BAB 28

2.5K 471 55
                                    

🌿🌿🌿

Momen yang sangat langka bagi anak Candi Tellu untuk bisa melihat Bastian bangun amat pagi dan siap dengan seragam lengkapnya sebelum pukul tujuh pagi.

"Angga sedang sakit," kata Bastian.

"Loh kau mau menggantikannya mengajar Sejarah?"

Bastian menggeleng. "Bukan Engku Angga, Angga ketua kelasku. Teman secandinya bilang dia sakit dan minta tolong padaku untuk berangkat pagi untuk menyiapkan kelas, karena Engku Roman tak suka kelas lambat."

Drio mengangguk, hampir saja ia salah paham. Angga adalah murid yang seangkatan dengan mereka, ketua kelas umum waktu mereka masih di Tingkatan Pertama.

Bastian tak jalan sendirian ke Terhon, Tanra menemaninya. Tak perlu bertanya mengapa bisa Tanra, semua orang sudah tahu dia anak yang rajin. Berangkat setelah pukul tujuh adalah aib baginya.

Bastian masih seperti biasanya, pria itu cerewet dan suka membahas hal tak penting. Sepanjang jalan ke Terhon ia membahas soal lampu Candi Papat yang nampak suram, membahas soal sejuknya udara pagi, membahas soal kenapa harimau tak berbentuk sapi. Tanra hanya diam, ia sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri soal mantra-mantra medis air. 

Saat mereka tiba di Terhon, nampak sosok perempuan yang terlihat mendongak, menatap papan pengumuman. 

"Ije?!"

Ije menoleh. "Ah Tanra."

"Kemarilah, kau harus lihat ini. Ada perubahan kurikulum," gumam Ije.

Tanra yang penasaran mendekat ke papan pengumuman. Membaca tiap kata dengan suara berdesis.

"Gawat."

"Ya, kau benar Tan, kurikulum ini akan merugikan golongan kita, bukan begitu?"

Kedua bahu Bastian terangkat, tak tahu apa yang dua manusia cerdas itu bicarakan. Bastian merasa ia bukan bagian dari mereka sehingga memilih pergi. Menaiki tangga spiral dan meninggalkan Tanra.

Tanra dan Ije membahas soal pengumuman itu, hingga secara tak sadar mereka menjadi akrab. Merencanakan bagaimana caranya mendapatkan nilai lebih banyak lagi agar mereka tetap isa jadi juara bertahan. 

"Kita tunggu saja informasi berikutnya," gumam Tanra. 

Dua manusia ambisius dari Wae yang dulunya rival bisa sangat berbahaya jika mereka bekerjasama. Ibarakatkan dua udara kencang yang bertemu untuk membangkitkan tenaga listrik. 

Pengumuman itu menjadi pembahasan panas. Terhon yang tadinya lengang kini menjadi penuh dan berisik. Orang-orang berdesakan dan suara desisan lebah terdengar.

Sampai gong berbunyi. Itu artinya mereka harus membubarkan diri sebelum Encik Inem yang baru datang menegur mereka. Encik Inem seperti layaknya sipir penjara, dia ketus, pemarah dan dibenci banyak murid. Namun bagi Murid Agni dia adalah kebanggaan.

"JANGAN BUBAR DULU!"

Suara menggelegar dari Engku Yousa membuat murid menghentikan langkahnya dan mendengar dengan seksama. Pria itu membuka perkamen lebar, mengumumkan bahwa semua murid harus berkumpul di Terhon sebelum makan siang.

Bastian menggerutu hebat di Aiho. Dia sudah lelah datang lebih awal serta siap menerima pujian atas kedisiplinannya, namun ternyata semuanya dibatalkan. Guru-guru mengadakan rapat khusus untuk membahas perubahan kurikulum membuat pelajaran jam pertama ditunda.

"Sepertinya akan ada banyak hal yang diubah," ujar Bara yang suaranya tenggelam oleh deru angin di Aiho.

🌿

ARCHIPELAGOS 2 (Wizarding School in Nusantara)Where stories live. Discover now