32 | Hold Me Tight

4.3K 297 19
                                    

Seharusnya Denis tidak sekacau ini disaat putrinya terus menangis memanggil Diana. Seharusnya Denis tidak semarah ini karena dengan kepergian Diana justru memberinya jalan tanpa harus memikirkan keadilan untuk Diana dan Vanya. Seharusnya begitu. Kenyataannya, Denis kewalahan.

Denis kewalahan dalam menenangkan putrinya.

Denis baru tahu sikap buruk putrinya ketika menangis yang susah ditenangkan. Denis kewalahan dan emosinya terpancing hanya karena tangisan putrinya yang tak kunjung mereda. Seingatnya, sejak putrinya dirawat olehnya, putrinya tidak separah ini. Putrinya mudah ditenangkan dan menurut padanya.

Namun sekarang, sikap putrinya tidak menunjukkan hal-hal baik yang dia pikirkan. Apa kedatangan Diana telah merusak didikannya pada sang putri? Apa ini maksud kedatangan Diana, untuk menghancurkan semua yang telah dia susun dengan rapi.

Sialan!

Wanita licik tetaplah licik.

Bodohnya, seharusnya dia tidak mudah tergoda pada segala tipu muslihat Diana. Seharusnya dia mencurigai Diana yang tiba-tiba ingin bersamanya. Seharusnya dia mengingat baik-baik jika Diana tidak mencintainya dan seharusnya dia sadar yang namanya cinta tidak datang semudah itu, semudah Diana mendekatinya dan mengatakan mencintainya.

Menggeram, Denis tidak bisa lagi menahan emosinya. Denis menatap putrinya yang masih menangis di lantai, duduk bersandar ke sofa seraya menendang-nendang meja sehingga menimbulkan bunyi gesekan antara meja dan lantai. Denis kacau, dia kewalahan menangani putrinya sehingga yang dia lakukan adalah, meraih ponselnya kemudian menghubungi Vanya.

Vanya.

Tiba-tiba saja wanita itu muncul dalam pikirannya disaat dia kewalahan menangani keadaan yang terjadi padanya. Selagi menunggu kedatangan Vanya, Denis meninggalkan putrinya. Denis memasuki dapur dan meraih air di lemari es kemudian meneguknya hingga kandas. Denis mengabaikan tangisan putrinya karena bukan hanya putrinya yang harus ditenangkan, dia juga butuh ditenangkan.

Mengacak kasar rambutnya, Denis menelungkupkan wajahnya ke meja dan memejamkan matanya dengan nafas memburu. Kedua tangannya terkepal erat sebelum akhirnya tersentak ketika merasakan ada yang mengusap tangannya.

Mengangkat wajahnya, Denis termenung dengan jantung berdebar. Bukan berdebar karena sedang jatuh cinta, namun berdebar karena amarah yang kembali berkobar. Dihempasnya tangan yang masih bertengger di tangannya.

"Kemana saja kamu sialan!" Teriak Denis hendak mencengkeram bahu seseorang yang mengusap tangannya. Namun saat hendak mencengkeram bahu seseorang yang tersenyum di hadapannya itu, Denis merasa hampa.

Tidak ada yang bisa Denis sentuh bersamaan dengan hilangnya seseorang yang mampu menyulutkan amarahnya.

Diana.

Dan Denis saat ini sedang berhalusinasi jika Diana berdiri di hadapannya.

Denis meraba ke depan, dimana dia melihat Diana tersenyum padanya.

Kosong.

Di hadapannya tidak ada siapa-siapa dan menyadari jika dirinya berhalusinasi, Denis melempar gelas ke lantai hingga pecah dan serpihannya mengenaia kaki seseorang yang berdiri di pintu dapur.

Tergesa, Denis menghampiri Vanya yang meringis karena kakinya berdarah, terkena serpihan gelas.

"Sayang, maafkan aku. Maaf. Biar aku obati. Maafkan aku, Sayang."

Denis memeluk Vanya kemudian menggendong Vanya dan mendudukkannya di meja dapur.

Denis menekuk lututnya dan melihat kaki Vanya yang terluka karena kecerobohannya. Tanpa banyak berkata, Denis beranjak meraih kotak obat sebelum luka Vanya infeksi.

Hold Me TightWhere stories live. Discover now