Epilog

6.7K 213 16
                                    

"Ara, kamu di mana?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ara, kamu di mana?"

Zargan langsung bertanya saat panggilan baru saja tersambung. Tangannya masih sibuk menata karangan bunga di lantai kamar walaupun ia tahu bahwa ini adalah hal yang sudah terlalu biasa, tetapi Zargan yakin Alara akan tetap menyukainya.

"Masih di kampus, Zar. Ini mau ke tempat parkir, aku baru aja selesai bimbingan. Kamu sendiri gimana? Gak ada bimbingan atau gak lagi ngontrol kafe?"

"Enggak, aku di apartemen. Aku tunggu, ya." Zargan mematikan sambungan telepon tersebut sebelum Alara menjawab.

Selang beberapa menit, pintu apartemen terbuka. Mendengar itu, Zargan langsung bergegas menemui Alara, perempuan itu masih sibuk melepas sepatu dan meletakkannya di rak dekat pintu.

Alara menatap heran ke arah Zargan yang terus tersenyum di hadapannya, kemudian Zargan menunjukkan kain hitam panjang kepada Alara.

"Buat apa?"

Zargan berjalan ke arah belakang, kemudian meminta izin terlebih dahulu sebelum menutup mata Alara dengan kain tersebut.

"Kenapa, sih, Zar? Kok, mata aku ditutup?"

"Ikutin aku aja."

Zargan menuntun Alara dengan begitu hati-hati karena kalau sampai Alara menabrak sesuatu atau bahkan terjatuh, sudah dipastikan bahwa hidupnya akan berakhir detik itu juga. Setelah sampai di tempat tujuan, Zargan membalikkan tubuh Alara, kemudian membuka kain yang semula menutupi mata Alara.

"Surprise!"

Senyuman Alara langsung menghilang saat melihat tumpukan cucian piring, padahal mereka biasanya tidak pernah menggunakan peralatan sebanyak itu.

"Kamu abis ngapain, sih, Zar? Panci gede segala kamu keluarin! Abis bikin konten masak besar?"

"Selamat mencuci!"

"Gak! Aku baru pulang dari kampus udah disuruh nyuci piring. Suami macam apa kamu?"

"Macam pangeran di negeri dongeng, super ganteng. Iya, kan, Ra?" Zargan menaikkan sebelah alisnya, kemudian menyentuh dagu Alara, yang jelas saja langsung ditepis oleh perempuan itu.

"Buruan dicuci, Ra. Nanti kalo nyucinya dengan hati, pasti bakalan menemukan kebahagiaan."

"Iya!"

Terpaksa saja Alara mencuci piring yang jumlahnya tidak main-main, sepertinya Zargan memang sedang mengerjainya dan Alara pasti akan membalas itu.

Alara membuka salah satu tutup panci, alisnya bertaut saat melihat satu kotak berkuruan lumayan besar. Ia menoleh pada Zargan yang masih berdiri di sebelahnya seraya bersandar pada dinding.

Tanpa mau menerka-nerka lebih lama perihal isi dari kotak tersebut, Alara langsung membuka benda tersebut. Senyuman langsung menghiasi wajahnya saat melihat tas mahal yang selama ini ia incar. Namun, Alara tidak pernah berani mengatakannya pada Zargan karena walaupun omzet dari kafenya besar, Alara tetap merasa tidak enak lantaran Zargan yang lebih banyak berusaha membangun kafe tersebut sampai memiliki cabang.

Zargan ; ANNOYING HUSBAND ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang