71B | Mak Samil

12.7K 2K 129
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MASHAALLAH satset bgtt promo valentine disikat😍 terima kasih ya! Yang mau mowteaslim bisa langsung ke wa atau shopee yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MASHAALLAH satset bgtt promo valentine disikat😍 terima kasih ya! Yang mau mowteaslim bisa langsung ke wa atau shopee yaa

____________

Udah mau bulan puasa, banyak-banyak jujur yuk! Dilarang baca sebelum vote ya, hayo boong ditanggung sendiri akibatnya 😁

____________

Langkah kaki Kana berjalan menaiki anak tangga satu persatu. Bodohnya Nilam yang memilih hotel seperti ini sebagai tempat mereka bermalam. Bagaimana mungkin elevatornya saja dalam posisi mati?

"Bang," Panggil Nilam di saat mereka menaiki anak tangga. "Kak Kana nggak papa itu kandungannya kalo naik tangga begini? Masih panjang loh anak tangganya."

Kana seketika berhenti melangkah, tatapannya kini tertuju pada perutnya yang rata. "Eh?" Celetuknya. "Nggak papa kok, Lam." Jawabnya spontan.

Telapak tangan Gatra terulur ke arah punggung istrinya itu untuk menuntunnya pelan. Tentu saja Kana merasa sungkan. "Nggak papa kok, Om."

"Kok manggil Abang 'Om'?" Tanya Nilam yang merasa aneh menyaksikan seorang istri memanggil suaminya sendiri dengan panggilan 'Om'.

"Ah... anu, Lam..." Kana menggigit bibir bawahnya sembari berpikir, "Kebiasaan aku sebelum nikah manggil Abang kamu ya Om Gatra."

Nilam menaikkan satu alisnya sebelum kepalanya mengangguk pelan. "Kamu asli Jawa ya, Kak?" Tanyanya saat mereka kembali berjalan beriringan sementara Gatra di belakang mereka.

Kepala Kana mengangguk, "Iya, Lam. Kenapa emangnya?"

"Enggak papa, biasanya manggil suami di daerahku ya 'Abang' juga." Jawab Nilam. Logatnya kental sekali. "Kalo disini pada manggil pake Mas ya? Tadi Nilam di jalan juga banyak denger kata ‘Mas’."

Nilam menetap sampai dirinya dewasa di tanah kelahirannya. Berbeda dengan Kana, meskipun lama menetap di Jogja, tetapi dari kecil ia adalah anak nomaden, sebab sang ayah seringkali dipindah tugaskan.

Bahasa yang masuk ke telinga Kana pun beragam. Namun, ia hanya memahami tanpa bisa membalasnya kembali dengan menggunakan bahasa yang sama. Satu-satunya bahasa yang lancar ia gunakan ya bahasa Indonesia dan Jawa tengah karena ayahnya cukup lama menetap di tanah Jogja ini.

Dara AjudanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang