54 | Hold Me Tight

5.3K 242 43
                                    

Sejak bertemu Mama Denis, Diana takut keluar apartemen. Bukan takut dirinya dicaci maki oleh Mama Denis. Tetapi takut jika Mama Denis melakukan sesuatu yang membahayakan kandungannya. Meski dulu sempat dekat dengan Mama Denis dan Mama Denis baik padanya, namun keadaan bisa merubah segalanya. Tidak ada yang tahu apa isi pikiran dan hati Mama Denis.

Setidaknya Diana bersyukur karena kejadian malam itu, Denis menjadi lebih perhatian padanya. Menjaganya dengan baik dan memperlakukannya dengan lembut seolah dirinya cepat hancur jika dikasari sedikit saja. Setidaknya dia dan Denis menciptakan keluarga harmonis, seperti yang diidamkannya. Denis selalu ada di sampingnya dan bermain bersama Chika ketika sang putri merasa bosan di apartemen.

Denis benar-benar menikmati masa penganggurannya dan Diana kagum pada sosok Denis karena sampai detik ini Denis belum juga membeli ponsel baru. Saat dia menawari Denis untuk membeli ponsel, lelaki itu hanya menggeleng dan meraih ponselnya kemudian berkata, "Kalau ada punya kamu kenapa harus beli lagi? Kita harus---tidak, aku harus berhemat. Aku masih punya uang tapi cukup untuk setahun. Kalau aku beli ponsel, bisa-bisa baru dua bulan uangku habis dan tidak bisa membelikan apa yang kamu dan Chika mau."

Sosok Denis yang Diana lihat seperti sosok Denis di masa lalu yang penuh kehangatan dan tidak terlihat aura kejamnya. Diana bahagia dan berharap moment manis ini berlangsung untuk seterusnya. Tidak peduli jika keluarga Denis berusaha menjauhkan Denis darinya. Mengingat Mama Denis tiba-tiba ada di depan mereka membuatnya yakin jika keluarga Denis tidak sepenuhnya membuang Denis. Atau ini siasat keluarga Denis?

"Mama!"

"Kenapa, Sayang?" Diana tersentak dan menatap putrinya yang berdiri di hadapannya seraya menyodorkan segelas susu. Dengan senyum lembutnya Diana menerima susu yang putrinya berikan.

"Terima kasih, Sayang," ujarnya sebelum akhirnya meneguk susu hamil itu hingga kandas. Senyumnya kembali merekah ketika putrinya menengadahkan tangannya, meminta kembali gelas berisi susu yang kini tidak ada isinya itu.

"Anak Mama pintar," pujinya seraya mencubit gemas pipi putrinya.

"Enak, Mama?"

"Enak."

Mendengar jawabannya, sang putri bersorak dan berkata, "Nenek pintar bikinnya."

Diana melunturkan senyumnya dan detik itu pula pintu kamar terbuka, muncullah sosok Denis yang menatapnya dengan raut wajah yang sulit diartikan kemudian mendekati sang putri. Tanpa menatapnya, Denis menggendong putrinya, membawanya keluar kamar.

Tidak lama setelah itu Denis kembali ke kamar dan duduk di sampingnya.

"Diana."

"Kamu tahu kalau aku---"

"Sampai kapan?" potong Denis seraya menggenggam tangan Diana namun ditepis oleh Diana dan Denis kian memaksa hingga Diana menyerah, membiarkan Denis menggenggam tangannya.

"Cukup dengan memakan masakannya saja, jangan paksa aku buat nerima mereka. Aku ... belum siap," Diana menunduk, bayangan masa lalu kembali datang dan Denis yang menyadari itu sontak memeluk Diana.

"Mereka merasa bersalah dan ingin meminta maaf secara langsung sama kamu. Kamu lagi hamil dan aku kurang tahu apa saja keluhan ibu hamil, kamu pikir aku tidak kesusahan ngurusin kamu? Meski aku pengangguran, tetap saja aku kewalahan."

"Kamu merasa terbebani?"

Dengan entengnya Denis mengangguk membuat Diana sakit hati tentu saja. Menganggap jika kelakuan baik Denis akhir-akhir ini tidak tulus. Rasanya seperti dijatuhkan begitu saja tanpa perasaan, menyakitkan.

"Kalau kamu belum bisa memberi maaf, setidaknya jangan membatasi diri kamu sendiri. Kamu tidak bosan berada di kamar terus? Susah memang, tapi kalau kamu tidak mencobanya, sampai kapan rasa sakitmu itu berakhir?"

Hold Me TightWhere stories live. Discover now