69. Cerita masa lalu

1K 197 9
                                    


.
.
.
.
.
Acara makan bakso mereka gagal, karena Saga, Harsa, Yudhis dan Yoga terpaksa harus meninggalkan yang lain. Semua karena pesan dan permintaan Tara juga Pandu untuk membawa Harsa pada Hendra, tidak tau apa mau nya tapi mereka berdua khawatir pada Harsa.

Perjalanan dari malang ke surabaya juga bukan jarak yang dekat, itulah kenapa Saga tetap memaksa akan mengantar ke sana.

"Sa, gak papa?" Harsa hanya mengangguk, pemuda itu sejak tadi hanya menatap ke luar jendela mobil.

"Kalau kamu gak mau, gak papa. Kita bisa bilang itu ke papi sama om Tara." Harsa menatap Saga yang sedang menyetir dan menggeleng.

"Gak papa Ga, aki gak papa. Ada kalian kan?" Yudhis yang memang ada di sebelah Harsa langsung menarik pemuda itu dan memeluknya.

"Iya, nanti kita temenin mas Harsa." Harsa tersenyum tipis.

Saga tersenyum saat dia juga menemukan Pandu di lapas, papinya itu turut datang bersama dengan kuasa hukumnya.

"Apa kabar Sa?" Harsa tersenyum tipis pada Pandu.

"Baik pakde." Pandu ikut tersenyum mendengar jawaban Harsa.

"Ya udah, kamu masuk gih. Bapak mu mau ketemu sama kamu, pakde sama yang lain tunggu disini." Harsa langsung mengepalkan tangannya saat Pandu mengatakan jika Harsa ingin bertemu dengannya.

"Harsa masuk sendiri pakde?" Pandu mengangguk. Hal itu membuat Harsa semakin khawatir.

"Gak papa Sa, pakde tungguin di depan pintu ini. Kalau ada apa-apa kamu bisa teriak, dan lagi ada satu petugas di dalam." Harsa akhirnya mengangguk dan mulai memasuki ruangan.

"Papi, beneran gak papa?" Pandu mengangguk.

"Iya gak papa, ada petugas di dalem. Udah pasti Hendra gak akan berani macem-macem."

Sedangkan di dalam ruangan Harsa jelas terlihat ragu untuk mendekati Hendra, terutama saat melihat tatapan tajam Hendra.

"B-bapak." Hendra hanya diam saat Harsa mendekat dan duduk di hadapannya.

"Bapak sehat kan?" Hendra berdehem sebagai respon pertanyaan Harsa.

"Pakde Pandu bilang bapak mau ketemu Harsa, ada apa pak?" Harsa mengulas senyum tipis.

"Sebenarnya saya juga terpaksa, kalau bukan karena anak perempuan saya, saya tidak sudi bertemu kamu." Harsa menggigit pipi bagian dalam nya saat Hendra dengan enteng nya mengatakan itu.

"B-bapak mau nyampein apa ke Harsa?" Hendra menunjuk ke arah map yang ada di atas meja.

"Tanda tangani itu, setelah itu kamu bebas tinggal di rumah tua bangka itu." Harsa cukup terkejut mendengar pertanyaan Hendra. Dengan tangan gemetar Harsa memutuskan membuka map merah yang ada di hadapannya itu dan membaca nya dengan seksama.

"B-bapak mau kasih rumah bunda buat Kania?" Harsa yang semula sudah ingin menanda tangani kertas itu langsung menatap Hendra.

"Ya, itu akan jadi rumah Kania." Harsa menggeleng dan kembali meletakan bolpoin yang di pegang nya di meja.

"Gak mau, Harsa gak mau tanda tangan." Jawaban Harsa membuat Hendra marah.

"Kamu cuma harus tanda tangan apa susah nya? Kania itu adek kamu!" Harsa tetap menggeleng.

"Rumah di surabaya itu rumah bunda, bapak dulu udah bikin bunda pergi dari sana dan bawa ibuk sama Kania masuk. Mereka merebut semua punya bunda, dan sekarang bapak mau Harsa kasih itu buat Kania? Gak mau!" Hendra semakin di buat berang karena jawaban panjang Harsa.

"Halah drama! Tinggal tanda tangan terus selesai! Masih aja ngeributin orang mati!" Harsa mengepalkan tangannya erat, jujur saja saat ini Harsa tidak bisa lagi menghormati Hendra.

Bratadikara's houseWhere stories live. Discover now