82. Meledak

1.1K 225 26
                                    


.
.
.
.
.
Saga memasang wajah datar saat mengetahui jika yang datang adalah eyang Ningsih, salah satu sahabat almarhumah eyang putri mereka. Pantas saja Harsa menolak untuk di ajak menemui mereka.

Saga bukan tidak tau jika saat kedatangan eyang Ningsih sebelumnya, beliau sudah membuat perasaan Harsa terluka. Saga tentu tau, karena Yoga menceritakan semuanya.

"Saga makin cakep aja ya." Saga hanya mengangguk saat lagi-lagi eyang Ningsih mengatakan itu.

"Mas Juna, tak pikir bocah itu sudah gak ada di sini, ternyata masih ada disini." Tatapan Saga langsung berubah tajam saat eyang Ningsih mengatakan itu.

"Jangan cari masalah disini Ningsih." Eyang Ningsih terlihat tidak peduli dengan teguran eyang Juna.

"Loh tapi kan aku ngomong bener mas." Ucapan eyang Ningsih jelas membuat semua keluarga Bratadikara kesal.

"Ayu sekarang masih kuliah?" Hala mencoba mengalihkan topik bahasan mereka dengan menanyai cucu eyang Ningsih yang sejak tadi terus menatap ke arah Saga.

"Ayu sudah lulus tante, sekarang lagi coba-coba buka usaha di surabaya." Hala tersenyum dan mengangguk.

"Cucu ku hebat kan, udah bisa usaha sendiri sekarang. Mas Juna, gak mau jodohin cucu ku sama salah satu cucu mas?" Semua yang ada disana jelas terkejut saat mendengar hal itu.

"Mereka udah punya pasangan Ning, gak bisa di jodohin."

"Walah, sayang banget ya. Ayu suka yang mana nduk?" Ayu menoleh pada sang nenek dan dengan malu-malu menunjuk Saga.

"Mas nya ganteng eyang." Saga yang mendengar itu seketika ingin langsung menghilang saja.

"Saga juga sudah punya pacar?" Saga langsung mengangguk.

"Sudah."
.
.
.
.
.
Saga kira kekesalan nya akan cepat berakhir tapi ternyata eyang Juna meminta eyang Ningsih dan keluarga nya untuk ikut makan siang bersama.

Saga kesal? Tentu saja. Bahkan adik-adiknya juga ikut kesal, semua itu karena baik eyang Ningsih, suaminya bahkan anak dan cucu nya pun tidak berhenti memerintah Harsa mengambilkan apapun untuk mereka.

"Heh kamu ambilin mangkuk satu lagi di belakang." Eyang Ningsih kembali memerintah Harsa, dan itu membuat Saga mengepalkan tangannya.

"Harsa, duduk. Makan dan gak usah ngeladenin mereka lagi!" Harsa yang baru saja akan beranjak langsung kembali duduk saat Saga mengatakan itu.

"Eyang Ningsih, di depan eyang itu ada piring, dan kita gak makan makanan berkuah, jadi berhenti memperlakukan adik saya seperti pembantu eyang." Semua terkejut mendengar seruan Saga, bahkan eyang Ningsih sekalipun. Berbeda dengan adik-adiknya yang lain, mereka tentu senang Saga seperti itu.

"Saga, yang sopan." Saga menatap lekat pada eyang Juna.

"Saga sopan ke orang yang menurut saga pantas eyang, dan eyang tau itu." Eyang Juna menghela nafas panjang. Beliau tidak ingin ada keributan di sini, tapi sepertinya sahabat almarhumah istrinya itu senang mencari masalah.

"Saga udah lah, biarin aja dia di suruh-suruh. Toh dia dulu juga di benci disini, kamu gak tau aja kalau dia itu penyebab tante kamu meninggal." Saga mengepalkan tangannya semakin erat.

"Om Anto, om itu orang luar gak tau apapun soal keluarga ini. Jadi cukup gak usah komentar apapun selama saya masih bisa ngomong baik-baik." Saga menatap tajam pada anak laki-laki eyang Ningsih.

"Om Juna liat, anak itu ngebuat cucu-cucu panjenengan jadi kurang ajar."

Brak

"Diam dan habiskan makanan kalian!" Semua seketika terdiam saat eyang Juna menggebrak meja.

Bratadikara's houseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang