BAB 23

2.4K 429 25
                                    


Dora mengetuk pintu rumah Drio di malam buta.

Drio membuka pintu, mengucek matanya, melihat jam pasir di dinding.

"Pasir masih penuh. Ini sudah malam, ada apa Dora?" tanya Drio.

"Kita berlatih bersama malam ini."

Mata Drio langsung membulat. "Apa kau gila, kenapa tidak pagi saja?"

Dora menggeleng. "Terlalu banyak orang. Ayolah Drio, aku ada banyak urusan juga besok-besok. Malam ini waktu yang tepat."

Drio jelas tak menerimanya dengan mudah. Tak ada rencana sama sekali, lagi pun malam ini Drio sudah menyiapkan alat bakar serbuk sihir dan daging sapi. Niat untuk makan besar sendirian sudah ada sejak lama setelah kembalinya ia dari Wentira. Namun wajah memelas Dora membuat Drio pada akhirnya tidak tega. Malam ini mereka menyusuri jalan, mendaki jauh ke arah Selatan

"Inikan jalan ke pelabuhan?" tanya Drio, melangkahkan kakinya melewati semak belukar. Syukurlah malam ini bulan purnama, kalau tidak mungkin mereka akan membawa obor.

Dora membuka lembaran kertas dan melihatnya.

"Apa yang kau kerjakan?" tanya Drio.

"Sedang mencari identitas tujuh manusia topeng."

Ucapan Dora membuat Drio tertegun.

"Untuk apa?"

"Mengucapkan terima kasih. Kau tahu, kalau tak ada mereka sekolah ini tak akan aman. Aku bertaruh tak mudah menjadi mereka. Anak-anak di pemukiman kita terus membahasnya, itulah alasan kenapa kau perlu sesekali berpisah dengan teman candi kesayanganmu. Mereka membuatmu jauh dari identitas."

Drio jelas tak senang dengan kalimat terakhir. Namun itu tak penting baginya sekarang.

"Lain kali aku akan ikut. Lagipun aku tak suka gosip."

"Aku tahu," jawab Dora seolah mengerti betul kehidupan Drio. "Kau cuma suka dengan dua hal. Makanan dan teknologi, kan? Aku juga suka dengan makanan. Tetapi benci betul dengan teknologi. Bukankah indah jika semuanya alami."

"Indah. Tetapi tanpa teknologi, kita akan kalah melawan orang-orang jahat yang terus berusaha mengembangkan kekuatan mereka."

"Memangnya sekuat apa penjahatnya? Pertempuran semester lalu telah berakhir. Orang-orang masih menggunakan mantra sihir, bahkan ketujuh anak terpilih yang luar biasa hanya memakai topeng. Sekarang kurasa saatnya teknologi dihancurkan kembali."

Drio terdiam.

"Sudah malam, bukankah ini waktunya tidur. Kita lanjut besok saja. Lagipun ini bukan tugas rumit. Hanya menjelajah."

"Ah iya, ayo pulang," kata Drio cepat-cepat. Sedari tadi ia ingin pulang, hanya saja tak tahu bagaimana mengatakannya.

Mereka menelusuri jalan setapak pulang, meninggalkan kapal selam di pelabuhan. Melewati tangga spiral dan... Pintu tertutup rapat.

Gawat!

"Ah maaf Drio, aku lupa mengatakannya. Kalau pelabuhan ini tutup pukul sepuluh malam."

Drio menoleh, melemparkan pandangan bingung yang bercampur dengan perasaan kesal. Dia sudah tahu sejak awal kalau Dora akan menjebaknya. Perempuan itu mudah ditebak, kalau ia juga menyukai Drio sejak awal. Drio tahu semuanya walaupun memilih bungkam. Ia tak tahu bagaimana rasanya menolak dan takut membuat Dora sakit hati.

Tak ada cara lain. Mereka harus tinggal di dalam pelabuhan itu sampai pukul enam pagi.

Mereka kembali menyusuri tangga turun. Tertidur di atas lantai besi yang dingin. Memandangi ikan-ikan dari kaca tembus pandang di luaran sana.

ARCHIPELAGOS 2 (Wizarding School in Nusantara)Where stories live. Discover now