[27] Pulang

481 48 5
                                    

Langkah kaki tersebut melangkah dengan ringan. Mengabaikan beberapa orang yang berusaha mendahului langkahnya. Ia tetap dengan langkah percaya dirinya, meski dihatinya terbersit rasa ragu yang luar biasa besar.

Ia keluar dari stasiun kereta dengan koper yang ia tarik. Tas selempang yang ia bawa masih tergantung indah di bahu. Tangan yang tidak sibuk, menggenggam ponsel pintar miliknya. Berusaha menghubungi seseorang yang ia kenal di daerah sini.

Panggilan tersebut tersambung setelah ia mencoba menelpon untuk yang ketiga kalinya.

"Maaf, maaf. Tadi lagi sibuk banget gue. Gimana? Udah sampe?"

Laki-laki tersebut mendengus, rasanya ingin sekali ia mengumpat.

"Iya, cepetan jemput gue. Sebelum gue naik gojek sendiri dan ilang," gerutu Karma. Laki-laki tersebut lalu memutus panggilannya. Kakinya melangkah pelan, mencari tempat duduk yang terhindar dari sinar matahari.

Sudah hampir empat tahun lamanya ia tidak mengunjungi kota ini. Salah satu kota yang penuh dengan kenangan indah baginya. Ia pernah tinggal disini, selama kurang lebih dua tahun, lalu ia terpaksa pindah dan menetap di kota sebelah. Kota yang saat ini menjadi tempat tinggalnya.

Setelah menunggu sekitar tiga puluh menit, seseorang yang ia tunggu akhirnya datang. Dengan mengucapkan kata maaf, pemuda yang lebih pendek darinya tersebut turun dari motor. Menyerahkan satu helm yang sengaja ia bawa untuk Karma.

"Nunggu lama ya? Sorry." Karma mendengus, merampas helm yang diberikan padanya dan memakainya.

"Kerjaan lo gimana? Ada orang yang bantu?" Meski ia kesal, tapi Karma tetap perhatian pada teman baiknya tersebut. Sebut saja namanya Ren, pemuda yang berhasil mendirikan coffeeshop sendiri tanpa bantuan orang tuanya yang kaya.

Ren mengangguk mantap, "Beberapa hari yang lalu ada yang ngelamar kerjaan, lumayan bisa bantu-bantu jadi barista."

Karma mengangguk mantap, lalu menyuruh Ren untuk segera mengantarnya ke rumah. Rumah Ren, sebenarnya. Ia memutuskan untuk menginap beberapa hari di rumah Ren. Hitung-hitung menghemat pengeluarannya.

Koper yang berukuran sedang tersebut sudah siap di atas motor. Lalu Karma yang duduk mepet belakang jok dan Ren yang duduk mepet depan.

"Lain kali bawa mobil kek, susah kalau naik motor, nih," gerutu Karma. Ren hanya mendengus, tanpa membalas ucapan Karma satu patah kata pun.

Motor matic tersebut melaju dengan kecepatan normal. Disepanjang jalan, Karma menoleh ke kanan dan ke kiri, mengingat-ingat kembali jalanan yang dulu ia hafal. Hingga tanpa terasa, motor yang ia tumpangi berhenti didepan sebuah rumah minimalis namun rapi.

"Rumah lo?" Ren mengangguk, "Baru satu bulan sih gue pindah sini, nyaman kok. Sengaja nyari yang kecil, soalnya kan gue tinggal sendiri." Karma hanya mengangguk mendengarkan. Lalu mengikuti langkah kaki Ren yang perlahan masuk kedalam rumah.

"Kira-kira rumah yang gue pengenin dulu masih ada apa nggak, ya?" Monolog Karma, menarik koper hitamnya menuju kamar yang akan ia tempati beberapa hari kedepan.

Ren berhenti, membalik tubuhnya dan memperhatikan Karma.

"Kenapa?" Ren menggeleng pelan, lalu melanjutkan langkahnya.

"Lo bisa tidur disini, kamar gue disebelah. Kalau laper langsung ke dapur aja, di kulkas masih ada beberapa makanan sisa kemaren, tapi masih enak kok. Kalau mau makan diangetin aja." Jelas Ren, sedang Karma hanya mengangguk mendengarkan.

"Udah ya, gue mau balik kerja dulu. Nanti gue pulang sekitar jam 11 malem, pintunya jangan dikunci."

"Disini nggak ada maling jadi tenang aja," potong Ren saat Karma hendak membuka mulutnya.

AsaKaru Story Where stories live. Discover now