19. Bisa dipercaya

1.8K 296 18
                                    


.
.
.
.
.
Saga benar-benar berniat membantu Harsa sepertinya, sejak pagi pemuda itu sudah mendahului kebiasaan Harsa di dapur. Hal itu membuat Harsa terkejut, karena tidak biasanya Saga akan bangun lebih dulu.

Harsa bahkan baru saja selesai sholat saat melihat Saga sudah berkutat di dapur, membuat sarapan untuk mereka dan melarang Harsa membantu nya.

"Kamu tumben bangun nya pagi banget?" Saga mengedikan bahu nya.

"Gak tau, tiba-tiba aja jam empat kebangun. Sambil nunggu subuh ya udah aku masak." Harsa mengangguk kecil.

"Sini biar aku lanjutin, kamu sholat dulu sana." Saga terlihat ragu tapi akhirnya mengangguk. Toh sebenarnya masakannya sudah selesai, tinggal memasak nasi dan membuatkan teh untuk Juna.

"Kamu jadi nyuci Sa?" Harsa mengangguk, lalu menatap Saga yang belum sepenuhnya pergi dari dapur.

"Jadi."

"Habis sarapan atau mau habis ini?" Harsa mengernyitkan dahi nya.

"Habis ini aja, siapa tau nanti eyang butuh bantuan di kebun." Saga menggelengkan kepala mendengar ucapan Harsa.

"Sa, kayaknya aku harus buat jadwal piket selama puasa besok, biar gak kamu semua yang ngerjain. Heran aku, kamu gak ada capeknya apa?" Harsa justru tertawa kecil.

"Capek itu biasa Ga, toh aku baik-baik aja."
.
.
.
.
.
Selesai memasak dan menyiapkan teh untuk Juna, sekarang Saga dan Harsa sudah ada di bagian belakang rumah. Saga sedang menjelaskan pada Harsa bagaimana cara menggunakan mesin cuci, dan Harsa tentu menyimak dengan baik hal itu.

"Jadi gini Sa, kamu tinggal masukin baju mu, pilihin dulu tapi, pisahin antara putih sama berwarna takutnya luntur. Terus tinggal kamu isi air, tunggu sampai batas nya ini, masukin sabun sekaligus pewangi nya. Udah tinggal kamu tunggu aja." Saga tersenyum geli melihat wajah serius Harsa.

"Udah?" Saga mengangguk.

"Karena mesin cuci eyang yang ini otomatis, jadi tinggal tunggu aja. Gak perlu kita yang buang dan isi air nya, sekali tekan udah selesai. Sekarang sini." Setelah memastikan Harsa paham, Saga menarik tangan Harsa dan membawa pemuda itu menghadap mesin cuci yang lain.

"Siniin baju putih-putih kamu tadi." Harsa dengan cepat meraih keranjang yang dia bawa tadi dan meletakkannya di samping Saga.

"Kalau ini gak otomatis Sa, kalau kamu pakai ini masukin baju kamu, nyalain air nya sekaligus masukin sabun. Kalau airnya udah cukup kamu tutup terus puter yang ini, nanti kalau mesin nya berhenti kamu puter ini buat buang air nya. Ngerti?" Lagi-lagi Harsa mengangguk.

"Udah tinggal tunggu aja, duduk sini." Saga akhirnya menarik Harsa untuk duduk di kursi yang memang ada di sana, tepat menghadap halaman samping rumah.

"Aku mau denger cerita kamu soal semalem, kamu berhasil buat aku penasaran." Harsa tertawa kecil mendengar ucapan Saga.

Semalaman Harsa memikirkan tentang hal itu, apakah dia bisa percaya pada Saga soal menceritakan keadaan keluarganya? Harsa sama sekali tidak pernah punya tempat cerita sejak kedua orang tuanya berpisah. Harsa juga tidak pernah bisa menghubungi sang bunda karena ayah nya selalu melarang, bagi Harsa hidup bersama Hendra bertahun-tahun itu rasanya seperti bermain lotre, kalau dia menang dia hidup, kalau dia kalah ya sudah selesai hidup.

Dan kali ini Harsa memutuskan untuk percaya pada Saga, terlebih sepupu nya itu tidak pernah memperlakukannya dengan buruk.

"Aku bisa percaya sama kamu kan Ga?" Saga terdiam sejenak dan mengangguk.

"Kamu bisa, dan aku juga bakal usaha buat jaga kepercayaan kamu itu." Harsa kembali tersenyum tipis.

"Kamu bilang kamu pernah main ke rumah waktu kita masih kecil dulu kan?" Saga mengangguk.

Bratadikara's houseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang