4 | Hold Me Tight

9.6K 531 12
                                    

Denis membuka matanya ketika merasakan sesuatu yang bergerak di kepalanya dan sontak membuatnya mengangkat wajahnya hingga tatapannya bertemu pandang dengan tatapan sayu Diana. Perempuan itu tersenyum padanya dan membuatnya tertegun ketika tangan yang berada di kepalanya kembali bergerak, Diana mengusap puncak kepalanya lembut. Seharusnya dia menjauhkan tangan Diana, tapi hati dan pikirannya bertolak belakang. Dia justru menikmati usapan lembut itu, bahkan kedua matanya terpejam sebelum akhirnya kembali terbuka dengan tatapan lurus pada Diana yang masih mengembangkan senyumnya.

"Sejak kapan bangunnya?" tanyanya lembut menatap Diana teduh seraya meraih tangan Diana yang berada di kepalanya dan menggenggamnya erat.

"Barusan."

Kini giliran Denis mengusap puncak kepala Diana. Wajah Diana masih pucat dengan tatapan sayunya namun bibirnya mengukir senyum membuat Denis berkecamuk. Semalam dia kacau karena memikirkan wanita yang beberapa saat lalu telah sadar itu, memikirkan banyak hal yang membuatnya ragu apakah rasa untuk Diana benar-benar hilang atau masih bersemayam namun dia berdusta pada dirinya sendiri jika tidak ada sedikit saja rasa pada Diana.

"Makan, ya? Dari kemarin kamu belum makan," Denis mengeratkan genggamannya ketika merasakan tubuh Diana menegang, bahkan dia merasakan tangan Diana dingin, tidak sehangat sebelumnya. Ada apa? Kenapa Diana harus bereaksi berlebihan saat disuruh makan?

"Diana, makan ya?" desaknya pelan yang mendapat tatapan takut serta gelengan dari Diana.

Denis mengerut kening. Dia mendadak cemas melihat ketakutan Diana. "Kenapa tidak mau makan, hm? Kalau kamu tidak mau makan nanti kamu gak cepet sembuh. Katanya mau ketemu anak kita," Denis berkata lembut dengan tatapan menenangkan.

"Aku mau anak aku, Denis. Anak aku mana."

"Makan dulu baru aku bawa ketemu anak kita."

Diana menggeleng dan melepas tangannya yang berada di genggaman Denis sebelum akhirnya menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Gak mau ... jijik."

Denis mengerut kening menatap Diana lekat. Dia tidak tahu pasti apa yang terjadi pada Diana. Orang tua Diana hanya mengatakan jika Diana hanya depresi. Tapi, mana ada orang depresi seperti takut untuk makan? Mengetatkan rahangnya, Denis beranjak dari duduknya namun dengan cepat Diana menahannya.

"Ja ... jangan pergi," lirih Diana membuat Denis membuang nafas. Diusapnya puncak kepala Diana lembut dan menatap Diana teduh.

"Aku keluar sebentar, habis itu ke sini lagi. Sebentar saja," ujarnya lembut dan perlahan Diana melepas tangannya, memberinya izin untuk meninggalkan perempuan itu.

Tujuannya saat ini adalah menemui dokter untuk membicarakan kondisi Diana lebih lanjut. Diana harus mendapat perawatan yang serius. Berhubung dia belum menghubungi orang tua Diana mengenai kondisi Diana saat ini setelah kemarin dia bawa ke rumah sakit setidaknya membuatnya bisa leluasa menyelidiki apa yang terjadi pada Diana. Dia merasa ada yang orang tua Diana sembunyikan darinya. Daripada menerka-nerka, lebih baik dia memastikannya sendiri.

Setibanya di ruangan dokter, Denis mulai menanyakan apa yang terjadi pada Diana. Dokter mengatakan jika Diana mengalami Irritable Bowel Syndrome (IBS) yaitu gangguan yang memicu pada kumpulan gejala seperti luka lambung, kembung hingga kram perut. Diana juga kurang istirahat yang disebabkan oleh telat makan. Yang membuatnya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika dokter mengatakan bahwa Diana tidak hanya depresi, kemungkinan Diana telah memasuki Stress Pasca-Trauma (PTSD), gangguan mental yang disebabkan oleh kejadian traumatis dimana penderita akan histeris bila melihat kejadian yang sama atau hampir mirip terjadi.

Dokter mengatakan jika kemungkinan Diana pernah mengalami kejadian yang membuatnya takut untuk makan entah itu tindak kejahatan atau hal lainnya yang membuat Diana traumatis. Dokter juga mengatakan besar kemungkinan Diana mati rasa akibat PTSD yang perempuan itu derita. Cara mengobatinya adalah dengan beberapa terapi atau obat-obatan. Tanpa pikir panjang dia menyetujui saran dokter untuk terapi. Dia tidak bisa pikir panjang, dia hanya ingin Diana sembuh. Itu saja.

Setelah berbincang dengan dokter mengenai kondisi Diana, Denis bergegas kembali ke ruangan Diana dengan pikiran semakin kalut. Yang ada di pikirannya saat ini adalah, Diana tiap kali merasa takut jika disuruh makan bahkan perempuan itu histeris bila dipaksa makan. Tidak mungkin Diana seperti ini kecuali ada penyebab yang membuat Diana takut untuk makan. Tapi apa? Apa penyebabnya?

"Denis."

Mendengar namanya disebut dengan suara bergetar yang berasal dari Diana membuatnya sontak mempercepat langkahnya dan meraih Diana ke dalam pelukannya. Perempuan itu terbangun dari posisi berbaringnya membuatnya mudah memeluk tubuh ringkihnya.

"Kenapa bangun, hm?" tanyanya lembut penuh kekhawatiran. Dia menangkup wajah Diana dengan tatapan menelisik wajah pucat sang mantan istri.

"Sakit."

"Apanya yang sakit?"

Diana menunjuk perutnya membuat Denis bergerak mengusap perut Diana.

"Makan ya, biar perutnya gak sakit."

"Gak mau, jijik ... makanannya jijik. Aku---"

Dengan sigap Denis menutup mulut Diana yang hendak memuntahkan isi perutnya. Benar saja, dia merasakan sesuatu hangat mengenai telapak tangannya. Diana kembali memuntahkan isi perutnya membuat Denis panik luar biasa. Wajah Diana memerah dengan mata berair dan tak lama setelah itu dia mendengar isak tangis Diana.

Mengabaikan bau tidak sedap dari muntahan Diana, dia meraih tisu untuk membersihkan tangannya dan mengusap mulut Diana. Dia menggendong Diana ke kamar mandi namun kesusahan karena adanya selang infus. Sontak dia menekan tombol dekat brangkat dan tak lama setelah itu datang dua suster yang membantunya membawa Diana ke kamar mandi. Satu suster lainnya membersihkan brankar yang terkena muntahan Diana.

Dengan dibantu suster dia membersihkan tubuh Diana dan mengganti baju Diana dengan baju baru yang dia beli atas bantuan orang suruhannya.

Saat ini dia ikut berbaring di brankar bersama Diana yang berada dalam pelukannya. Perasaannya kembali kacau melihat Diana menangis. Diana tidak mau makan membuat tubuh Diana kian melemas. Tidak ada cara lain selain menaruh harapan pada cairan infus yang memberikan cairan ke dalam tubuh Diana.

Menunduk, ditatapnya wajah damai Diana yang terlelap setelah menangis hingga menjerit dengan mengatakan kalimat yang sama. Sampai saat ini dia tidak menghubungi orang tua Diana, bahkan telfon dari orang tua Diana sengaja dia abaikan. Dia hanya ingin merawat Diana, memastikan Diana baik-baik saja dan menemani Diana untuk menjalani terapi. Dia tidak akan memberitahu orang tua Diana mengenai rencananya untuk melakukan terapi. 

Jika dia memberitahu orang tua Diana, dia yakin semuanya tidak seperti yang dia rencanakan. 

Keputusannya sudah bulat, dia akan berada di samping Diana. Bukan karena rasa pada Diana masih ada, tapi demi putrinya yang merindukan Diana. Ya, demi putrinya.

Bukankah tujuan awalnya menemukan Diana untuk membawa Diana bertemu pada putrinya? Maka, sampai detik ini tujuan tetap seperti di awal. Tidak akan pernah berubah.

Lagi pula antara dirinya dan Diana tidak lebih dari orang tua bagi putrinya, Chika. Jika lebih, mungkin hanya sebatas mantan sepasang suami istri yang sah secara hukum dan agama namun saling memberikan pertolongan sebagai makhluk sosial. Itu saja.

...

Updatenya gak bisa setiap hari ya guys. Mungkin updatenya selang seling sama cerita baruku😊misal cerita ini upnya hari ini, jadi lanjut upnya lusa. Biar gak keteteran😁

Jangan lupa tinggalkan jejak!💜


Hold Me Tight | 2022
Shopiaaa_

Hold Me TightDonde viven las historias. Descúbrelo ahora