BAB 8

2.8K 531 63
                                    

🌿🌿🌿

Ketujuh anak Candi Tellu melihat isi candi mereka dengan penuh rasa rindu. Beberapa bulan baru mereka bisa melihat tempat ini lagi. Tempat yang penuh dengan kehangatan dan perlindungan. Rasa aman itu mulai menjalar.

Nala menarik napasnya dalam-dalam. Mencoba mencium aroma ruangan sekali lagi. Mereka tak lupa masuk melihat kamar sebelum kembali berkumpul di ruang tengah.

"Parah. Pertemanan perempuan memang sesadis itu," kata Bastian. Masih membahas soal perseteruan antara Angela dan Careline.

"Sudah. Tak perlu membahasnya lagi," kata Ayu. "Tak penting."

"Benar," timpal Drio. "Bagaimana kalau kita membahas soal pasar? Kita bisa membahas soal kelat bahu. Aku tak sabar menghiasinya. Kemarin aku sudah mencari kelat bahu yang sesuai di Serandaja..."

"Tidak perlu yang baru..."

Suara terdengar. Entah darimana berasal sebelum mereka menyadari kalau ada orang di teras candi.

Bastian membuka pintu. "Nyai Mina?"

Nyai Mina tersenyum. Melangkahkan kakinya masuk. "Maaf kesini tanpa permisi. Pintu kalian tidak tertutup. Suara kalian terdengar sampai keluar, bahaya kalau Angela dan Careline sampai mendengar kalian menggosipi mereka."

Semua mata mendelik pada Bastian yang masuk belakangan dan tak menutup pintu.

"Nyai ada tujuan apa kemari?" tanya Sanja ramah.

"Aku hanya ingin memberikan kalian ini." Nyai Mina membuka kotak kayu yang berukuran agak besar. Di dalamnya terdapat tujuh kelat bahu. "Kalian tak melupakan ini, kan?"

Mata ketujuh anak itu berbinar. Kelat bahu itu adalah kelat bahu yang mereka gunakan saat pertempuran besar semester lalu.

Bastian mengambilnya tanpa basa-basi. Anak-anak lain menyusul.

"Syukurlah, dapat gratis. Benda berharganya pun masih ada."

"Apakah kami bisa menambahkannya dengan hiasan lain?"

"Tentu saja."

Nyai Mina meninggalkan tempat itu. Langkahnya terasa berat. Ada sesuatu yang harusnya ia sampaikan pada mereka. Namun ia memilih bungkam. Menunggu waktu yang tepat.

Malam di Candi Tellu terlihat bahagia. Mereka tak sabar menikmati kegiatan mereka di semester ini dengan tenang. Semester lalu waktu mereka dihabiskan untuk menjalankan misi melawan Berong. Jadi semester ini mereka sudah berencana untuk menyibukkan diri dengan hal-hal menyenangkan macam memasuki beberapa ekstrakurikuler atau club, menikmati pelajaran-pelajaran yang akhirnya menggunakan mantra sihir.

*

Perlu beberapa hari untuk menyiapkan pesta penyambutan murid baru. Beberapa murid menjadi sukarelawan untuk menghias jalanan menuju ke panggung utama yang terbuat dari batu pualam. Setiap candi diwajibkan menghias halaman lebih rapi agar sedap dipandang. Membersihkan sisa-sisa sampah daun kering yang telah lama gugur dari pohon-pohon di depan candi.

"Ini sangat melelahkan," gerutu Bastian, menyeka peluh keringatnya dengan sebal setelah melihat ada Ayu yang tertawa kecil. Pekerjaan anak perempuan jelas lebih ringan, mereka hanya menghias bunga dengan sangat menyenangkan. Sementara anak laki-laki harus mendirikan bambu-bambu yang ujungnya ada janur, mereka menyebutnya Penjor.

Anak-anak di ekstrakurikuler menari juga antusias berlatih, beberapa pasang mata terpukau melihat mereka. Goyangan selendang dan teriakan yang khas. Tarian tahun ini masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. 

"Semoga tahun depan aku bisa jadi seperti mereka," desis Ayu menyampaikan keinginannya. Tahun ini dia berniat masuk ekstrakurikuler tari.

Sehari berlalu, semuanya sudah siap. Murid-murid baru datang dengan wajah mereka yang penuh kebingungan disertai mata yang berbinar-binar laksana memandang rembulan. Dunia baru yang menakjubkan adalah hal yang membuat siapapun bahagia, sekaligus menbulkan tanya : apa aku bisa bertahan di tempat ini. Para senior berteriak dari atas. Drio dan Bastian suaranya kencang sekali, sengajalah mereka menimbulkan suara-siara sumbang yang membuat Ayu merasa malu berdiri di sebelah mereka.

Nyai Rondo menyampaikan pidatonya, lalu membuka tahun ajaran semester ini.

Murid-murid baru di keesokan harinya sampai tujuh hari kedepan akan dibawa menuju pemukiman. Sementara itu para senior akan sibuk mengurusi perlengkapan apa yang akan mereka bawa.

Murid tingkatan dua telah diijinkan menggunakan kelat bahu dan mengucapkan mantra sihir sibuk memenuhi toko buku dan kelat bahu di pasar Archipelagos. Mereka memesan buku baru di toko Handayani setelah menerima list buku yang harus mereka beli. Kelas umum berganti menjadi kelas khusus, membuat buku pelajaran semakin banyak.

"Buku Herbal sudah habis. Astaga... Aku menyesal tak membelinya di Serandjana," gerutu Ayu melempar tasnya di kursi depan teras candinya.

Nala menoleh dengan gesit. Menikmati kemuraman nasib sahabatnya itu dengan tawa kecil alih-alih membantu.

"Kurasa sang kriminal ingin memberikan sesuatu padamu."

Sang kriminal?

Saat Ayu menoleh, ia menyadari yang dimaksud Nala adalah pria yang kini berdiri di depan pagar sambil memegang tumpukan buku. Edo.

Ayu memandang sekeliling, berharap tak ada yang melihatnya sebelum ia dengan berani melangkahkan kakinya sampai di depan gerbang.

"A... Ada apa?" tanya Ayu ketus, bersikap cuek.

Edo tersenyum tipis. Senyum yang sejak semester lalu menghipnotis Ayu. Membuat hatinya meleleh bak cokelat cair.

"Ini buku lamaku."

Ayu menerimanya dengan sungkan, mengucapkan terima kasih dengan cukup pelan.

Edo meninggalkannya.

"Tunggu..."

Pria itu menoleh.

"Terima kasih atas ramuannya," gumam Ayu malu-malu.

Edo mengangkat jari jempolnya. "Sama-sama."

Mereka berpisah.

Buku itu sejujurnya cukup berat. Tetapi Ayu tak merasakan apapun, dia membawanya tanpa beban. Menghampiri Nala yang menyadari kalau temannya sedang salah tingkah.

"Ciee buku baru," goda Nala. "Apa katanya?"

Ayu menggeleng menutupi rona di wajahnya dengan tangan.

"Cih, dasar teman kriminal."

Suara pria membuat Nala dan Ayu menoleh. Rupanya Tanra yang berdiri di ambang pintu.

"Sok tahu." Ayu menghentakkan kakinya. Membawa buku itu masuk ke dalam candi. Mengabaikan Tanra.

Edo tak hanya memberikan buku kepada Ayu. Tepat saat matahari mulai kembali ke peraduannya di Barat, Sanja menemukan sebuah kotak di depan candi. Tertulis di atasnya dengan jelas 'Untuk Ayu'. Sanja yang penasaran membawa benda itu masuk. Lalu saat di buka, isinya adalah kepik emas.

Ayu melemparkan pandangannya pada Sanja dengan bingung.

"Pasti dari Edo," gumam Sanja yang nampaknya mulai risih. "Bagaimana bisa pria itu memasukkan hewan ke dalam tempat tertutup tanpa oksigen."

Kedua bahu Ayu terangkat. Tetapi hatinya tak akan berbohong kalau Edo semakin membuatnya jatuh hati.

"Sukala," kata Ayu tersenyum. "Aku akan memberikan nama kepik ini Sukala."

Pembicaraan kedua anak itu berhenti tatkala teriakan Nala yang memanggil mereka keluar.

Ayu menaruh kepiknya di sudut ruangan, yang masih di dalam tempat kecil. Lalu saat ia dan Sanja tiba di ruang tengah, disana sudah ada Nyai Mina. Membawa panganan lain untuk mereka semua.

"Anda pasti rindu pada kami." Dengan percaya dirinya Bastian mengeluarkan kalimat itu dari mulutnya. Melahap penganan yang dibawa Nyai Mina. Drio ikut. Sementara yang lain bertanya apakah ada sesuatu yang ingin Nyai Mina sampaikan. Tetapi Nyai Mina tak mersepon, dia bilang hanya rindu.

Sebelum berpisah keluar kalimat dari mulutnya. "Kalian ke ruang Kepala Sekolah besok, setelah pelajaran. Sepertinya Nyai Rondo ingin menyampaikan sesuatu."

Pertanyaan itu terdengar cukup membingungkan. Tetapi ketujuh anak itu tak peduli. Lanjut memakan makanan yang dibawa Nyai Mina. Selain pandai dalam berkebun, Nyai Mina juga pandai memasak makanan organik. Dia punya ruangan khusus di dekat Terhon seperti rumah kaca yang memanjakan mata. 

🌿🌿🌿

DON'T FORGET TO VOTE ARCHIS(⁠ ⁠˘⁠ ⁠³⁠˘⁠)💚

ARCHIPELAGOS 2 (Wizarding School in Nusantara)Where stories live. Discover now