BAB 31

2.3K 404 82
                                    

Archipelagos memang aman. Tetapi di luar sana, suasana menjadi semakin mencekam. Para buronan kabur belum juga ditemukan. Mereka adalah tahanan level lima, sehingga ini bukanlah hal yang mudah. Desakan kaum penyihir kepada Kementrian semakin besar. Sudah dua anak diculik di Wentira, empat orang Bunian mati dibunuh di Dawletoo, prasasti dicuri di Turangin dan kabar burung soal Nemangkawi yang pertahanannya hampir saja ditembus oleh sosok misterius. Semua berita buruk itu sampai ke Archipelagos.

Tanra mengambil koran. Ia tak mau ketinggalan berita. Tetapi ia juga menemukan tiga surat lainnya. Pria itu menaruh koran di meja lalu membaringkan tubuh setelah menaruh tas rajut dan buku-bukunya di meja. Diamatinya tiga surat itu bergantian.

Surat pertama untuk Ayu, dari Abimanyu.

Tanra tersenyum. "Dasar anak papi," gumamnya dengan kepala bergeleng. Ditaruhnya surat itu di meja.

Surat berikutnya, untuk Ayu juga. Tetapi tak seperti respon sebelumnya, Tanra diam. Memandang lamat surat itu dengan sinis. Surat dari Edo.

"Dasar si brengsek itu."

Dihempaskannya surat itu ke meja seperti pemain domino andal yang melempar kartu.

Surat ketiga, untuk semuanya. Ya, di surat ketiga tertulis jelas : Untuk anak Candi Tellu. Tanra membolak-balik surat itu, surat yang agak berat lagi aneh nan kuno. Tercium aroma serbuk kayu. Anehnya lagi tak ada pengirimnya.

"Surat?"

Bastian, Drio dan Lexan keluar dari kamar mereka mendengar Tanra menggerutu soal surat.

Bastian dengan tanpa permisi merampas surat itu. "Oh, untuk Ayu semua... eh tidak, siapa yang mengirimi kita surat satu ini...."

"Surat?"

Speak of the devil!

Ayu datang bersama dengan Nala dan Sanja.

"Darimana kalian?" tanya Tanra pada siapapun. 

"Habis membeli kepik baru, untuk menemani Sukala. Kasihan serangga itu kesepian," ujar Ayu seraya menaruh kotak berisi kepik yang baru ia beli, juga makanan untuk serangga itu berupa dedaunan. "Namanya Kemala... kepik manis, lucu, bersahaja..."

"Huekk.... Nama yang buruk," gerutu Basian. "Kepik itu akan mati dua hari lagi karena tak terima dengan namanya yang konyol."

Ayu mengambil buku Tanra setebal 550 halaman.

BUGK!

"Auu.."

"Jaga mulutmu Bas."

"Oh ada surat?!" seru Sanja, matanya langsung tertuju pada surat di tangan Bastian.

Nala tanpa berpikir panjang merampasnya. Ia memberikan dua surat kepada Ayu setelah dilihatnya selama beberapa detik, sementara satunya lagi ia bolak-balik.

"Dari siapa surat ini?"tanya Nala.

Bahu Tanra terangkat. "Entah."

Ayu membuka suratnya lebih dulu.

"Pasti surat cinta lagi," gumam Nala.

Ayu tersenyum simpul, lalu sok malu-malu. Melihat tingkahnya membuat Tanra ingin muntah, ia langsung memasang wajah masam tak tertarik sama sekali tiap nama Edo disebutkan. Rasanya seperti mendengar kata-kata kotor keluar dari mulut pembual.

Surat dari Abimanyu dibuka Ayu lebih dulu. Surat itu berwarna hijau dengan hiasan berupa bunga pukul empat. Mata Ayu berbinar-binar sebelum senyumnya surut.

Hanya berisi selembar kertas putih.

"Apa sih?" gerutu Ayu. Dibolak-baliknya kertas itu sekali lagi, namun masih sama.

ARCHIPELAGOS 2 (Wizarding School in Nusantara)Where stories live. Discover now