kali, sama anak orang kaya gabut. Nggak, nggak mau gue. Mahal."

"Dih, kan liat sendiri tempatnya oke, nyaman, privasi terjaga, fasilitas lengkap. Security aja 24 jam, siap siaga. Tempatnya cozy, terus juga bersih itu yang penting."

"Ya, iya, sih. Tapi sayang aja uang segitu buat bayar kost."

"Bukan bayar kost, tapi bayar kenyamanan! Lagian, uang segitu tuh, nggak seberapa, kan?" Violet masih cuek dan memaksakan Pony untuk setuju dengannya, "Lagian cuma sebentar. Sebentar lagi lulus, udah."

"Vio, Vio. Lo pikir abis lulus gue ke mana? Dijemput keluarga gue yang kaya raya gitu? Enggak. Lo lupa kalau gue masih miskin?"

"Eh, jangan bilang gitu."

"Emang bener. Maksud gue, gue ya cari kosan yang murah aja gitu sejutaan sebulan. Nggak usah yang fancy-fancy."

"Aduh! Sejuta sih, rumah petak kali."

"Hah? Iya juga ya? Kenapa nggak cari kontrakan aja?"

"Ya nggak enaklah, tetangga kanan-kiri biasanya orang yang udah berkeluarga tau!"

"Ya biarin. Kontrakan kan, malah lumayan gede. Bayangin gue tidur di kanar 40M2 sendirian, asyeeek."

"Dasar aneh!" cibir Violet yang baru saja menyesal menyampaikan pendapatnya barusan.

"Makasih idenya, Vio. Untuk kost yang tadi, tolong sampaikan maaf ke Kak Nat. Kalau gue nggak jadi, beneran itu di luar budget gue."

"Mhhh."

"Thank you, Principessa Violetta!"

"Dih! Malu-maluin banget, deh."





Dinikahi Duda Tampan (Tamat)Where stories live. Discover now