41 | Hold Me Tight

4.4K 281 19
                                    

Denis menatap kosong pada dinding putih di hadapannya. Tubuhnya lemas dan nafasnya memburu dengan segala pemikiran yang tiba-tiba membuat dadanya berdesir. Masih dengan setelan yang sama dengan luka di punggung tangan belum diobati, Denis masih termenung.

Matanya mengerjap, berusaha meraih kesadarannya dan menghalau air mata yang berusaha jatuh dari kelopak matanya. Tangannya bergetar dan menekan kuat dadanya yang bergemuruh. Pandangannya mengarah pada sekitar dan saat menyadari sesuatu, sontak Denis mengusap kasar wajahnya.

Tidak jauh dari tempatnya, sosok Diana terbaring dengan jarum infus menempel di punggung tangan kanannya. Meraih ponselnya dan menekan ikon kamera, dia mengarahkan kamera ke wajahnya kemudian menatap kedua matanya yang sama sekali tidak membengkak juga tidak memerah.

Dia masih ingat jika dia menangis dan seharusnya matanya membengkak serta memerah. Termenung, Denis mulai mengingat apa yang terjadi sebelum akhirnya memilih meninggalkan ruang rawat Diana namun langkahnya terhenti ketika seorang suster datang dan menyapanya.

"Apa pasien sudah sadar?"

Pertanyaan yang dilontarkan oleh suster membuat Denis mengernyit. Kemudian tatapannya mengarah pada Diana yang masih terpejam.

"Bukankah saya yang harus bertanya seperti itu?" Denis balik bertanya dengan mata memicing.

"Maafkan saya. Setiap satu jam saya mengecek pasien dan saya juga melihat anda tertidur di sofa."

"Saya tertidur?"

Suster itu mengangguk membuat Denis terdiam.

"Berapa lama saya tertidur?"

"Setelah dokter memberi penanganan kepada pasien, anda duduk di sofa dan tertidur. Jadi, setiap satu jam saya mengecek pasien, takut-takut pasien sadar dan anda masih tertidur. Melihat respon anda sepertinya pasien belum sadar. Kalau begitu, saya pemit undur diri."

Denis membiarkan suster itu pergi. Kedua kakinya mendekati Diana dan duduk di samping bangsal yang Diana tempati.

Dia sedang bermimpi? Bermimpi menyatakan perasaannya pada Diana dan Diana membalas pernyataannya dengan kebusukan?

Mengumpat, Denis mengusap kasar wajahnya. Jantungnya berdebar dan terselip ketakutan di dalamnya. Meski tidak mengetahui secara pasti apa yang ditakutinya, tetapi membayangkan jika itu benar terjadi membuatnya ingin cepat-cepat melenyapkan Diana detik itu juga.

Apa dia bisa membunuh Diana?

Denis mendelik ketika satu pertanyaan muncul di pikirannya. Kenapa setiap kali emosinya terpancing karena Diana, pertanyaan tidak masuk akal itu justru terpikirkan olehnya?!

Menatap Diana, Denis memperhatikan setiap jengkal wajah Diana. Wajah pucat Diana membuat Denis mendelik tak suka. Andai saja Diana tidak memilih pergi darinya mungkin Diana tidak selemah sekarang.

Tapi kamu yang membuatnya terbaring lemah seperti ini!

Denis mengumpat. Tentu saja dia ingat kenapa Diana bisa terbaring di brankar rumah sakit dengan wajah pucat tak berdaya. Tapi, bukan Diana yang ingin dia serempet dengan mobilnya. Melainkan seseorang yang berada di belakang Diana.

Seolah mengerti ada yang ingin mencelakainya, seseorang itu justru menghindar sehingga Diana yang menjadi sasarannya.

Mengingat seseorang itu, sontak Denis merogoh ponselnya dan detik itu pula dia menghela nafas panjang mendapati puluhan panggilan tidak terjawab dari Vanya. Ingin mengabaikan, tetapi panggilan masuk dari Vanya menghentikan niatnya yang hendak menghubungi bawahannya. Mau tidak mau dia harus menerima panggilan dari Vanya sebelum Papanya turun tangan. Mengingat Papanya begitu terobsesi menyatukannya dengan Vanya.

Hold Me TightWhere stories live. Discover now