BAB 16

2.4K 447 25
                                    


🌿🌿🌿


"Semuanya salah Lexan. Kalau dia kembali hidup, akan kutinju wajah sialannya itu."

"Sadarlah Tan, ini bukan waktunya menyalahkan siapa-siapa," tegur Sanja. "Semuanya sudah terjadi."

Ayu masih sesenggukan di sudut ruangan.

"Bagaimana? Apa kita harus mencarinya sekarang? Memberitahukan pajaga di kota ini?" tanya Sanja.

"Kita harus mengirimkan surat cepat ke Nyai Rondo dan Nyai Mina. Bastian juga sedang sakit sekarang. Tak ada mantra yang diketahui Ayu kalau tak ada tanaman. Apa yang bisa kita lakukan lebih daripada mengirimkan surat?"

Sanja menghampiri Bastian. Memegang kening pria itu.

"Mae Hae..."

Muncul cahaya biru dari tangannya.

Ayu yang sesenggukan dan Tanra yang sedari tadi tak berhenti menggerutu agaknya terpukau.

"Nyai Mina mengajariku beberapa mantra medis sederhana sebelum kemari."

Tok tok tok...

Seseorang mengetuk pintu. Tanra berdiri, membukanya. Matanya terbelalak.

"Encik Flo?"

Encik Flo tersenyum.

"Selamat pagi anak-anak."

Ayu berlari memeluk erat perempuan itu.

Encik Flo membalas dekapan Ayu hangat.

"Nyai Mina sudah menceritakan segalanya kepadaku," kanya Encik Flo. "Kalau kalian dalam misi penting, aku tak tahu itu apa dan aku juga tak mau tahu. Keberadaan Encik disini hanyalah membantu kalian. Hanya sebentar, karena nanti akan ada sosok baru yang akan membantu kalian lebih."

"Sosok baru?"

Encik Flo mengangguk. "Sosok yang lebih paham soal ini. Sseorang mengirimkan surat kepada Nyai Mina soal keadaan kalian."

"Itu pasti Bastian," kata Sanja.

Encik Flo langsung menghampiri sosok Bastian yang terbaring lemah.

"Merieau Bingau."

Tanaman menjalar di tubuh Bastian.

"Demamnya sudah turun. Kau mengeluarkan sihir airmu San?"

Sanja mengangguk.

"Bagus, kita tunggu dia siuman dulu."

Setelah itu, Tanra langsung menceritakan apa saja yang baru mereka alami. Tentang mencari petunjuk sampai dengan hilangnya Lexan, Nala dan Drio.

Seseorang mengetuk pintu.

Flo tersenyum. "Sosok yang akan membantu kalian sudah datang."

Tanra membuka pintu, dan seorang pria berbadan tinggi tegap tersenyum.

"Engku Angga!?"

"Selamat pagi," sapa pria itu menunduk. "Nyai Mina menyuruhku kesini, untuk mengawasi kalian dan dia bilang kalian butuh ahli sejarah. Terima kasih Encik Flo, sudah mengirimkan sinyal alamat padaku lewat tanaman terbang lucu itu, serbuk bunga. Anda pasti berjuang keras."

Encik Flo memutar bola mata. "Sudah kubilang jangan bicara formal padaku. Usia kita cuma beda setahun."

"Baiklah Encik, jika itu keinginan anda."

Mereka terdengar lucu. Tetapi taka da satu orang pun di sekeliling mereka yang bisa ketawa sekarang.

"Jadi, bagaimana kita mencari mereka?" tanya Tanra, tak ingin berbasa-basi.

ARCHIPELAGOS 2 (Wizarding School in Nusantara)Where stories live. Discover now