73. Panik

1.2K 223 6
                                    


.
.
.
.
.
Tidak ada yang tau apa yang akan terjadi di rumah keluarga Hendra, tapi jelas kedatangan Miko dan keluarga nya cukup menarik perhatian keluarga yang masih berkumpul disana. Apa lagi jika mengingat ayah Miko adalah ketua rt setempat.

"Loh pak Bani, ada apa ya pak." Anggun sebenarnya cukup panik saat mengetahui pak Bani dan keluarganya datang.

"Pak Tara sama pak Pandu yang manggil saya ke sini bu Anggun." Pak Bani jelas tidak tau maksud Pandu dan Tara saat memanggilnya kemari.

"Oh, kami mau bapak ikut dan jadi saksi buat meriksa gudang belakang pak. Gudang itu gak sempat di periksa kemarin." Ucapan Tara jelas membuat Anggun dan Kania panik.

"GAK BOLEH! ITU GUDANG ISINYA PENUH KALAU SAMPAI DI PERIKSA NANTI BERANTAKAN!" Pandu dan Tara jelas menatap Anggun dengan alis terangkat.

"Memang disana ada apa? Kalau gak ada apa-apa harusnya gak perlu panik gitu." Saga langsung menyahut saat melihat ekspresi panik di wajah Anggun.

"Apa jangan-jangan tante ada sangkut pautnya sama hilang nya mas Harsa?" Yoga mencoba memancing dengan ucapannya.

"A-APA MAKSUD KAMU HAH?! KAMU NUDUH SAYA YANG NYULIK HARSA GITU?!" Saga tersenyum miring saat mendengar teriakan Anggun.

"Loh kalau bukan seharusnya, anda tidak perlu berteriak pada adik saya." Saga jelas menarik Yoga untuk menjauh dari Anggun.

"Periksa aja pi, gak ada salahnya kok. Kalau gak ada apa-apa nya seharusnya bukan masalah. Tapi tante Anggun, masih ingat apa yang saya ucapkan kemarin kan?" Anggun mengepalkan tangannya saat Saga mengatakan itu.

"Saya akan menghabisi siapa pun yang menjadi dalang hilang nya Harsa." Anggun menahan amarah yang akan keluar, dia tidak ingin semua bertambah runyam.

"K-kalau gitu periksa aja!" Saga tersenyum saat Anggun mengatakan itu.

Saga sengaja berjalan paling akhir dan mendekati Anggun.

"Harsa pernah cerita ke saya, kalau om Hendra punya ruangan buat ngehajar Harsa, apa itu di gudang sana? Soalnya di rumah ini gak ada ruang hukuman itu."
.
.
.
.
.
Bangunan yang di sebut gudang itu ternyata cukup luas, bahkan lebih mirip dengan paviliun karena ada kamar mandi juga beberapa ruangan disana, meskipun tidak besar.

Memang terdapat beberapa barang bekas disana tapi tidak sampai membuat tempat itu penuh.

Saga mengedarkan pandangan kesekiling, disaat Pandu, Tara, pak Bani, Miko, Yoga dan beberapa keluarga sedang memeriksa satu persatu ruangan. Saga justru memperhatikan satu pintu yang sejak awal tertutup, entah kenapa dia ingin ruangan di balik pintu itu diperiksa lebih dulu.

Klek

Klek

"Kunci ruangan ini mana?" Anggun seketika semakin panik saat Saga mencoba membuka pintu itu dan menanyakan kunci nya.

"I-itu....kunci ruangan itu ilang, u-udah lama." Saga jelas tidak percaya pada jawaban Anggun, terlebih saat dia menyentuh kusen pintu tadi, tidak terasa seperti lama tidak buka, sama sekali tidak ada debu disana.

"SAYA TANYA MANA KUNCI NYA?!" Teriakan marah Saga membuat semua orang yang ada di gudang itu mendekat.

"Saga kenapa teriak?" Saga menatap tajam dan lekat pada Anggun, sama sekali tidak menghiraukan pertanyaan Pandu.

"Anda benar-benar tidak mau memberikan kunci nya?" Anggun tetap diam, namun berusaha menyembunyikan kepanikannya.

"Saga kunci apa maksud kamu?" Saga hanya melirik sekilas, san Pandu paham jika putra nya sudah kehabisan kesabaran.

"Oke kalau begitu saya akan dobrak, papi pastiin aja wanita itu gak bisa pergi dari sini!" Pandu hanya mengangguk dan langsung berdiri di belakang Anggun bersama Tara, sama sekali tidak memberikan Anggun kesempatan untuk beranjak.

Brak

Brak

Saga mencoba mendobrak pintu itu seorang diri, namun sepertinya dia kesulitan. Hingga akhirnya Miko maju dan ikut membantu Saga mendobrak pintu itu.

Brak

Brak

Bruak

Pintu itu berhasil terbuka, namun apa yang mereka lihat didalam ruangan gelap itu jelas membuat siapa saja marah.

Harsa ada disana, terbaring tidak sadarkan diri dengan banyak luka di tubuhnya. Jangan lupakan darah yang juga keluar dari kepalanya.

"HARSA!!!" Saga dan Miko adalah orang pertama yang mendekati tubuh Harsa. Keduanya tidak tega melihat banyak nya lebam dan luka yang ada di tubuh mungil itu.

Saga dengan cepat memeriksa keadaan Harsa, sebelum akhirnya meminta bantuan Miko untuk membawa Harsa ke mobil. Mereka harus segera membawa Harsa ke rumah sakit, sebelum semuanya terlambat.

"Kamu harus jelaskan ini dihadapan polisi!" Anggun tidak bisa lagi kabur karena tubuhnya sudah di tahan oleh Pandu juga Tara.

Derap langkah penuh kepanikan yang berasal dari gudang belakang membuat semua keluarga juga beberapa polisi yang kebetulan datang bingung, namun mereka semua di buat terkejut saat melihat Saga dan Miko berlari ke arah depan dengan Harsa yang ada di pundak Saga.

"Ada apa ini?" Miko sempat memberi hormat pada salah satu atasannya di kepolisian sebelum memutuskan menyusul Saga.

"Mereka yang akan menjelaskannya pak, saya harus mengantar Saga ke rumah sakit lebih dahulu."
.
.
.
.
.
Anggun dan Kania di tanggap oleh kepolisian karena terbukti melakukan penyekapan dan penyiksaan terhadap Harsa, sudah sangat jelas karena keluarga Hendra maupun keluarga Bratadikara tidak akan melepaskan mereka.

Harsa adalah cucu kesayangan di dua keluarga tersebut, bahkan Harsa adalah pemilik tahta tertinggi di keluarga Hendra. Karena Harsa merupakan cucu pertama dan laki-laki.

Keadaan Harsa juga tidak bisa dikatakan baik, luka di tubuhnya membuat tubuhnya yang memang sudah drop semakin drop. Beruntung mereka tidak terlambat membawa Harsa ke rumah sakit, jika terlambat lima menit saja, maka tidak akan ada jaminan untuk keselamatan Harsa.

"Jangan nangis." Saga satu-satu nya yang masih berdiri tegak saat semua adik-adiknya menangis begitu mengetahui kondisi Harsa.

"Mas Saga." Saga menghela nafas panjang saat melihat Wildhan mendekatinya.

"Sini."

Grep

Wildhan langsung memeluk Saga dan menyembunyikan wajahnya di pundak kakak sepupunya itu, Saga juga hanya bisa mengelus punggung Wildhan.

"Udah nangisnya, sekarang doain Harsa biar cepet bangun." Wildhan mengangguk kecil dalam pelukan Saga.

"Seharusnya aku lebih cepet kasih tau kecurigaan ku kan mas? Dengan gitu kita bisa nemuin mas Harsa lebih cepet, dan mungkin keadaan mas Harsa gak bakal sampai kayak gini." Saga menatap lekat pada Yoga yang lagi-lagi bergumam hal yang sama.

"Yog, sini!" Yoga mendekat ke arah Saga saat mendengar perintah pemuda tinggi itu.

Grep

Saga menarik Yoga agar masuk kedalam pelukannya, tentu saja dengan Wildhan yang masih setia memeluk tubuhnya.

"Itu bukan salah mu Yog, kamu udah lakuin yang terbaik. Kalau bukan karena kecurigaan mu kemarin, kita gak bakal nemuin Harsa dan mungkin keadaan nya bisa lebih parah dari ini." Yoga yang semula menahan tangisnya, seketika meneteskan air mata saat Saga mengatakan itu.

"Kalian boleh nangis sekarang, tapi habis ini kalian harus balik kayak semula. Doain Harsa biar cepet bangun, dia perlu dukungan kita semua dek."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat malam
Ada yang nungguin?
Mood ku lagi berantakan buat nulis maupun up, jadi tolong maafkan kalau aku up nya agak lama ya...
Mungkin nanti kedepannya setelah book ini end, aku mau bikin jadwal up aja, biar lebih teratur...

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

–Moon–

Bratadikara's houseWhere stories live. Discover now