14. Untung ada Saga

2.2K 308 21
                                    


.
.
.
.
.
Saga menghitung jumlah adiknya begitu mereka ada di meja makan, tapi pemuda itu mengernyit saat tidak menemukan Jevan, Candra dan juga Harsa.

"Eyang." Juna yang sudah duduk di meja makan langsung menoleh.

"Ada apa?"

"Candra, Jevan sama Harsa kemana? Eyang lihat mereka keluar?" Juna mengangguk.

"Mereka keluar habis sholat subuh tadi, kenapa Ga?" Saga menggeleng.

"Gak papa eyang." Juna tersenyum mendengar gumaman Saga.

"Mereka kemana eyang? Kok gak ajak-ajak Wildhan." Juna tertawa kecil menyadari jika Wildhan tengah merajuk.

"Jevan ngajak Harsa jalan-jalan sekitar sini tadi nya, tapi Candra minta ikut."

"Ih ngeselin!" Gerutuan Wildhan ternyata memancing tawa di ruang makan.

"Udah ayo sarapan. Nanti jam sembilan ikut eyang ke kebun." Wildhan yang semula cemberut langsung sumringah.

"Eyang mau panen?" Juna hanya mengangguk.

"Eyang." Kali ini Juna menatap ke arah Yoga.

"Iya, nanti eyang kasih tau soal perkebunan."

"Ini mas Saga sama Wildhan yang masak?" Yudhis yang mulai makan langsung bertanya pada Saga, namun Saga menggeleng begitu juga Wildhan.

"Tadi waktu mau masak, udah ada lauk sama sayur, nasi nya juga udah mateng." Wildhan cuma mengangguk saat Saga menjawab.

"Bukan eyang yang masak kan?" Ucapan Maven membuat semua yang ada di meja makan menoleh ke arah Juna.

"Bukan, eyang keluar kamar jam lima aja semua udah ada di atas meja." Saga langsung diam mendengar jawaban Juna, di otak nya hanya terbesit satu nama, Harsa.

"Udah ayo selesaiin sarapannya."
.
.
.
.
.
Candra menatap ke arah Harsa yang hanya diam sambil memperhatikan sekeliling, begitu juga Jevan.

"Mas, mau sarapan?" Harsa menggeleng.

"Kalian aja, aku gak. Belum laper." Candra akhirnya mengangguk dan mengajak Jevan membeli bubur ayam.

"Mas, tunggu sini sebentar kalau gitu. Kita mau beli bubur ayam di situ." Harsa mengangguk.

"Jev, kamu beneran gak pernah ketemu mas Harsa sebelum ini?" Jevan menggeleng. Mereka sedang menunggu bubur pesanan mereka.

"Gak pernah, padahal kediri sama pare deket banget." Kedua nya hanya bisa memperhatikan Harsa dari jauh. Kakak sepupunya itu tengah duduk di mobil yang pintunya sengaja mereka buka.

"Mas Harsa gak lagi sakit kan ya?" Jevan mengernyit saat Candra mengatakan itu.

"Sakit gimana?"

"Tadi pagi, waktu mas Harsa bangunin aku, aku liat mas Harsa pucet. Mana tangan nya dingin banget." Jevan menatap lekat pada Harsa yang sibuk dengan ponselnya.

"Tapi sekarang mas Harsa keliatan baik-baik aja." Candra mengangguk.

"Kalau liat mas Harsa pucet lagi, kita bilang ke mas Saga aja. Biar mas Saga periksa mas Harsa."

Candra dan Jevan memutuskan makan di dalam mobil, menemani Harsa yang entah sedang apa dengan ponselnya.

"Mas, yakin gak laper?" Harsa tersenyum dan menggeleng.

"Gak, udah makan aja. Kalau gak mau kemana-mana lagi kita pulang ya?" Jevan menatap Candra sekilas sebelum akhirnya mengangguk.

"Iya mas, habis ini kita pulang. Lagian eyang bilang jam sembilan mau ke kebun, mas mau ikut?" Harsa diam sebentar tapi kemudian mengangguk.

Bratadikara's houseWhere stories live. Discover now