13. Hujan

2.1K 312 14
                                    


.
.
.
.
.
Hujan terus mengguyur malang selama dua hari ini, dan selama dua hari ini Saga banyak memperhatikan adik-adiknya. Mereka tidak bisa jalan keluar dan hanya bisa duduk diam di rumah.

Juna juga seperti itu, memperhatikan apa saja yang cucu nya lakukan. Mulai dari Saga yang akan menghela nafas panjang setiap kali Wildhan atau yang lain mengeluh lapar, tapi akan selalu beranjak memasakkan sesuatu. Yudhis yang gak pernah jauh dari Yoga meskipun kadang terlihat berdebat, Maven dan Candra yang suka bertanding pees, Wildhan dan Jevan yang suka berbicara soal makanan, juga Harsa yang biasanya hanya akan memperhatikan dan membereskan kekacauan adik-adiknya.

Seperti saat ini, Juna yang baru saja keluar dari kamar nya menemukan tujuh cucu nya tengah menonton film di ruang keluarga. Juna mengernyit saat tidak menemukan Harsa disana, biasanya meskipun Harsa pendiam dan menjaga jarak, dia akan tetap ada bersama yang lain.

"Harsa kemana?" Pertanyaan Juna membuat yang lain menoleh.

"Mas Harsa tadi pamit ke dapur mau bikin teh eyang." Candra memandang sepupu nya yang lain, namun sepertinya yang lain juga ikut bingung.

"Ya udah kalian lanjutkan apa yang kalian lakukan, eyang mau tanya sesuatu ke Harsa dulu." Juna yang mendengar jawaban Candra mengangguk dan memilih untuk menyusul Harsa ke dapur.

Dan benar saja di dapur, Juna melihat punggung Harsa sedang duduk di meja makan dengan kaki yang di tekuk di atas kursi. Posisi dan cara duduk Harsa mengingatkan Juna pada sang putri, Aruna.

"Harsa." Harsa seperti nya terkejut saat mendengar panggilan dari Juna.

"Iya eyang?" Juna tersenyum saat Harsa menoleh.

"Gak usah di turunin kaki nya, gak papa. Dingin ya?" Harsa hanya mengangguk kaku.

"Eyang juga mau teh?" Juna menggeleng.

"Gak usah, udah malem." Harsa kembali diam, dia terlalu bingung mencari bahan obrolan.

"Harsa." Panggilan Juna membuat Harsa kembali mendongak.

"Iya eyang?"

"Kamu butuh apa? Kenapa gak bilang ke eyang, padahal udah dua hari?" Harsa yang semula bingung akhirnya menggeleng.

"Gak ada yang Harsa butuhin eyang, semua nya sudah ada." Juna menghela nafas panjang.

"Ya sudah kalau gitu, tapi inget kalau butuh sesuatu langsung bilang ke eyang."
.
.
.
.
.
Yoga tau ada yang beda dari Harsa di banding sepupu nya yang lain, Harsa kelihatan pendiam tapi menurut Yoga Harsa cuma takut buat bersuara.

Buat Yoga, Harsa itu gak bisa di baca. Sepupu nya itu bahkan ngelakuin sesuatu tanpa suara dan tanpa perintah. Beda sama mereka yang harus di omelin Saga dulu cuma buat nyuci piring bekas makan mereka.

"Belum tidur lo?" Yoga menggeleng saat Yudhis masuk ke kamar nya.

"Gak bisa tidur gue, rasa ngantuk gue ilang." Yudhis ketawa pelan denger jawaban Yoga.

"Lo tadi habis minum kopi nya mas Saga ya?" Yoga kembali menggeleng.

"Gak ya enak aja, gue lagi gak pingin minum kopi." Yudhis mengangguk paham.

"Gue gabut Yog, dua hari ujan mulu." Yoga tertawa kecil.

"Emang kalau gak ujan lo mau kemana? Udah hafal daerah sini emang?" Yudhis ketawa malu, soalnya dia memang belum hafal daerah malang.

"Belum, lagian mobil kita belum dateng juga." Yoga menggeleng heran waktu denger gerutuan Yudhis.

"Ya udah sih tungguin aja, besok mending lo periksa laporan cafe lo." Yudhis cuma mengangguk.

Bratadikara's houseOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz