24. Semangat awal

1.6K 264 8
                                    


.
.
.
.
.
Sahur...

Sahur...

Sahur...

Saga menatap malas pada Wildhan yang sedang merengut kesal, hanya karena dia tidak bisa duduk di sebelah Harsa.

"Kenapa toh kamu merengut gitu?" Juna yang melihat salah satu cucu nya cemberut tentu saja bertanya.

"Udah biarin eyang, biasa drama sahur hari pertama." Juna tersenyum saat Saga mengatakan itu.

"Ya udah cepetan sahur, inget di sini imsyak nya beda sama jakarta loh." Mungkin untuk Saga, Wildhan, Jevan dan Harsa sahur jam setengah tiga pagi itu biasa, karena imsyak di jawa timur itu jam empat pagi. Tapi agak susah buat Yudhis, Yoga, Maven sama Candra, mereka biasa dibangunin sahur jam setengah empat, udah pasti mata mereka masih lengket banget.

"Kamu juga sahur Sa." Harsa mendongak saat Saga menyodorkan sepiring nasi kehadapannya.

"Aku tadi udah makan loh Ga, masa harus makan lagi." Saga spontan memicing saat mendengar ucapan Harsa.

"Harsa yang kamu bilang makan itu semalem, waktu kita belanja. Itu pun bakso! Gak mau tau pokoknya kamu harus habisin itu!" Harsa menatap ke arah Juna, bermaksud meminta bantuan pada sang eyang.

"Udah turutin aja Sa, atau kamu gak usah bantu di kebun nanti." Ancaman Juna sepertinya jauh lebih menakutkan untuk Harsa, terbukti dengan Harsa yang mulai memakan makanannya.

"Mas Harsa makan aja pake diancam dulu, padahal makan itu enak." Harsa merengut kesal.

"Mas Harsa, nanti jadi belajar motor lagi." Harsa yang baru saja menelan makanannya langsung mendelik ke arah Maven.

"Gak mau, udah dibilang aku gak mau lagi."

"Belajar aja Sa, sayang motor nya kalau gak kamu pakai." Harsa menatap ke arah Juna sekilas sebelum menghela nafas panjang.

"Tapi eyang-" Harsa tiba-tiba tidak bisa melanjutkan protesan nya.

"Tapi apa?" Harsa justru menggeleng.

"Jangan hari ini, besok aja." Maven akhirnya mengangguk saat Harsa mengatakan itu.

"Ya udah ayo habisin." Semua cucu nya mengangguk saat Juna mengatakan itu.

"Taruh aja eyang, nanti biar Yoga yang cuci." Juna menepuk pundak Yoga dan mengangguk.

"Saga, kamu mulai kerja hari ini?" Saga mengangguk.

"Iya eyang, nanti jam delapan sampai jam empat katanya." Juna hanya mengangguk kecil.

"Kalian jangan bikin eyang pusing loh ya, nurut kalau di bilangin eyang!"
.
.
.
.
.
Yoga yang niat nya habis subuh mau ngajakin Harsa ngobrol jadi batal waktu tau kalau kakak sepupunya itu tidur, Yoga gak berani bangunin soalnya dia tau kalau Harsa begadang buat bikinin kue pesenan dia.

"Loh katanya tadi mau ngobrol sama Harsa, gak jadi?" Yoga yang baru aja duduk di sebelah Juna menggeleng.

"Mas Harsa tidur eyang, gak berani bangunin." Juna senyum tipis.

"Ya udah nanti aja, tuh kamu gak mau main sama Candra, Wildhan sama Maven itu?" Yoga mengikuti arah yang di tunjuk Juna, memang ada tiga sepupunya yang lagi ribut main sesuatu, tapi Yoga gak tau apaan.

"Gak deh eyang, main sama mereka itu bikin Yoga capek." Juna menggeleng.

"Capek pun kamu juga tetep main sama mereka kalau Yudhis lagi gak bisa kamu ganggu." Yoga tertawa kecil, Juna memang benar.

"Ya kan gak sekarang eyang, kalau tiba-tiba aja mereka capek terus ngeluh haus, Yoga bisa jamin kalau mereka pasti di marahin sama mas Saga." Juna tertawa sebentar sebelum kembali menatap Yoga serius.

"Nanti kalau eyang gak ada, titip adek-adek nya ya." Yoga mengernyit saat Juna mengatakan itu.

"Emang eyang mau kemana?" Juna tidak menjawab dan hanya memberi senyum.

Plak

"Eyang kan mau ke surabaya Yog, kemarin pasti lo gak dengerin eyang ya?" Yoga merengut sambil mengelus pundaknya yang baru saja di tepuk oleh Yudhis.

"Kita di malang Yud, omongan lo-gue nya di tinggalin dulu lah. Gak cocok sumpah!" Yudhis ganti merengut saat mendengar ucapan Yoga.

"Eyang, lihat nih Yoga protes mulu ke Yudhis." Juna hanya menggelengkan kepalanya, tingkah cucu-cucu nya mirip dengan anak-anak nya dulu.

"Sekarang eyang lihat gimana ributnya kalau rumah diisi sama anak laki-laki semua." Yudhis dan Yoga mengernyit saat mendengar ucapan Juna.

"Maksud eyang?"

"Ya dulu kan anak eyang laki-laki nya cuma satu, sisanya perempuan. Rusuh nya paling kalau mau pergi keluar bareng, papa nya Yoga juga cuma geleng-geleng aja kalau lihat kakak sama adek-adeknya rusuh." Yoga dan Yudhis spontan tertawa mendengar hal itu.

"Mas Yudhis, mas Yoga, lihat Kui gak?" Dua orang yang namanya di sebut langsung menoleh dan menemukan Jevan baru saja keluar dari rumah.

"Gue gak lihat, coba tanya Candra, kan itu anak nya Candra." Yudhis menjawab dan membuat Yoga benar-benar ingin melempar Yudhis ke jakarta.

"Mas Candra, liat Kui gak?" Jevan berteriak kencang dan membuat Candra, Wildhan dan Maven menoleh, tapi teriakan itu juga membuat Yoga, Yudhis dan sang eyang menutup telinga mereka.

"Sumpah ya Jev, kamu itu nyemilnya toa apa gimana?!" Juna, Yoga dan Yudhis hanya bisa menggeleng pasrah saat mendengar seruan Wildhan. Ini masih sangat pagi dan mereka sudah latihan pita suara.

"Mas Wildhan tuh yang nyemilin toa!!" Wildhan yang di bilang seperti itu langsung merengut dan siap untuk teriak lagi.

"Enak aja, kamu it-" beruntung Candra dengan cepat membekap mulut Wildhan.

"Jangan teriak-teriak, kalau sampai mas Harsa bangun kamu bisa dimarahin mas Saga!" Wildhan semakin merengut saat Candra mengatakan hal itu.

"Coba lihat di kamar mas Harsa Jev, biasanya Kui seneng ngumpet di kamar mas Harsa." Setelah mendapat jawaban dari Candra, Jevan langsung kembali masuk dan mengabaikan Wildhan yang masih merengut.

"Ya Allah, kenapa sepupu-sepupu gue gini amat deh!" Yudhis menggerutu pelan dan itu berhasil membuat Yoga tertawa pelan.

"Kalau mereka kayak mas Harsa nanti kamu yang bingung." Sekarang justru Yudhis yang begidik ngeri, membayangkan ada lebih dari satu yang sifatnya pendiem kayak Harsa.

"Udah-udah, mending kalian sekarang diem di dalem. Awas kalau sampai nanti eyang denger kalian ngelus haus ya."
.
.
.
.
.

Saga sudah mewanti-wanti adik-adiknya untuk gak berisik selama Harsa belum bangun, karena Saga tau kalau adik-adiknya itu gak bisa diem.

Saga yang bisanya selalu pakai kaus sama celana pendek pagi ini udah rapi sama kemeja juga celana bahan, maklum dia udah mulai kerja di klinik punya anak temennya eyang. The power of orang dalam, lama kalau nunggu ikatan dinas, sama aja harus ada orang dalem.

"Mas Saga keliatan keren kalau pake baju rapi gitu." Saga senyum waktu denger celetukan Candra.

"Wih kamu belum ae lihat mas Candra pake sneli Can, mantep deh." Saga menggeleng heran. Dulu dikiranya cukup Wildhan aja yang begitu, tapi ternyata ada yang sejenis sama Wildhan, Candra sama Maven.

"Udah, aku berangkat dulu. Nanti yang bantuin eyang di kebun jangan ngerusuh. Yoga kalau nanti mereka ngerusuh bilang ke aku pas aku pulang." Yoga hanya mengangguk. Berbeda dengan yang lain, mereka sudah merengut dan was-was, bagaimana pun tahta tertinggi di rumah eyang ini di pegang Saga sama Harsa, pengecualian buat eyang Juna. Karena eyang Juna udah nyerahin semuanya ke Saga.

"Mas Saga sana berangkat mas, makin lama mas Saga malah makin cerewet!" Saga terkikik saat mendengar gerutuan Wildhan.

"Mas Saga, kok mas Saga betah sih ketemu Wildhan tiap hari dulu." Saga menatap ke arah Yudhis.

"Gak betah sebenernya tapi dia sering tiba-tiba ngebajak kamar ku kalau aku lagi di rumah sakit."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat siang...
Nungguin gak?
Ada satu chapter lagi buat hari ini, tapi nanti ya up nya pas buka...

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

–Moon–

Bratadikara's houseWhere stories live. Discover now