75. Tidak ada perubahan

1.4K 217 16
                                    


.
.
.
.
.
Wildhan menggenggam pelan tangan Harsa yang masih terasa dingin, hari ini giliran dia yang menjaga Harsa. Sesuai jadwal yang sudah mereka bagi, saat malam mereka akan menjaga Harsa secara bergantian.

Wildhan menatap wajah pucat Harsa, lebam yang sebelumnya ada disana sudah perlahan menghilang, perban tebal yang sejak awal menutupi luka di dahi Harsa juga sudah berganti dengan kasa yang di beri plaster.

Secara fisik, Harsa memang terlihat membaik. Kabel-kabel yang semula menempel di tubuh Harsa juga sudah di lepas, saat ini sepupunya itu terlihat seperti hanya tertidur.

"Mas Harsa, kapan mau bangun? Kita kangen." Wildhan bergumam lirih.

Sudah dua minggu sejak saat dimana Harsa di temukan di gudang rumah nya sendiri, hingga kini pemuda mungil itu masih betah tertidur.

"Mas Harsa ketemu bude Aruna disana ya? Jangan ikut bude ya mas, kita masih butuh mas Harsa disini." Wildhan menundukkan kepalanya, dia terlalu merindukan senyuman dan tingkah manja Harsa yang random.

Wildhan tidak pernah menyangka jika dirinya akan sangat menyayangi Harsa seperti ini, dulu dia sempat merasa iri pada Harsa. Hanya karena Saga lebih perhatian pada Harsa.

Saga tidak pernah perhatian pada orang lain selain padanya, itulah yabg membuat Wildhan marah dan kesal.

Tapi itu dulu, saat mereka baru saja tinggal bersama. Sekarang Wildhan tau jika Saga melakukan itu agar Harsa bisa terbuka dan tidak merasa kecil saat bersama mereka.

"Mas Harsa ayo bangun, nanti Kui keburu punya anak lagi."
.
.
.
.
.
Lain Wildhan, lain pula Yoga yang saat ini tengah duduk bersebelahan dengan Mala. Kekasih cantiknya itu memilih tinggal di malang dan menemani Yoga sementara, lagi pula Mala juga khawatir pada Harsa.

"Kenapa wajahnya di tekuk gitu sih?" Mala tersenyum manis, mencoba membuat Yoga mau tersenyum. Dan itu berhasil, Yoga tersenyum tipis saat melihat senyum manis kekasihnya.

"Belum ada perubahan dari keadaan mas Harsa." Mala memeluk Yoga saat mendengar hal itu.

"Sabar ya, yakin aja sebentar lagi Harsa bakal bangun. Sekarang Harsa lagi istirahat Yog, dia jarang tidur nyenyak selama ini." Yoga mengangguk dan kembali tersenyum simpul.

"Iya cantikku, makasih udah nemenin aku disini ya." Mala hanya mengangguk dengan pipi bersemu merah.

"Aduh Cantikku malu ya?" Mala merengut kesal saat mendengar Yoga menggodanya.

"Yoga jangan mulai deh." Yoga tertawa kecil.

"Lucu nya cantikku kalau lagi malu-malu gini."

Di saat Yoga sedang asik menggoda Mala, Candra justru sibuk mengelus bulu-bulu halus anak-anak kucing nya.

Tiga anak kucing berwarna orange di tambah satu anak kucing berwarna hitam putih itu beberapa kali terlihat mengeong tanpa henti di kamar Harsa, mungkin mereka merindukan pemilik kamar yang masih betah dengan tidur panjang nya.

"Sabar ya, nanti mas Harsa pulang kok, kalian doain ya?" Candra bergumam pelan pada kucing-kucing itu.

"Aku juga kangen mas Harsa, tapi mas Harsa masih betah tidur. Mas Harsa masih capek, nanti kalau udah gak capek, mas Harsa pasti main lagi sama kalian."
.
.
.
.
.
Saga menatap Pandu, Tara dan eyang Juna begitu ketiganya datang ke kamar nya. Eyang, papi dan om nya itu mengatakan jika hukuman Anggun, Kania dan Saji baru bisa di lakukan setelah mendapatkan kesaksian dari Harsa, sedangkan Harsa saja belum bangun sampai hari ini.

"Gimana bisa Harsa kasih kesaksian om, dia bahkan belum sadar sampai sekarang!" Tara mengangguk paham. Terlebih lagi saat melihat emosi di mata Saga.

"Saga, papi tau kamu marah. Tapi jangan terus kebawa emosi kayak gini le, yang ada nanti hukuman yang mereka terima gak akan seperti yang kamu mau." Saga mendengus kesal mendengar ucapan Pandu.

Bratadikara's houseDonde viven las historias. Descúbrelo ahora