BAB 12

2.9K 487 48
                                    

🌿🌿🌿

Tanra menaruh pin di kelat bahunya. Pin penghargaan yang ia terima sebagai murid terbaik tahun lalu.

"Rae Lawae..."

Muncul air di tangannya, mengambang ke udara dan jatuh ke lantai.

"Luar biasa," kata Sanja terpukau.

"Aku belajar beberapa mantra selama liburan," ucap Tanra sebelum kembali duduk. "Semester lalu kita telah banyak belajar soal elemen bukan? Sepertinya Berong Keenam tidak buruk. Kekuatan kita jadi lebih baik dari yang lain."

"Tetapi kita harus berpura-pura tidak tahu, yang lain akan curiga."

Ucapan Sanja dibenarkan oleh siapapun yang mendengarnya. Mereka harus berpura-pura untuk tidak mengetahui sesuatu tentang mantra sihir layaknya murid tingkatan dua yang lain. Kalau tidak, mereka akan dalam masalah besar. Isu soal tujuh anak bertopeng yang menyelamatkan Archipelagos semester lalu telah sampai ke kota-kota penyihir. Koran rilisan terbaru telah keluar. Anak-anak membacanya dan mereka membahas soal ini lebih intens. Bertanya-tanya siapakah orang terpilih yang patut diberi penghargaan besar.

Jika di tingkatan satu mereka dilarang menggunakan sihir, di tingkatan dua mereka akan mempelajarinya. Ada pelajaran wajib dan juga pelajaran tambahan khusus tiap golongan yang diisi oleh kurang lebih sepuluh orang pertiap kelas.

"Omong-omong mana Nala?" tanya Drio, yang baru saja datang dari pasar dengan empat botol jus buah naga.

"Aku disini." Nala muncul di ambang pintu. Berjalan masuk dengan tergesa-gesa. "Aku sudah dapat petunjuk tentang keberadaan buku Serandji Nusantara."

"Benarkah?" Bastian antusias begitu juga dengan yang lain.

"Ya, Lala memberitahuku kalau Engku Tarno pergi ke sebuah kota dan menaruh buku itu disana."

"Kota apa? Kota penyihir? Kota negeri luar? Kota semut?"

"Diamlah Bas," gerutu Ayu. "Nala belum selesai bicara."

Nala melanjutkan. "Itu masalahnya. Aku tak tahu kota apa yang pernah dikunjungi Pak Tarno. Katanya ada ruang seni indah, ada perpustakaan."

"Kota Wentira." Lexan menyahut. Melanjutkan ucapannya soal ia yang pergi menemui Tereng, sang senjata dari segala senjata. "... Tereng bilang kalau Berong pernah datang ke tempatnya untuk meminta petunjuk."

Nala merasa senang.

"Luar biasa Lexan. Kalau begitu kita kesana sekarang," kata Bastian penuh semangat.

"Jangan terburu-buru," sahut Tanra. "Pergi ke kota itu membutuhkan waktu, dan kita tak mungkin pergi sehari hanya untuk mendapatkan petunjuk. Kalaupun melewati portal, kurasa kita harus bermalam disana. Buku itu benda kecil, sementara Wentira adalah kota yang besar."

"Jadi bagaimana?" tanya Ayu.

"Kita harus memberitahu Nyai Rondo dan Nyai Mina soal ini."

🌿

"Apa? Pergi ke Wentira?" Nyai Mina nampak terkejut mendengar keinginan ketujuh anak itu.

"Bagaimana Nyai?" tanya Tanra.

"Ini penting bagi kami," rajuk Nala. "Buku Serandji Nusantara itu kemungkinan besar ada disana."

Nyai Mina menghembuskan napas berat. Berjalan mondar-mandir dan memperhatikan wajah ketujuh anak itu dalam keremangan karena cuaca di luar sedang mendung. Sepertinya sebentar lagi hujan turun.

"Kalau kalian yakin buku itu ada di sana, aku akan membicarakan ini dengan Nyai Rondo. Kalian tahu anak-anak, sejujurnya aku tak mementingkan buku itu ketimbang keselamatan kalian. Kota Wentira berbeda dengan Serandjana. Disana pusatnya hiburan. Bukan kota keamanan dan pemerintahan. Kalian mengerti maksudku, kan? Terlebih lagi dengan lepasnya tahanan Kementerian yang belum ditemukan. Huh..."

ARCHIPELAGOS 2 (Wizarding School in Nusantara)Where stories live. Discover now