33. Hari ke-06: Ketakutan Harsa

1.8K 281 32
                                    


.
.
.
.
.
Harsa demam.

Hal itu membuat Saga rela begadang untuk memantau keadaan Harsa, apa lagi demam Harsa cukup tinggi. Beberapa kali bahkan Saga mendengar Harsa merancau, meskipun cowok mungil itu sama sekali gak membuka matanya.

"Kamu kenapa sebenarnya Sa? Apa yang buat kamu takut toh?" Saga menghela nafas panjang.

Saga membawa tangannya untuk mengelus kepala Harsa, berusaha agar Harsa tidak terbangun saat ini.

"Apa kamu takut sama eyang? Gak usah khawatir Sa, nanti aku bakal telpon eyang dan nanya semua nya, kalau perlu aku bilang semua apa yang udah Saji lakuin ke kamu."

"Kamu punya kita loh Sa, kita semua saudara kami. Kita gak akan kayak Kania yang bisanya cuma manfaatin kamu."

Saga kembali menepuk lengan Harsa beberapa kali saat pemuda itu gelisah, Harsa seperti tengah mimpi buruk.

"Ssstttt, gak usah takut, ada aku disini. Aku jagain kamu."
.
.
.
.
.
Gak ada yang gak khawatir sama Harsa, terutama waktu Saga bilang kalau hampir semaleman cowok mungil itu terus merancau pelan. Saga sebenarnya pingin ijin dari klinik tapi gak bisa, dia masih baru dan harus dateng ke klinik.

Jadilah habis subuh ini Yudhis yang menemin Harsa, sedangkan Saga udah siap-siap buat berangkat ke klinik.

"Harsa belum bangun?"Saga yang baru aja ngelihat Yudhis keluar dari kamar Harsa langsung nanya.

"Udah mas, katanya mau sholat subuh dulu." Saga mengangguk.

"Nanti tetep paksa dia buat istirahat, demamnya juga belum turun kan?" Yudhis menggeleng.

"Nanti habis dia makan suruh dia minum obat, jangan boleh ngapa-ngapain dulu." Kali ini Yudhis mengangguk.

"Mas mau berangkat sekarang?" Saga mengangguk, pagi ini hanya da Yudhis karena yang lain masih tidur.

"Ya udah aku berangkat, aku usahain buat pulang cepet deh."

Yudhis balik ke dalam rumah begitu Saga berangkat, tapi saat melewati dapur, Yudhis di buat kaget sama Harsa yang udah berdiri di depan westafel dapur, lagi nyuci piring mereka.

"Mas Harsa ngapain?" Harsa noleh dan senyum ke arah Yudhis.

"Nyuci piring Yud." Yudhis menghela nafas panjang.

"Udah biarin aja mas, nanti biar aku yang nyuci. Mas duduk aja sini, aku ambilin makan." Tapi Harsa menggeleng, menolak usulan Yudhis.

"Hari ini jadwal ku piket, dan lagi aku gak mau makan Yud. Kalian puasa dan kenapa aku harus makan?" Yudhis mengernyit tidak suka.

"Tapi mas Harsa lagi sakit." Harsa menggeleng.

"Aku udah gak papa, jadi biarin aku nyelesein ini."
.
.
.
.
.
Harsa di buat tidak bisa berkutik saat tau jika eyang Juna pulang, gak sendiri karena orang tua Saga dan Wildhan juga ikut. Katanya mereka mau nganter eyang Juna sebentar sebelum nanti eyang mau ke jakarta.

Harsa memang tidak masalah kalau dia harus minta maaf ke Saji, tapi perkataan eyang Juna kemarin udah buat Harsa ngerasa gak punya hak buat nolak.

"Eyang." Wildhan yang tau kalau eyang Juna datang langsung sumringah, apa lagi ada orang tua nya.

"Baru juga eyang tinggal berapa hari sih Wil?" Wildhan hanya tertawa pelan.

"Hehe." Eyang Juna memperhatikan semua cucu nya yang sekarang lagi duduk di ruang keluarga, hanya enam karena Harsa sudah langsung menghindar setelah menyalimi eyang juga orang tua Saga dan Wildhan.

"Mas kalian kemana?" Pertanyaan eyang Juna membuat Wildhan mengedarkan pandangannya.

"Mas Harsa atau mas Saga eyang?"

Bratadikara's houseWhere stories live. Discover now