66. Rumah kebun

1.1K 193 11
                                    


.
.
.
.
.
Harsa diam di dalam kamarnya setelah memanggil Yudhis dan Yoga, dia sangat tidak menyangka jika dia akan kembali bertemu Mala. Perempuan yang selama ini menjadi teman nya, atau bisa di bilang satu-satunya orang yang betah dengan kediaman Harsa selama ini.

Harsa tau setelah lulus SMA Mala kuliah di jakarta, tapi tidak pernah Harsa sangka jika Mala akan bekerja di perusahaan milik om nya.

"Hah." Harsa menghela nafas panjang. Mood nya yang sedang buruk terasa semakin buruk.

"Harsa." Harsa menoleh saat mendengar suara Saga.

"Kenapa Ga?" Saga menggeleng dan justru mendudukkan dirinya di kasur Harsa.

"Kamu mau ke kebun?" Harsa mengangguk. Dia sudah berjanji akan membantu Yoga nanti.

"Iya, kenapa?" Saga kembali menggeleng.

"Sebenernya mau ngajak kamu keluar." Harsa tertawa kecil mendengar ucapan Saga.

"Nanti siang atau sore kan bisa, harus pagi emang?" Saga mengerjap saat mendengar jawaban Harsa.

"Kamu gak sampai sore di kebun?" Harsa menggeleng.

"Aku mana pernah sampai sore Ga, jam sebelas aja eyang sama Yoga udah rusuh nyuruh pulang." Saga tertawa mendengar Harsa menggerutu.

"Ya udah kalau gitu nanti sore ikut aku keluar, dan kamu gak boleh protes." Harsa hanya mengangguk.

"Beliin batagor tapi ya." Saga di buat tertawa dengan ucapan Harsa, jangan kan batagor, Harsa minta rumah juga pasti bakal di beliin sama Saga. Malak ke papi Pandu dulu tapi nya.

"Iya nanti tak beliin batagor, asal kamu gak protes tak ajak kemana."
.
.
.
.
.
Kalau boleh jujur Harsa belum pernah benar-benar masuk ke kebun buah eyang Juna, paling dalam dia cuma kebagian pohon mangga, tempat dimana dia tertimpah dahan pohon dulu.

Baru kali ini Harsa melewati bagian mangga, semakin kedalam juga semakin rindang pohon-pohon yang di taman. Bahkan Harsa baru tahu jika di tengah-tengah kebun eyang Juna ada sebuah rumah minimalis yang berdiri, di kelilingi banyak sekali bunga sebagai pagarnya. Padahal di sekeliling nya adalah pohon nangka dan durian.

"Ada rumah?" Seorang pekerja yang kebetulan melihat kehadiran Harsa disana segera mendekat.

"Mas Harsa." Harsa menoleh dan mengulas senyum.

"Tumben sampai kesini mas? Tapi disini belum bisa di panen." Harsa tetap tersenyum ramah pada pria seusia ayah nya itu.

"Saya cuma jalan aja pak, ternyata terlalu jauh masuk nya." Pekerja itu tertawa, dia sudah tau jika Harsa sangat ramah pada para pekerja.

"Hati-hati tapi mas kalau semakin kesini, nanti kejatuhan dahan lagi." Harsa tersenyum malu saat mendengar jawaban itu.

"Itu rumah siapa pak? Memang ada disini ya?" Pekerja itu mengangguk.

"Iya mas, kata pak Juna rumah itu punya salah satu anak nya. Anak nya pak Juna yang minta rumah itu, tapi sekarang pak Juna bahkan gak pernah masuk kesana, lupa kunci nya katanya." Harsa mengernyit.

"Punya anak nya eyang? Siapa pak?" Pekerja itu menggeleng.

"Pak Juna sering kesini kok mas, tapi cuma di luar aja." Harsa mengangguk dan berjalan mendekati rumah itu.

"Saya boleh kesana kan pak?" Pekerja itu mengangguk.

"Boleh toh mas, kalau gitu saya tinggal kerja lagi yo?" Harsa mengangguk.

"Oh iya pak, makasih info nya." Harsa menatap lekat pada rumah yang dinding nya berwarna coklat susu itu.

"Punya siapa? Aku lancang gak kalau masuk ke sini?" Harsa memutuskan duduk di anak tangga yang terhubung dengan teras rumah tersebut.

Bratadikara's houseWhere stories live. Discover now