15. Paksaan bapak

2K 321 22
                                    


.
.
.
.
.
Harsa menolak di bawa ke rumah sakit setelah sadar, bahkan meskipun di paksa oleh semua adik-adik nya pun Harsa tetap menolak. Saga yang melihat ketakutan di mata Harsa akhirnya mengalah dan membiarkan Harsa di rumah, dan Juna juga setuju akan hal itu.

Mereka juga tidak mengatakan apapun soal bekas luka di punggung Harsa, karena permintaan Harsa. Harsa tidak ingin adik-adiknya yang lain tau akan hal itu.

Cklek

"Harsa, ayo sarapan." Saga menghela nafas saat melihat Harsa masih terlelap, Saga tau jika Harsa selalu kesulitan tidur saat malam hari dan baru akan tidur setelah subuh.

"Pola tidur mu harus di benerin Sa." Saga kembali menutup pintu kamar Harsa, karena memang sejak kejadian dua hari lalu, Juna meminta Harsa tetap istirahat dan tidak melakukan apapun.

"Loh mana Harsa?" Saga tersenyum saat mendengar pertanyaan Juna.

"Masih tidur eyang, biarin aja dulu. Dia gak tidur semaleman, kayaknya karena pundaknya sakit." Juna mengangguk paham.

"Ya udah ayo sarapan, nanti habis itu kamu ikut eyang belanja Ga." Saga mengangguk setuju.

"Yang lain di rumah aja, tapi jangan berisik. Biarin Harsa istirahat!"
.
.
.
.
.
Harsa terbangun saat merasakan ponsel yang dia simpan di bawa bantal bergetar, Harsa menghela nafas panjang sebelum meraih ponselnya. Dia sudah tau jika yang menghubunginya adalah Hendra, karena tidak akan ada lagi yang menghubungi ponsel nya kecuali keluarga bapaknya itu.

Drrttt

Ddrrttt

Ddrrtt

Klik

"Assalamuallaikum."

"Enak tinggal disana Harsa? Betah ya?"

Harsa terdiam, hanya mendengar nada suara bapak nya saja, Harsa sudah bisa menebak jika Hendra tengah menahan emosi.

"B-bukan gitu pak."

"Halah, apa yang udah mereka bilang ke kamu HAH? saya gak mau tau besok pagi saya harus sudah liat kamu di rumah dan beres-beres!" Harsa di buat tidak bisa menjawab.

"Kemarin bapak sendiri yang ngusir Harsa biar mau tinggal disini!" Harsa tidak peduli jika di anggap kurang ajar, karena memang nyatanya Hendra sendiri yang meminta Harsa pergi.

"SAYA GAK MAU TAU HARSA!! YANG SAYA MAU KAMU BESOK ADA DI RUMAH!!"

Klik

Harsa kembali menatap layar ponselnya yang menghitam, Hendra mematikan panggilan mereka sepihak.

"Maaf pak, Harsa gak berani ngelawan omongan eyang."

Harsa memutuskan untuk keluar dari kamar nya, selain dia haus, dia juga ingin menetralkan emosi nya setelah dihubungi Hendra tadi.

Tujuan Harsa ke dapur langsung berganti ke ruang keluarga saat mendengar keributan dari sana, salahkan saja suara Wildhan dan Maven yang melengking.

"LAH ITU SALAH KAMU MAVEN, KAMU YANG KALAH KOK NYALAHIN ORANG!!"

"KAMU CURANG WILL!!"

"AKU GAK CURANG JANCOK!!"

"POKOK NYA KAMU CURANG!!"

Wildhan dan Maven terus saja saling berteriak, bahkan mengabaikan bujukan yang di lontarkan yang lain. Tidak ada seorang pun yang menyadari kehadiran Harsa, pemuda itu hanya berdiri diam sambil bersandar pada tembok.

"Mas Harsa." Ucapan Jevan yang melihat kehadiran Harsa disana mampu membuat Wildhan dan Maven bungkam.

"Udah? Masih mau lanjut?" Baik Maven atau pun Wildhan hanya menggeleng.

Bratadikara's houseWhere stories live. Discover now