BAB 21

2.3K 434 45
                                    

Nala melihat tempat pengasah pedang yang dibelinya untuk Lexan. Diamatinya benda itu lamat, benda yang dibelinya di Serandjana.

Kemarin, Nala sudah menyiapkan mental dan jiwanya. Ia tahu kalau Lexan bukan pria yang mudah untuk menerima barang dari orang lain. Sebagai buktinya adalah tumpukan hadiah di depan kamar Lexan. Tepat di dekat lemari kayu berukit wayang. Mulai dari hadiah besar seperti kursi duduk sampai ke barang-barang kecil seperti kalung atau gelang. Tak ada juga anak Candi Tellu yang berani menegur Lexan untuk membersihkannya, bahkan Ayu si pecinta bersih sekali pun.

Ketakutan Nala membawa petaka. Perempuan itu harusnya memberikan Pengasah Pedang kepada Lexan sejak awal kedatangan. Kalaupun Lexan menolak, Nala punya banyak teman sepertolakan. Tetapi apa yang tadi pagi dilihat Nala membuatnya berpikir dua kali. Hasrat agar barang itu diterima menjadi lebih bergejolak.

Pokoknya harus diterima!

Lexan untuk pertama kalinya menerima hadiah dan membawa hadiah itu masuk ke dalam kamarnya. Hadiah itu dari seorang perempuan yang tak akan pernah Nala lupakan. Hadiah dari Sahera, senior yang merupakan anggota Kanta yang mengidolakan Lexan. Perempuan dengan senyum tipis nan menawan. Entah mengapa itu membuat Nala semakin kesal. Menyadari satu hal kalau dia harus lebih baik agar hadiahnya diterima.

"Apakah karena hadiah yang ia berikan adalah sebuah pedang?" tanya Nala pada dirinya sendiri. Bahkan ia sampai mencari tahu hadiah yang Lexan terima. Sebuah pedang berwarna hitam berkilat.

Nala melihat Pengasah Pedangnya sekali lagi. Dia semakin tidak yakin.

Tok... Tok...

Seseorang mengetuk pintu kamar Nala.

"Masuk."

Rupanya Ayu dan Sanja.

"Kau baik-baik saja Nal?' tanya Ayu.

Sementara itu Sanja dengan segera menaruh mangkuk supnya di meja.

"Kulihat dari tadi pagi tak bersemangat. Ada apa? Pelajaran soal api seburuk itu?" tanya Ayu.

Nala menggeleng.

"Terus? Hm... jangan bilang kau memikirkan Berong terakhir yang akan datang? Nyai Mina menyuruh kita untuk..."

"Bukan itu Ayu."

"Terus?"

"Hanya lagi tidak enak badan."

Mendengar itu Ayu tersenyum. Walaupun jawaban Nala terdengar tak meyakinkan.

Sanja buru-buru perempuan itu menyajikan Sup Nangkanya dengan antusias. "Kau membutuhkan energi kalau begitu Nal, kau tahu aku membuatnya dari resep yang Bu Miren berikan. Aku akan ikut klab Samsinis. Besok pelajaran sudah dimulai. Kalian berdua tak mau ikut?" tawar Sanja.

"Sluurppp... Aku tak suka memasak," jawab Nala, menyeruput Sup buatan Sanja.

"Oh aku ada urusan," timpal Ayu seraya tertawa kecil. "Lagi pun siapa yang membuat nama klab sekonyol itu. Samsinis, Asam Asin Manis. Aku hampir tertawa encok sendirian dalam hening mendengar Encik Miren menyebut nama klab itu, menawarkan kita masuk. Namanya terdengar seperti sampah."

*

Ruangan Encik Petra dipenuhi oleh air mancur dan juga kolam yang dipenuhi ikan koi warna-warni. Ruangan yang di cat biru dengan air terjun mengalir melalui celah kecil di sebelah Timur. Tanra bisa menduga kalau air terjun itu adalah air yang terhubung dengan Ruangan perairan, sebab ruangan Encik Petra berada tepat di bawahnya. Di sebelah ruangan Encik Besse.

Tanra masih duduk seraya membaca buku seperti kebiasaannya. Beberapa menit lalu Encik Petra memberitahukannya untuk menunggu seseorang yang akan menjadi teman belajar Tanra hari ini.

ARCHIPELAGOS 2 (Wizarding School in Nusantara)Where stories live. Discover now