BAB 34

2.4K 426 39
                                    


Pundek berundak dan prasasti-prasasti berukir di batuan pualam nampak jelas di kiri-kanan jalan setapak. Suasana sangat gelap dengan awan mendung berwarna abu pekat yang menampung air seolah ingin tumpah. Rumput liar berwarna kecokelatan dengan pohon aneh berdaun segi lima dan batang berduri menghiasinya.

Inilah Poraran—ah tidak, lebih tepatnya jalan menuju ke Poraran.

Poraran adalah sebuah kawasan sempit di ujung jalan ini, yang merupakan gerbang menuju ke alam ghaib berenergi besar. Alam ghaib yang hanya diketahui oleh manusia-manusia pilihan yang telah merencanakan rencana besar untuk menguasai dunia.

Alakus baru saja tiba disana, tubuhnya berubah dari burung gagak menjadi manusia utuh bermata ular. Makhluk aneh itu langsung disambut baik oleh semua orang yang duduk di kursi dengan meja melingkar berwarna putih mengkilap yang terbuat dari adamtium.

"Akhirnya ketahuan juga," ledek Markus Bambong, seraya memainkan pedangnya dengan satu jari, seperti baling-baling. "Sudah kubilang mereka bukan anak-anak biasa. Kenapa juga harus menyamar menjadi kepik sih? Ada binatang lain yang lebih masuk akal."

Alakus mengernyit. "Setidaknya aku mampu bertahan lebih lama, daripada kau dan Myu, ketahuan lebih awal. Kalau tak ada informasi dariku tentang mereka, kalian tak akan bertahan lebih lama di Wentira."

"Cuih, dasar tua bangka," gerutu Myu (mentang-mentang punya wajah abadi). "Penyamaranmu juga sia-sia. Kau memberi petunjuk pada anak-anak terpilih itu untuk kemari."

"Diamlah!" Pria bertopeng, Tahanan 607 menyahut. Mereka langsung bungkam.

Tak ada yang berani macam-macam dengan Tahanan 607 karena pria bertopeng itu adalah kunci keberhasilan misi kali ini. Di tangannya ada benda pusaka yang telah lama dicari-cari—ya, Buku Serandji Nusantara. Buku itu mengkilap dengan sampul keunguan. Walaupun Tahanan 607 adalah tahanan baru dan paling muda diantara yang lain, tapi ia punya kekuatan luar biasa, salah satunya mengambil memori ingatan.

Misi mereka baru akan berhasil apabila mereka berhasil pergi ke portal menuju ke dunia ghaib. Namun sayangnya tak semudah itu, karena portal baru akan terbuka empat belas hari setelah diaktifkan. Ini adalah hari ketiga belas, kurang sehari lagi. Enola sang penyihir udara bertanggung jawab membuka portal. Dia satu-staunya yang berdiri, memejamkan matanya mengarah ke timur, serta diam mematung.

"Omong-omong bagaimana dengan tanah kelahiranmu Miruna?" tanya Alakus, memecah keheningan.

"Kudengar kau berhasil membunuh orang Binuang. Itu luar biasa. Bukan macam orang-orang yang diberi tugas ke Wentira." Alakus mendelik ke arah Myu dan Markos Bombang yang melemparkan tatapan sinisnya. "Hehe... aku bercanda."

"Tempat itu tak banyak berubah," kata Miruna. "Sejujurnya aku hanya lahir disana. Lalu pernah pergi tiga kali ke Dawletoo. Omong-omong aku lupa mengatakan kalau darah orang Binuang sangat segar."

Miruna adalah seorang penyihir darah. Salah satu bakat alami level atas dari penyihir air. Dia dulunya terkenal sebagai manusia paling sopan dan teladan di Kementrian. Padahal aslinya menyimpan sisi kelam. Dimana semasa hidupnya, Miruna membunuh banyak orang dan meminum darah mereka, tujuannya agar tubuhnya tetap sehat. Orang dunia luar menyebutnya psikopat.

"Aku akan mencoba darah anak ini," katanya seraya melihat anak yang diikat di pohon batang berduri yang tak jauh dari mereka. Anak itu adalah anak ketiga dari Wakil Kementrian. Terkulai lemas, setelah berhari-hari teriak histeris minta dipulangkan.

"Sabarlah," kata Bumbo, sang penyihir api dengan rambut gimbal berwarna merah gelap, ia terlihat seperti gelandangan. "Apakah tak ada diantara kalian yang mau mendengar ceritaku?"

Semuanya menggeleng.

Diantara semua kisah para penjahat itu, Bumbo yang kisahnya paling mengerikan untuk didengar. Dia telah membunuh hampir seperdelapan populasi penyihir di jamannya. Dia bukan penyihir biasa. Mendapatkan kekuatan anugerah dari Gunung Bromo. Bahkan mitosnya, dia pernah dituduh sebagai Berong Kelima saking kuatnya. Bahkan setelah Berong Kelima dikabarkan lenyap, banyak orang percaya kalau Bumbo masih ada kemungkinan menjadi Berong Keenam, atau paling tidak kekuatannya setara dengan para Berong.

Namun sehebat apapun kalian, apalagi jika kalian bukan Berong atau penyihir khusus awet muda (seperti Myu), usia akan membuat kekuatan kalian melemah. Bumbo sudah tak sehebat dulu. Walaupun tak dapat dipungkiri dialah yang membobol penjara Serandjana dan memanggil teman-temannya untuk kabur.

Bumbo terkuat kedua diantara para penjahat itu, setelah Tahanan 607. Tahanan 607, yang paling misterius, yang paling muda dan yang paling menguasai banyak hal. Banyak kisah tentangnya yang tak boleh diceritakan sekarang.

"Aku akan me..."

"NGG..."

Pandangan semua orang beralih, dari Markus Bambong ke anak perempuan yang hampir terlupakan. Ayu. Disekap di sebelah anak Wakil Kementrian Sihir. Mulutnya disumbat menggunakan serabut akar.

"Dasar Alakus goblok!" seru Markus Bambong. "Dia bisa mati jika kau tahan begitu, tak bisa bernapas.... Purang Segerang."

Muncul krangkeng besi di pohon itu.

"Dasar Alakus yang tak berperikemanusiaan. Pirau Segerau..."

Seketika ikatan di tubuh Ayu dan anak kementrian itu lepas.

"Berperikemanusiaan? HAHAHA..." Alakus tertawa lepas.

Ayu mengeluarkan sumbatan di mulutnya. "KALIAN! SIAPA KALIAN?!"

"Hohoho.... halo anak manis," sapa Alakus. "Majikanku tercinta yang merawatku penuh kasih sayang. Kau memasukkanku dalam kandang, kan? Sekarang aku membalasnya setimpal. Berterima kasih lah. Karena kandang ini lebih leluasa."

Ayu menggeleng. "Kau binatang menjijikkan. Dasar jelek! Bebaskan aku dari sini!"

Myu dan Markus Bombang tertawa terbahak-bahak.

"Kau dengar itu Alakus, bahkan anak kecil tahu kau buruk rupa." Myu menyeka air di sudut matanya. "Ah... lucu sekali."

Alakus geram. Lidahnya memanjang, melilit leher Ayu dan menarik kepala Ayu mendekat. "Katakan sekali lagi anak sialan!"

"CUKUP!"

Tahanan 607 bersuara. Hening. Semua kembali ke posisinya masing-masing, sementara Ayu mengusap leheranya yang sakit, kemudian menggoyangkan krangkeng.

Tahanan 607 menyentuh kening Ayu seraya memejamkan mata, lalu tersenyum. "Sepertinya teman-teman mereka akan sampai kemari. Bersiaplah!"

"Mereka akan mengalahkan kalian!"

Tahanan 607 tersenyum. Dia memegang kening Ayu sekali lagi. Anehnya Ayu tak bisa melawan. Rasa-rasanya seperti ada kekuatan hebat yang mendorongnya maju. Herannya, pria dihadapannya tak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Oh, anak Abimanyu rupanya," gumam Tahanan 607, masih menyentuh kening dengan dua jarinya dengan mata terpejam. "Hmm... kisah hidup yang menarik. Tetapi kurasa kau beruntung diantara keenam temanmu yang lain. Walaupun akhir hidupmu tak seperti itu. Ya, sepertinya kau akan berakhir mengenaskan. Oh tidak, ada yang lebih buruk lagi. Hm... pria itu, pria malang yang selalu mencoba melindungi semuanya. Oh kau menyukainya? Menarik sekali. Hmm dia... ah, malang betul. Cinta segitiga?"

"CUKUP!" Ayu menepis tangan pria itu, setelah berusaha sekuat tenaga melawan kekuatan yang entah darimana berasal.

"Seni meramal adalah seni yang konyol," kaya Ayu. "Nyai Mina memberitahukannya pada kami. Aku yakin Nyai akan datang dan menyumbat mulut kalian semua."

"Cih." Tahanan 607 tertawa kecil, sementara suara tawa di belakangnya terdengar keras. Mulut Alakus memang tak bisa dikondisikan. Tahanan 607 melanjutkan. "Kita lihat sejauh mana kalian semua bertahan di Archipelagos itu." 

ARCHIPELAGOS 2 (Wizarding School in Nusantara)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora